“Apa ini nggak kebanyakan Nak?” Anisa memandangi lima lembar uang pecahan lima puluh ribu di tangannya. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia tidak menyangka akan mendapatkan uang sebanyak ini dari anaknya. Ini adalah sebagian uang yang anaknya hasilkan dari keringatnya sendiri.
Ibu mana yang tidak bangga ketika menerima uang pemberian anaknya. Ini berarti anaknya sudah mulai dewasa. Mereka sudah bisa mencari uang sendiri dan membagikan sebagian untuk keluarganya. Sebentar lagi anaknya sudah akan terjun ke masyarakat.
Rasanya baru kemarin Anisa menggendong Andi yang masih kecil. Sekarang dia sudah mulai dewasa dan mandiri.
“Enggak kok Bu. Itu nggak kebanyakan. Malahan aku pengennya ngasih lebih banyak tapi pasti ibu nolak. Jadi aku kasih segitu. Uang listrik biar nanti aku yang bayar tiap bulannya. Nanti kalo aku ada lebih, uang SPP Amira biar aku juga yang membayarnya.”
Mendengar perkataan Andi yang seperti itu, air mata langsung mengalir di pipi Anisa. “Anak ibu udah besar. Udah bisa cari uang sendiri. Udah bantu orangtuanya menuhin kebutuhan rumah.”
Amira yang ada di sebelah Anisa memeluk ibunya yang sedang menangis tersebut. “Ibu udah nggak perlu nangis.”
Andi tidak mau ketinggalan. Ia bangkit dari tempat duduknya dan jongkok di sebelah kursi yang ibunya duduki. Andi kemudian menggenggam tangan ibunya dan meremasnya pelan. Andi kemudian menyeka air mata yang ada di pipi ibunya.
“Iya anak ibu udah besar sekarang. Jadi, ibu dan ayah nggak perlu melelahkan diri kerja terlalu keras. Kalian sekarang kerja santai-santai saja. Biar Andi yang bantu ayah dan ibu dengan sekolah adik-adik.”
“Terimakasih Nak.”
“Ibu nggak perlu berterimakasih. Ini adalah apa yang seharusnya aku lakukan sebagai anak. Ini adalah bentuk bakti aku ke ayah dan ibu.” jelas Andi. “Sekarang ibu berhenti menangis ya. Kalo nanti ayah tiba-tiba dateng dan liat ibu kayak gini nanti ayah pasti buat perhitungan sama aku karena udah bikin istrinya yang cantik ini menangis.”
Mendengar hal itu Anisa tertawa pelan. “Hahahaha.” Ia kemudian menghapus air matanya. “Ayah kalian nggak akan berani lakuin itu. Kalo dia berani begitu, dia akan ibu suruh tidur di ruang tamu.”
Andi tersenyum ketika melihat ibunya tertawa. Syukurlah ibunya mau menerima uang pemberiannya. Jika tidak ia akan kebingungan mencari cara agar ibunya mau menerima uang pemberiannya.
Sekarang, Andi akan mengutarakan niatnya menjadikan Anisa sebagai penanggungjawab toko. Dengan begitu, Anisa bisa mendapatkan uang lebih banyak lagi dengan hanya duduk mencatat jumlah penjualan hari itu. Andi juga bisa memberikan Anisa gaji sesuai dengan peforma penjualan.
Semakin banyak penjualan, semakin besar gaji yang akan Anisa terima. Dengan begini, uang yang didapat Anisa jauh lebih banyak dari pendapatannya selama ini.
“Bu, aku sama Brian rencananya mau buka toko buat jualan dessert box. Nantinya kami juga akan jualan brownies, cake dan semacamnya. Ibu mau nggak jadi penanggungjawab toko yang ada di kota kita? Gimana bu, ibu mau?”
“Jadi penanggungjawab toko?”
“Iya. Ibu hanya perlu membuat catatan pemasukan dan pengeluaran dari toko. Ibu kan udah jago buat yang seperti ini tiap bulannya. Nanti aku juga akan carikan format penulisan yang lebih rapi dan rinci. Jadi ibu nggak perlu bingung nantinya. Gimana bu?” tanya Andi sekali lagi.
“Kenapa nggak kamu sendiri aja? Kenapa harus ibu?”
“Kan aku pengen lanjut kuliah bu. Oh ya aku lupa ngasih tau ini ke ayah dan ibu. Aku pengen lanjut kuliah. Aku bakal bayar sendiri semuanya. Jadi ibu nggak perlu khawatir. Jadi karena aku nggak bakal ada di kota ini, lebih baik ibu yang ngawasi toko yang ada di sini. Aku rencananya juga akan buka cabang di Surabaya. Mungkin nanti aku akan mengurusi yang ada di sana.”
“Ini benaran? Emang kamu udah punya modalnya buat buka toko?”
“Kan ada Brian Bu. Kalo kurang dia sanggup bantuin. Lagi pula kami bagi hasil sesuai presentase. Jadi nggak masalah. Toh keuntungan nanti dibagi sesuai persentase dari modal yang suntikkan ke bisnis ini. Brian nggak akan rugi di sini. Aku juga nggak akan manfaatin dia bu. Jadi ibu jangans khawatir. Brian juga sudah setuju untuk menjadikan ibu penanggungjawab toko di kota ini.”
“Ehm…. Kalo Brian juga udah setuju baiklah ibu mau. Kamu harus bener-bener jujur dalam berbisnis sama Brian. Jangan manfaatin dia karena kamu udah temenan lama.” Nasihat Anisa.
“Tentu saja ibu. Tentu saja aku ingat nasihat ibu.”
Andi sekarang bisa bernafas lega. Ia berhasil menyakinkan ibunya untuk menjadi penanggungjawab dari toko. Dengan begini, Andi tinggal mencari tempat untuk ia sewa dan dijadikan toko. Kedepannya hari-harinya masih akan melelahkan. Masih banyak yang perlu ia urusi.
Belom lagi pesanan yang terus masuk melalui akun sosial media Lidah Manis. Dari banyaknya pesanan yang ada, Andi perkirakan tiga hingga empat hari lagi ia bisa menyelesaikan misi sepuluh jutanya. Mungkin setelah misi itu selesai, Andi perlu menghentikan sementara pemesanan agar dirinya bisa lebih fokus mencari ruko yang cocok untuk tokonya.
Pilihan lainnya adalah, tetap menerima pesanan dengan meminta Anisa membuat semua pesanan tersebut. Beberapa hari kedepan, Andi bisa melatih Anisa untuk membuat dessert box yang sesuai dengan resepnya. Mungkin cara itu adalah yang terbaik. Dengan begitu mereka bisa mempertahankan pelanggan yang ada.
*****
Andi memandangi bangunan dua lantai di depannya. Bangunan ini berdiri di atas tanah seluas empat ratus lima puluh meter persegi. Sementara luas bangunannya sendiri adalah dua ratus meter persegi. Sebelumnya bangunan ini merupakan sebuah rumah namun pemiliknya berniat menjual rumah tersebut.
Rumah ini terletak di daerah yang cukup strategi untuk dijadikan tempat usaha. Asisten dari ibu Brian menyarankan bangunan ini kepada Brian. Tetapi, bangunan ini adalah bangunan yang akan dijual bukan untuk disewakan.
Andi yang sudah melihat-lihat merasa sangat cocok dengan bangunan ini. Tempat seluas seluas itu tidak hanya akan ia jadikan sebagai toko fisik produknya, ia juga bisa membuka sebuah kafe di sini. Bukankah sistem menjual pengalaman seorang juru masak.
Pengalaman juru masak dan lidah manis, kombinasi keduanya seolah menggiring Andi untuk membuka bisnis di bidang makanan. Mungkin memang ini yang memang tujuan dari sistem, membuat Andi membuka bisnis di bidang makanan.
Sayang sekali Andi tidak memiliki uang cukup untuk membeli rumah di depannya. Pemilik rumah sudah membandrol rumahnya dengan harga tiga belas milyar rupiah. Meski Andi bisa mendapatkan uang dengan mudah, ia tidak bisa mengumpulkan uang sebanyak itu dalam waktu dekat ini.
“Jadi bagaimana? Apa kau suka dengan bangunan ini?” tanya Brian ketika melihat Andi yang serius memandangi bangunan di depannya.
“Bangunan ini cukup strategis. Dekat dengan kawasan pertokoan. Ini juga dengan dengan Jalan Benteng Pancasila. Biasanya di sana dijadikan tempat muda mudi berkumpul. Tidak hanya toko, kita bisa menjadikan tempat ini sebagai kafe. Tentunya dengan sedikit renovasi. Sayangnya ini bukan bangunan yang disewakan.” Andi menggelengkan kepalanya pelan.
“Itu mudah. Ketika aku mengatakan pada ibuku bahwa aku akan memulai bisnis denganmu, langsung saja dia akan memberiku uang dua puluh milyar untuk modal awal. Kita bisa menggunakan uang itu untuk membeli rumah ini dan sisanya untuk merobak semuanya dan memebeli beberapa peralatan yang diperlukan.”
“Tetapi jika kamu membeli rumah ini, maka kita perlu merubah semuanya. Maksudku dengan persentase modal kita.”
Brian mengibaskan sebelah tangannya. “Jangan berkata seperti itu. Jangan masukkan aset rumah ini ke dalam modal. Jika kau keberatan, kau bisa menyewa tempat ini dariku. Jadi kau tetap perlu menyisihkan uang untuk membayar sewa tempat ini padaku. Jika kau setuju dengan tempat ini, asisten ibuku akan mengurus semuanya.”
“Dia akanmenghubungi penjual rumah ini untuk menyelesaikan transaksi. Dia juga akan menjarikan kita seorang arsitek untuk merenovasi tempat ini. Kita tinggal menentukan desain yang sesuai. Aku kira paling cepat dua bulan kita bisa membuka tempat ini. Bagaimana?”
Andi terlihat terdiam mendengar ucapan Brian. Ia terlihat memikirkan perkataan Brian. Memang dengan mengikuti saran Brian, mereka bisa memiliki bangunan ini untuk dijadikan tempat usaha mereka. Tetapi, Andi merasa tidak enak jika melakukan hal tersebut. Ia merasa dirinya memanfaatkan Brian jika melakukan hal tersebut.
Brian melihat ekspresi yang terpasang di wajah temannya. Ia langsung mengetahui apa yang saat ini temannya itu rasakan. “Bro kamu nggak sedang manfaatin aku. Jadi tenang saja. Aku rela melakukan hal ini jadi kamu nggak manfaatin aku. Lagian kamu akan membayar uang sewa bukan. Aku juga punya saham di usaha ini. Jadi, jangan terbebani seperti itu. Terima saja semuanya.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
Aditya Warman
itu baru anak laki²...dua jempol dah bwt Andi...
2023-12-23
1
EagleEye
Mungkin ini memang tujuan dari sistem
2022-12-10
2
lucky girl
⠀ ⠀ ⠀ ⠀⠀ ⠀ ⠀ ⠀
2022-07-31
2