Revisi
Andi menunggu di depan gerbang sebuah rumah mewah. Rumah ini merupakan rumah milik Tante Hilda yang merupakan Tante dari Dinda yang memesan tiga puluh dessert box dari Andi. Ia baru saja mengirim pesan ke nomor Tante Hilda mengabarkan bahwa dirinya sudah berada di depan rumah. Lagi-lagi pos satpam dalam keadaan kosong ketika Andi datang.
Sepertinya satpam yang bekerja di rumah keluarga Dinda sangat hobi meninggalkan pos penjagaan. Lihat saja setiap pagi ketika Andi datang mereka tidak terlihat di pos. Kemarin di rumah Dinda sekarang di rumah Tante Hilda. Atau mungkin rumah mereka tidak memiliki satpam? Tapi itu tidak mungkin.
Ketika Andi sibuk memikirkan tentang satpam rumah keluarga Dinda dan Tantenya, sebuah mobil Lamborghini, dengan seri Lamborghini Aventador Lp 700-4, berhenti di dekat Andi berada. Pengemudi mobil tersebut menurunkan kaca mobilnya. Di dalamnya terlihat dua orang pemuda dengan rambut berwarna merah berada di dalam mobil mewah tersebut.
“Wah, wah, wah. Jony, coba lihat siapa yang kita temui hari ini.” ucap pemuda yang duduk di kursi penumpang.
“Hahaha.” Pemuda yang berada di belakang kemudi, yang ternyata adalah Jony, tertawa ketika melihat Andi. “Aku tau siapa dia Rendi, ini pasti si otaku di kelas kita bukan? Aku tidak menyangka otaku ini sekarang bekerja sebagai pengantar barang seperti ayahnya.”
Setelah Jony berucap demikian, kedua penumpang mobil mewah tersebut tertawa terbahak-bahak. Keduanya kemudian turun dari mobil dan mendekat ke arah Andi. Mereka menatap Andi dari atas hingga bawah dengan pandangan meremehkan.
“Hey otaku, kalau kamu butuh pekerjaan kamu tinggal memintanya kepada Jony. Aku yakin Jony bisa membantumu untuk bisa bekerja di tempat ayahnya.” Rendi menepuk-tepuk pelan pundak Jony ketika mengatakan hal tersebut.
“Jika kamu ikut dengan Jony, sudah pasti kau akan berkerja di dalam gedung yang memiliki pendingin ruangan. Kamu nggak perlu mengantar barang seperti sekarang. Kesana-kemari panas-panasan di jalan. Hahahaha.”
“Betul apa yang dikatakan Rendi. Kalo kamu butuh pekerjaan, kamu tinggal bilang padaku.” Jony berjalan mendekat ke arah Andi. Ia kemudian memandang baju yang kini Andi kenakan. Baju itu terlihat lusuh. Warna dari bajunya juga terihat memudar, itu tandanya baju itu sudah sering Andi gunakan dan juga sering dicuci.
“Jika kamu bekerja padaku kamu akan mendapatkan gaji yang cukup besar jika dibandingkan dengan gajimu mengantarkan makanan. Lihatlah bajumu ini jelek sekali. Aku yakin kamu tidak akan bisa membeli baju bagus.”
“Hahaha.” Rendi tertawa dengan keras. “Tentu saja Jony, tentu saja. Anak sepertinya mana bisa membeli baju bagus. Aku yakin dia hanya akan membeli baju murah yang harganya seratus ribu dapat tiga itu. Jika tidak salah baju seperti itu adalah baju bekas. Orang sepertimu memang pantas mendapatkan baju bekas.”
Andi menahan amarahnya dengan mengepalkan kedua tangannya di samping tubuhnya. Pemuda itu berharap bisa menahan emosinya dan tidak memukul kedua pemuda di depannya. Daerah perumahan ini dipenuhi dengan CCTV, jika dirinya memukul duluan, Andi bisa terjerat masalah serius. Andi tidak ingin menambah masalah bagi keluarganya. Yang bisa ia lakukan saat ini adalah menahan emosinya.
“Daripada kamu mengelurkan uang sebanyak itu hanya untuk membeli baju bekas. Lebih baik kamu bekerja padaku. Akan aku beri kamu baju baru. Kamu nanti akan bekerja di dalam gedung, tanpa berpanas-panasan seperti ini. Seingatku lowongan pekerjaan yang cocok untuk orang rendahan sepertimu hanyalah petugas kebersihan kamar mandi. Bagaimana? Apa kau mau. Itu jelas bekerja di dalam gedung.”
“Hahahahaha.” Jony dan Rendi kembali tertawa lepas.
Mendengar semua ucapan kedua teman sekolahnya itu Andi geram. Meski begitu ia tidak langsung marah dan meledak-ledak mendengarkan ucapan mereka. Jika demikian, ia akan sama rendahnya dengan mereka.
Bagi Andi, orang yang menggunakan kekuasaan yang mereka miliki untuk menekan orang yang lebih lemah meurpakan orang rendahan yang sesungguhnya. Orang yang memiliki kekuasaan pada dasarnya memiliki tanggungjawab untuk membantu mereka yang lebih lemah.
Memang itu bukanlah sebuah kewajiban. Setidaknya, jika memang tidak mau membantu mereka yang berada di bawah, setidaknya orang yang memiliki kekuasaan seharusnya menghargai mereka yang lebih lemah bukan? Tidak seharusnya mereka merendahkan orang lain hanya karena apa yang tidak mereka miliki.
Roda terus berputar, tidak selamanya yang di atas tetap bisa bertahan di atas. Begitu pula sebaliknya. Yang berada di bawah suatu hari nanti bisa saja memiliki kesempatan untuk memutar roda dan merubah keadaan mereka menjadi yang di atas.
Bukankah sekarang Andi memiliki kesempatan itu? Dengan mendapatkan sistem ini, Andi bisa merubah keadaan keluarganya. Andi yakin suatu hari nanti ia bisa membawa keluarganya berada di atas. Bahkan mungkin saja jauh lebih atas dari keluarga Jony.
“Tidak terimakasih.” Jawab Andi dingin. “Aku sangat menyukai pekerjaanku saat ini. Lagi pula, aku bekerja untuk menghasilkan uang dari keringatku sendiri. Aku sudah tidak lagi meminta kepada orangtuaku. Tidak seperti kalian yang hanya bisa meminta apapun kepada orangtua kalian. Jangan menyombongkan apa yang orangtua kalian kepadaku. Meski menjalani pekerjaan seperti ini, aku jauh lebih mulia daripada kalian berdua.”
Kedua pemuda tersebut terlihat geram mendengar pernyataan Andi barusan. Mereka tidak terima dengan perkataan Andi yang sangat tepat menggambarkan mereka. Jony langsung saja memegang dengan erat kerah baju Andi.
“Sialan. Kamu itu hanya anak miskin berani sekali menyombongkan apa yang kau hasilkan di depan kami. Sekeras apapun kamu bekerja, kamu tidak akan pernah bisa menjadi sepertiku. Jadi jangan menyombongkan diri kepadaku.”
Jony terlihat sangat marah ketika berkata demikian. Jony tidak mengetahui dari mana anak itu mendapatkan keberanian untuk berbicara balik kepadanya. Selama ini anak itu selalu saja diam jika dirinya mengatakan sesuatu kepadanya. Biasanya sahabatnya, Brian, yang selalu membelanya.
Atas dasar apa anak rendahan ini berani berbicara balik kepadanya. Jony sangat tidak terima. Pemuda itu hampir saja melayangkan sebuah pukulan kepada Andi. Ia ingin memberi pelajaran kepada Andi karena sudah berani berkata seperti itu padanya. Namun niatnya tersebut ia urungkan ketika pintu gerbang di belakang Andi terbuka.
Di balik pintu gerbang tersebut, berdiri seorang wanita cantik. Meski ia telah beumur kepala tiga, tetapi ia terlihat seperti seorang mahasiwa berumur dua puluh tahunan. Jony kenal siapa wanita cantik tersebut. Ia adalah Tante dari gadis yang selama ini ia coba dekati namun belum membuahkan hasil.
Kemarahan membuat Jony melupakan di mana mereka berada saat ini. Ini adalah rumah Hilda. Jika Jony berbuat macam-macam di sini, sudah pasti Tante dari Dinda itu bisa langsung mengetahuinya. Dan Jony tidak mau merusak citra yang sudah susah-susah ia bangun selama ini.
Hilda memandangi ketiga pemuda di depan rumahnya. Dari apa yangs terlihat, sepertinya mereka tengah mengalami sedikit konflik di sini. Hilda mengerutkan keningnya melihat hal itu. Ia tidak mau ada perkelahian di depan rumahnya.
Ketika Jony melihat ekspresi pada wajah Hilda, pemuda itu bergegas melepaskan cengkramannya dari kerah baju Andi. Ia kemudian mudur beberapa langkah, membuat jarak antara dirinya dan Andi. Andi yang sudah lepas dari cengkaraman Jony, kini terlihat merapikan pakaiannya.
“Pagi Tante Hilda.” Sapa Jony.
“Pagi. Ini kalian ada apa rame-rame di sini?” tanya Hilda dengan pandangan menelisik.
Jony terlihat kebingungan merespon pertanyaan Hilda tersebut. Untung saja ada Rendi yang membantu Jony memberikan alasan kepada Hilda.
“Ini tante kami bertemu dengan teman sekolah kami. Tante tahu bukan kalau kami ini abis ujian, jadi kami jarang sekali datang ke sekolah. Kebetulan kami bertemu dengan Andi di sini, jadi kami berhenti untuk menyapanya.” Jelas Rendi.
“Ah iya begitu Tante. Kebetulan melihatnya di sini jadi kami menyapanya. Aku tidaks menyangka setelah ujian dia sekarang bekerja sebagai pengantar barang. Tadi aku menawarinya sebuah pekerjaan yang lebih baik dari ini siapa tahu dia bersedia.”
“Kalau begitu kami permisi dulu Tante. Sepertinya Tante masih ada urusan dengan teman kami ini.” Rendi kemudian sedikit menarik lengan Jony agar mereka bisa segera pergi dari sana.
Setelah Jony pergi, Hilda lalu memandang ke arah Andi yang kini tengah memakai kemeja kotak-kotak yang sedikit lusuh. “Jadi kamu temennya Dinda yang jualan dessert box itu?”
“Iya Tante. Saya temen sekelas Dinda yang jualan dessert box. Semua pesanan Tante sudah siap.”
“Apakah kalian tadi ada masalah? Sepertinya ketika aku datang tadi kalian hampir berkelahi.”
“Ah tidak ada tante. Kami hanya saling menyapa seperti yang mereka katakan tadi.”
Hilda mengangguk pelan. “Kalau begitu, bawa semuanya masuk.” Hilda memundurkan badannya, memberikan jarak yang cukup untuk Andi membawa motornya masuk ke dalam halaman rumahnya.
Melihat hal itu, Andi langsung menuntun motornya memasuki halaman rumah Hilda. Ia kemudian memarkirkan motornya dekat dengan pos satpam yang kosong. Setelahnya, Andi mengambil kotak Styrofoam dari atas motornya. Ia lalu mengikuti Hilda, yang sudah menutup gerbang rumah, masuk ke dalam rumah.
Hilda langsung mengarahkan Andi menuju dapur yang ada di rumahnya. Di sana terlihat dua orang asisten rumah tangga yang sedang sibuk memasak. Sepertinya mereka masih sibuk membuat makanan untuk arisan yang diadakan hari ini.
“Tata saja semuanya di meja.” Hilda menunjuk ke arah sebuah meja yang berada di dapur tersebut.
Tanpa menunggu lama, Andi langsung menata semuanya. Ia dessert box sesuai dengan variannya. Dengan begini akan mempermudah siapapun yang akan mengambilnya. Setelah semuanya selesai, Andi menghadap ke arah Hilda.
“Tante, semuanya sudah selesai. Kalo Tante atau teman-teman Tante menyukai dessert box buatanku, Tante bisa mengikuti akun sosial media dari dessert box-ku ini. Nama akunnya sudah ada di kemasan. Tante bisa juga memesan dessert box di sana. Kalau begitu saya permisi.”
“Tunggu dulu.” Ucap Hilda. Ia kemudian menyerahkan satu lembar uang pecahan seratus ribu kepada Andi. “Ini ongkos kirimnya. Terimakasih sudah mengantarkannya tepat waktu.”
Melihat uang tersebut, Andi tidak langsung mengambilnya begitu saja. Ia memandangi uang yang masih berada di tangan Hilda tersebut sambil mengangkat kedua tangannya. “Itu kebanyakan Tante. Sebenarnya nggak perlu ongkos kirim juga nggak masalah. Tante kan sudah pesen banyak, jadi ini sebenarnya nggak perlu.”
“Udahalah. Terima saja ini. Rezeki kalo datang jangan ditolak.” Ucap Hilda kembali menyodorkan uang berwarna merah tersebut.
“Ehm.... Makasih kalo gitu Tante. Saya permisi dulu tante.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
Benny
next
2022-03-26
1
Iskandar Yunaeni
kelamaan kayanya
2021-12-11
0
UPIN IPIN
author ini cuma saran klo bisa. sertakan dgn visualnya dong👍👍👍👍👍
2021-11-28
1