Sedari tadi Andi memandangi ponselnya. Pemuda itu melihat dengan seksama video-video tentang cara pembuatan dessert box. Banyak macam varian dari dessert box yang Andi lihat. Untuk saat ini Andi memutuskan untuk membuat satu varian dari desert box.
Bukannya dia tidak bisa, tetapi modalnya masih minim. Saat ini Andi dengan tekun mencatat semua bahan yang ia perlukan untuk membuat dessert box. Ia tidak mau jika nanti ia belanja bahan, ada bahan yang kelupaan.
Andi tau bahwa meski dirinya memiliki kemampuan lidah manis, itu tidak langsung menjadikan dessert box miliknya enak. Ia masih perlu melakukan percobaan untuk menemukan resep yang pas, yang paling enak di lidahnya.
Andi tidak memiliki guru dalam hal ini. Ibunya memang pandai memasak makanan yang enak. Andi mengakui hal itu. Tetapi ibunya tidak pernah membuat kue, apalagi kue yang sedang tren saat ini seperti dessert box yang ingin Andi buat.
Oleh karena itu Andi sudah siap untuk mengalami beberapa kali kegagalan. Dalam beberapa hari kedepan dirinya pasti akan disibukkan dengan percobaan demi percobaan. Dan itu membutuhkan uang yang tidak sedikit. Andi mengetahui hal itu.
Bahan untuk sekali pembuatan dessert box untuk empat porsi cukup mahal. Meski Andi bisa membeli bahan termurah, setidaknya dirinya membuthkan modal enampuluh ribu. Dengan nilai konversi dari nafas yang Andi peroleh saat ini, ia hanya bisa membeli satu porsi resep.
Andi mengecek kembali daftar belanjaannya, ia beberapa kali mencocokkan daftar belanjaannya dengan resep dari dessert box yang akan Andi buat. Setelah memastikan semuanya cocok dan tidak ada yang terlewatkan, Andi bangun dari tempat duduknya. Ia keluar dari kamarnya dan mendekati Anisa yang kini berada di dapur.
“Bu, aku keluar dulu ya. Pinjem motornya.” Ucap Andi meraih tangan ibunya dan menicumnya.
“Mau kemana Kak?”
Anisa sedikit heran melihat Andi yang berpakaian rapi, dan memakai jaket. Tidak biasanya anak sulungnya ini keluar rumah. Apalagi di saat matahari sedang panas-panasnya seperti sekarang ini. Biasanya jika panas-panas seperti sekarang ini anaknya itu akan lebih memilih mengurung diri di kamar, bertelanjang dada dan menyalakan kipas pada kecepatan tertinggi.
“Mau keluar beli sesuatu bu. Entar kayaknya Arfan aku jemput sekalian jadi ibu nggak perlu jemput Arfan. Dia pulangs jam satu kan?”
“Ya udah kalo kamu nanti sekalian mau jemput adek kamu. Hati-hati di jalan ya. Jangan ngebut-ngebut.” Anisa mengingatkan.
“Tentu aja nggak akan bu. Aku berangkat.”
*****
Toko bahan kue yang akan Andi kunjungi letaknya tidak terlalu jauh. Itu hanya sepuluh menit perjalanan dari rumahnya. Setelah memarkirkan motor maticnya, Andi memasuki toko tersebut. Udara di ruangan ber-AC tersebut memberikan kesejukan bagi Andi yang baru saja berada di bawah terik matahari.
Andi mengambil keranjang belanjaan dan berjalan mencari bahan-bahan yang dibutuhkannya. Ia belum pernah memasuki toko ini jadi Andi sedikit kesulitan untuk menemukan lokasi rak penyimpanan barangs yang ia cari.
“Cokelat batang tigaratus gram, cokelat bubuk seratus gram. Hemm… Dimana letak whipping cream.”
Andi kembali memutari rak-rak yang ada di sana, mencari bahan yang lainnya yang belum ia dapatkan. Andi membutuhkan waktu setengah jam dalam berbelanja. Kebanyakan waktunya ia gunakan untuk membandingkan harga antara satu merek bahan dengan yang lainnya. Selain itu ia juga perlu menghitung harga dari setiap barang yang ada di keranjang belanjaannya.
Untuk saat ini Andi menggunakan bahan termurah. Ia terkendala dengan modal yang tidak seberapa. Hal ini jugalah yang membuatnya menghitung harga belanjaannya. Ia tidak mau ketika membayar di kasir uangnya kurang. Meski mungkin saja ada beberapa barang yang bisa ia batalkan untuk dibeli, tetapi rasa malunya yang tidak bisa Andi terima.
“Ini aja cukup. Untuk toplesnya belakangan aja. Sekarang eksperimen dulu jika sudah berhasil yang kurang dilengkapi dan bahan yang murah diganti dengan yang kualitasnya lebih baik lagi.” Andi bergumam pelan.
Melihat semua bahan yang perlu dibeli sudah masuk di dalam keranjang, Andi berjalan menuju kasir untuk melakukan pembayaran. Ketika Andi tinggal beberapa langkah sampai di kasir, ia mendengar seseorang memanggil namanya.
“Andi?”
Andi membalikkan badannya. Beberapa langkah di depannya berdiri seorang gadis cantik. Gadis itu memakai kaos lengan pendek bergambar doraemon dan celana pendek selutut. Rambut panjang gadis itu yang digerai menambah kecantikan gadis itu.
“Eh aku kira aku salah orang. Ternyata beneran kamu. Ngapain kamu di sini?” tanya gadis tersebut.
“Lagi belanja bahan kue Din.” Jawab Andi singkat.
Gadis yang kini berada di depannya adalah Dinda, ketua kelasnya. Dinda merupakan gadis cantik yang memiliki banyak penggemar. Dia termasuk gadis yang cukup supel. Gadis itu berteman dengan siapapun. Mungkin karena jabatannya sebagai ketua kelas membuatnya lebih dekat dengan semua teman sekelas. Termasuk juga Andi.
Jika diingat, diantara teman laki-lakinya di kelas, Dinda lebih dekat dengannya. Bukan karena mereka pacaran. Tetapi itu semua karena mereka menyukai hal yang sama. Menonton anime Jepang. Kesamaan hobi mereka inilah yang membuat Andi diam-diam menyukai Dinda semasa SMA. Tetapi Andi tidak berani mengungkapkannya.
Andi sedikit sadar diri. Keadaan mereka berdua jauh berbeda. Dinda adalah anak yang terlahir di keluarga berada. Teman-temannya yang lain pun juga anak dari kalangan berada. Jika bukan hobi mereka yang sama, maka mungkin intensitas pembicaraan mereka tidak akan banyak.
“Ibu kamu mau bikin kue? Bukannya ibumu bisnis catering, apa sekarang nambah nerima pesenan kue?” tanya Dinda penasaran.
“Ah enggak. Bukan ibu yang mau bikin kue, tapi aku yang mau bikin kue.” Jawab Andi singkat.
“Kamu? Bikin kue?” tanya Dinda yang kini tengah memicingkan matanya sembari menunjuk ke arah Andi. “Apa aku nggak salah dengar. Sejak kapan kamu bisa bikin kue?”
“Aku belom pernah bikin sih. Cuma mau belajar bikin dessert box buat dijual. Aku lagi belajar dari nonton video masak. Ini lagi beli bahan buat percobaan.” Jelas Andi singkat.
“Oh mau dijual. Kalo udah jadi dan siap di jual kirimin aku satu ya. Kalo beneran enak aku bantu promosiin.”
Andi mengangguk pelan. “Makasih kalo gitu. Aku duluan ya Din. Abis ini mau jemput adik aku.”
“Oke. Aku tunggu ya dessert boxnya.”
Andi bergegas menuju kasir. Ia sedikit gugup ketika berbicara dengan Dinda barusan. Selama ini yang mereka bicarakan hanyalah seputar anime yang tengah mereka tonton. Mereka tidak pernah membicarakan hal lain. Apalagi ini pertama kalinya Andi bertemu dengan Dinda di luar lingkungan sekolah.
Oleh karena itu dia buru-buru meninggalkan Dinda. Bisa dibilang saat ini Andi tengah melarikan diri dari Dinda.
*****
“Kami pulang.” Ucap Andi ketika memasuki rumah.
“Aku pulang ibu.” Teriak Arfan yang berlari dari belakang Andi.
“Anak-anak ibu sudah pulang rupanya. Itu kakak beli apa?” tanya Anisa ketika melihat kresek besar yang berada di tangan Andi.
“Bahan kue bu. Aku mau belajar bikin kue.”
“Belajar bikin kue?” Anisa sedikit mengerutkan keningnya ketika mendengar hal tersebut. “Memangnya kamu mau apa kok pake belajar bikin kue?”
“Ya mau jualan bu. Sekarang kan lagi tren dessert box. Aku mau coba jualan itu. Ini aku beli bahan buat belajar bikin dessert box.”
“Emang kamu bisa?”
“Ya ini mangkanya belajar ibu. Sekarang ini kan banyak video tutorial di internet. Tutorial masak, tutorial bikin kue, bahkan sampe tutorial benerin barang. Jadi aku tinggal ikutin apa yang ada di video. Meski belum tentu langsung enak, tetapi kalo aku ikutin apa yang ada di video pasti aku akan bisa berhasil.” Ucap Andi dengan penuh keyakinan.
“Apa kamu ada uangnya? Buat beli bahan-bahan buat semuanya. Apa kamu ada uangnya? Jangan habisin semua tabungan kamu. Kamu baru aja beliin adek-adek kamu ini itu. Sekarang kamu malah mau jualan kue kayak gini. Kalo kamu uangnya kurang, bilang aja ke ibu. Nanti ibu tambahin. Uang tabungan itu buat kebutuhan mendesak kok kamu malah dihabis-habisin.” Omel Anisa.
Setelah mengetahui Andi membelikan beberapa barang untuk adik-adiknya, memang Andi mendapatkan omelan dari orangtuanya. Mereka memarahi Andi yang menggunakan uangnya tanpa terkontrol. Mereka bilang bahwa orangtuanya masih sanggup membelikan barang untuk adik-adiknya. Jadi Andi tidak perlu menghabiskan tabungannya untuk membelikan adiknya barang keinginan mereka.
“Tidak usah bu. Semuanya cukup. Tabunganku masih ada kok tenang aja . Ibu nggak usah khawatir.”
Andi tersentuh dengan perkataan ibunya. Orangtuanya memang selalu mendukung keinginan mereka. Mereka tidak pernah melarang keinginan anak-anaknya selagi keinginan itu tidak melanggar aturan dan norma. Andi bersyukur memiliki orangtua seperti Aripto dan Anisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
yuce
otu siandi terlalu menanjakan adrk perempua. ketimbang adrk laki2nya. adek perempuanny sellalu meminta baju kao boyvand beda bangat dengan adek laki2nya.
2022-11-09
1
Namsu Iltu
keluarga A
2022-09-03
0
AndreWhy
smoga lancar
2022-03-14
1