Cara Menjadi Kaya : BERNAFAS
Terik mentari yang terasa membakar kulit dirasakan oleh Andi. Ia keluar dari gerbang sekolahnya dan disambut dengan terik mentari di musim kemarau ini. Andi baru saja menyelesaikan ujian akhir. Kini ia hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan.
Andi sendiri belum mengetahui apa yang akan ia lakukan setelah ini. Melanjutkan sekolah atau malah memilih bekerja. Andi enggan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya. Bukan karena nilai sekolahnya yang jelek, bukan. Ia berada di peringat menengah di setiap angkatannya. Jadi dengan nilai seperti itu dirinya bisa melanjutkan kuliah.
Keadaan ekonomi keluarganya lah yang membuat Andi enggan untuk melanjutkan pendidikannya. Orangtuanya bukalah pegawai dengan gaji bulanan yang tetap. Ayahnya hanyalah driver ojek online yang pendapatan hariannya tidak menentu. Sementara ibunya yang membuka bisnis katering itu juga tidak memberi pendapatan yang tetap. Meski kadang banyak pesanan, tetapi tidak jarang juga dalam sebulan ibunya hanya menerima lima kali pesanan.
Semua itu tidak mencukupi kebutuhan keluarganya yang beranggotakan lima orang itu. Andi masih memiliki dua orang adik yang masih bersekolah. Amira adiknya yang terpaut dua tahun darinya, duduk di kelas sepuluh SMA, di sekolah yang sama dengan Andi. Sedangkan Arfan adik bungsunya akan masuk SMP di tahun ajaran baru.
Sudah jelas itu akan menambah beban orangtuanya jika Andi memilih untuk berkuliah. Memang guru BK di sekolahnya sudah mensosialisasikan program beasiswa pemerintah bagi siswa kurang mampu. Tetapi tetap saja jika Andi kuliah akan mengeluarkan uang.
Meski program beasiswa tersebut menggratiskan semua UKT yang ada dan juga adanya uang bulanan tetapi itu tidak cukup. Andi tinggal di salah satu Kabupaten di Jawa Timur. Di tempatnya tinggal tidak ada universitas negeri. Jadi jika Andi ingin mengikuti program beasiswa tersebut ia harus berkuliah di luar kota.
Biaya kos dan uang makan yang perlu Andi keluarkan tidak sepenuhnya bisa ditutup dengan uang bantuan pemerintah. Jika Andi bekerja, setidaknya ia bisa meringankan beban ekonomi dari ayah dan ibunya.
Memikirkan hal itu saja sudah membuat kepala Andi pusing. Belum lagi terik matahari yang panas ini membuat Andi bertambah pusing. Andi pun bergegas menaiki sepedanya dan mengayuhnya pulang. Mungkin jika berada di rumah ia bisa menghindar dari terik panas matahari.
Memang setiap hari Andi berangkat sekolah dengan menaiki sepedanya. Jarak antara sekolahnya dan rumah yang hanya tiga kilometer membuat Andi memilih menaiki sepeda. Keluarganya memiliki dua motor. Satu untuk ayahnya bekerja, satu lagi untuk di rumah, dipakai ibunya jika ia perlu untuk keluar rumah. Hal itu membuat Andi menjadi satu-satunya murid di angkatannya yang ke sekolah dengan bersepeda.
Terkadang beberapa temannya mencemooh Andi yang tidak membawa motor ke sekolah seperti temannya yang lain. Terkadang ban sepeda Andi juga dikempesi. Meski Andi sudah memarkirkan sepedanya di tempat yang paling dekat dengan pos satpam, tetapi masih ada anak yang berhasil menjahili Andi.
*****
“Aku pulang.” Ucap Andi ketika memasuki rumahnya.
“Kakak sudah pulang. Gimana ujiannya tadi?” tanya Amira adiknya.
Andi duduk di kursi yang ada di ruang tamu. Ia kemudian melepas sepatu yang dipakainya. Ketika Andi melepaskan sepatunya, dari sudut matanya Andi melihat Amira setengah berlari masuk kembali ke dalam rumah.
“Semuanya lancar. Untung aja jaringan internetnya tidak bermasalah ketika Kakak menjawab soal.” Jawab Andi singkat.
Rumah mereka tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil. Hanya rumah dengan tiga kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, ruang makan dan ruang tamu. Jadi Andi tidak perlu berbicara keras dengan Amira yang kini berada di dapur. Letak dapur dan ruang tamu yang hanya dipisahkan oleh almari membuat suara Andi masih bisa terdengar oleh Amira.
Amira kembali mendatangi Andi. Kini ditangannya sudah ada segelas air putih. Amira kemudian menyerahkan gelas tersebut kepada Andi.
“Makasih.” Andi merasa bersyukur memiliki adik perhatian seperti Amira. Kakaknya pulang sekolah di tengah terik matahari seperti ini, langsung disodori air minum ketika sudah sampai di rumah.
“Ah segarnya. Kemana ibu dek?” tanya Andi yang hanya melihat keberadaan Amira. Biasanya ibunya pasti akan datang juga jika dirinya pulang sekolah.
“Ibu ke tokonya Bu Jum. Mau beli beras, besok ada pesanan katering. Kalo Kak Andi mau makan aku gorengin telor.”
Andi mengeleng pelan. Dirinya masih enggan makan, belum lapar untuk saat ini. “Mungkin nanti dek. Kakak mau tidur dulu bentar. Nanti bangunin setengah jam lagi.” ucap Andi.
“Oke Kakak.”
Andi berjalan menuju kamarnya, kamar yang ia tempati berdua dengan adiknya Arfan. Kamarnya letaknya di tengah, diapit diantara kamar Amira yang paling depan dan kamar orangtuanya di belakang. Kamarnya terlihat sedikit berantakan. Banyak buku yang berserakan di sana sini.
Maklum saja kedua pemilik kamar ini beberapa minggu terakhir melakukan belajar intensif sehingga beberapa buku mereka masih berada di sana sini. Mereka belum sempat membereskan semua ini. Andi sedikit membereskan ranjang yang akan ditidurinya. Setidaknya ia tidak mau tidur di atas buku-buku.
Andi merebahkan dirinya di atas ranjang. Ia sebenarnya tidak benar-benar berniat untuk tidur. Ia hanya ingin memikirkan langkah selanjutnya yang perlu ia ambil setelah ini. Apa yang ia pilih tidak hanya mempengaruhi dirinya tetapi juga keluarganya.
Ketika sedang asik merenung, Andi mendengar suara notifikasi dari ponselnya. Dengan sedikit enggan, Andi bangun untuk meraih ponselnya yang masih berada di dalam tas. Ponsel milik Andi hanyalah ponsel android model lama. Ia membelinya bekas dengan uang tabungannya. Setidaknya poselnya ini masih bisa digunakan untuk berkomunikasi.
Ada sebuah pesan dari group kelasnya di WhatsApp. Dengan sedikit penasaran Andi membukanya.
“Hoy teman-teman. Sabtu besok aku mengundang kalian makan-makan di rumah. Ibuku bilang ia ingin mengadakan syukuran kecil karena aku sudah selesai ujian. Jangan lupa datang ya. – Jony.”
Jony, salah satu teman sekelas Andi yang terlahir dari keluarga kaya. Setiap hari anak itu berangkat ke sekolah mengendarai mobil. Meski sekolahnya tidak menyediakan lahan parkir untuk mobil, namun anak itu tetap membawanya ke sekolah. Ia akan memarkirkan mobil itu di pertokoan yang ada di depan sekolah.
Andi dengar keluarga Jony memiliki beberapa pabrik. Usahanya juga beragam. Keluarga Jony termasuk orang yang sangat kaya di tempat Andi tingal. Dan Andi menjadi teman sekelas Jony sejak kelas sepuluh hingga sekarang.
Jony memang sering mentraktir teman-teman sekelasnya. Jadi tidak heran jika sekarang dia mengundang teman-temannya untuk makan-makan bersama. Jony ini adalah salah satu orang yang melakukan perundungan kepada Andi. Meski tidak terang-terangan, tetapi dia sering membayar beberapa anak untuk mengempesi ban sepedanya.
Andi mengetahui semua itu dari Dinda, ketua kelasnya yang kebetulan mencuri dengar pembicaraan Jony dan komplotannya. Andi sendiri tidak mengetahui kenapa Jony memusuhinya hingga seperti itu. Ia rasa dirinya tidak pernah menyinggung anak itu.
“Wah boss Jony mau mengundang kita ke rumahnya.” Balas salah satu teman Andi.
“Boss Jony kita tidak perlu membawa apapun kan?” tanya temannya yang lain.
“Tidak perlu tentu saja tidak perlu. Jangan lupa kalian perlu berpakaian rapi. Jika tidak satpam komplek perumahanku tidak akan mengijinkan kalian masuk. Hahahaha.” Jony membalas.
Andi menarik nafas panjang. Ia sudah memahami bahwa tulisan Jony barusan ditunjukkan kepada dirinya. Pakaian yang biasa Andi pakai memang tidak terlalu modis. Ia hanya memakai pakaian murah yang dijual di pasar pakaian di tempatnya tinggal. Andi lebih memilih menabung uangnya untuk yang lain daripada membeli pakaian.
Andi menutup aplikasi chat tersebut. Ia kemudian membuka-buka deretan aplikasi yang ada di ponselnya. Pandangan Andi tertuju kepada aplikasi dompet digital yang ada di sana. Andi membukanya dan melihat saldo yang dimilikinya.
Rp 200.000,-
Hanya duaratus ribu. Itu adalah uang terakhir Andi. Sejak banyaknya transaksi melalui dompet digital, Andi memilih menyimpan uangnya di sana. Ia tidak lagi repot-repot mengeluarkan dompet ketika akan berbelanja. Cukup scan QR code dengan ponselnya maka pembayaran akan segera selesai. Sekarang toko kecil pun sudah menyediakan QR code untuk pembayaran digital.
Ketika Andi tengah fokus memperhatikan nominal uang yang ada di dompet digitalnya, sebuah pop up notifikasi keluar di layar ponselnya. Andi membaca dengan seksama tulisan yang ada di sana.
[Apakah Anda ingin menjadi kaya raya? Jika ya tekan tombol setuju maka kami akan membuat Anda semakin bertambah kaya.]
[Tidak Setuju] [Setuju]
Begitulah isi dari notifikasi yang tertulis di sana. Andi cukup kaget membaca notifikasi tersebut.
“Cih. Masih ada aja notifikasi seperti ini. Pasti ini hanya sebuah iklan seminar cara menjadi kaya. Tidak semua orang bisa mengikuti jejak orang kaya. Apa mereka pikir dengan mengikuti seminar mereka bisa dengan mudah menjadi kaya seperti halnya narasumber? Sungguh naïf.”
Andi mencoba menghilangkan notifikasi tersebut dari layar ponselnya. Ia menekan tombol kembali pada layar ponselnya namun tidak ada yang berubah. Notifikasi tersebut masih berada di sana. Andi juga mencoba menekan tombol power, berharap dengan begitu ponselnya akan terkunci dan notifikasi itu hilang. Tetapi tetap tidak ada perubahan. Bahkan Andi juga mencoba merestart ponselnya. Tetap tidak berubah.
“Sial. Saat seperti ini kenapa ponselku hang. Apa maumu? Apa ini karena notifikasi ini membawa virus?”
Itu semua mungkin saja terjadi. Sekarang ini banyak sekali notifikasi-notifikasi yang berisi virus. Jika kita menekannya, maka virus tersebut akan dikirimkan ke device milik kita. Entah itu ponsel, PC, maupun Laptop.
“Sial. Siapa pula yang mengirimiku notifikasi seperti ini. Demi Tuhan saldo di dompet digitalku hanya duaratus ribu. Dan itu juga adalah semua tabunganku. Kenapa ada yang mengirimiku virus seperti ini.”
Andi sering sekali membaca berita online tentang banyaknya pencurian akun keuangan digital untuk menguras uang yang ada di sana. Andi rasa saat ini dirinya akan menjadi salah satu korban dari pencurian akun tersebut. Lihat saja ketika dirinya membuka akun dompet digitalnya hal ini langsung terjadi.
“Oke kalo itu mau kalian aku akan menurutinya. Aku mau lihat apa yang akan kalian lakukan kepada akunku yang hanya berisi uang duaratus ribu itu.”
Andi kemudian menekan tombol setuju pada layar ponselnya. Tidak lama kemudian notifikasi baru muncul disana.
[Terimakasih telah melakukan pilihan. Silahkan tunggu beberapa saat lagi, semuanya masih dalam pemrosesan]
[0%]
[8%]
[30%]
[60%]
[99%]
[100%]
Setelah angka sudah menunjukkan 100% notifikasi tersebut menghilang. Layar ponselnya kembali menunjukkan beranda pada aplikasi dompet digital yang sebelumnya Andi buka. Nominal saldo yang tertera di sana masih tetap duaratus ribu rupiah. Tidak ada perubahan yang terjadi.
Tidak lama kemudian, Andi mendengar bunyi notifikasi. Tetapi layar ponselnya masih tetap menujukkan beranda aplikasi dompet digital. Ia juga tidak melihat adanya notifikasi lainnya di ponsel miliknya.
[Ding]
[Modul menjadi kaya telah terinstal. Host silahkan nikmati semua proses menjadi kaya]
Andi mendengar suara monoton seperti suara yang dihasilkan oleh sebuah kecerdasan buatan. Monoton seperti robot. Andi mencoba mencari sumber dari suara terebut. Tetapi tidak menemukannya. Suara itu tidak berasal dari ponselnya. Tetapi kenapa suara itu terdengar sangat dekat. Seperti ada seseorang yang berbisik di telinganya.
[Ding]
[Host selamat datang pada modul menjadi kaya dengan cara bernafas level 1]
[Setiap tarikan satu tarikan nafas Host akan dikonversikan menjadi 1 rupiah]
[Host perlu menaikkan level dari modul untuk mendapatkan konversi yang lebih tinggi lagi]
[Setiap rupiah yang host keluarkan, baik itu untuk membeli sesuatu, berinvestasi, atau memberikannya kepada orang lain akan mempercepat naiknya level dari modul]
[Selamat berjuang menghabiskan uang Host]
[Ding]
[Modul Menjadi Kaya]
[Level 1 (0/100000)]
[Saldo Host : Rp 200.000,-
[Tingkat Konversi : 1 kali nafas \= 1 rupiah]
Suara itu masih terdengar jelas di telinga Andi. Setelah mengingat dengan jelas setiap kata yang terdengar di telinganya baru lah Andi bisa menarik sebuah kesimpulan.
“Sial.” Umpat Andi dengan suara keras. “Jangan bilang aku baru saja mendapatkan sistem?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
MUHAMMAD ZAIDAN FAIZ
aoto nafas manual
2024-05-05
0
Pengguna system v.02
bLoookkkkk emang
2024-01-03
0
SAYA
p
2024-01-01
0