Ch. 3: Sosok Di Balik Reputasi

Seperti biasa, hubungan baik antara Maurice, Ella, dan Anton Moorsel membuat ketiganya duduk dalam satu meja. Ditemani dengan cocktail dan hidangan pembuka.

"Jadi, pada kenyataanya aku akan lebih percaya jika kau mengatakan identitas aslinya." Anton Moorsel mengalihkan percakapan setelah urusan bisnis tak dirasanya penting untuk di bahas.

"Apa yang kau maksud dengan aslinya?" alis Maurice Richenle tertarik ke atas dengan nada suara yang santai.

Moorsel terkekeh ringan. "Ayolah, untuk mempercayai dia gadis biasa yang menjadi bagain dari CIA mampu menarik minat putramu, itu terdengar seperti omong kosong."

Maurice hanya tersenyum selagi matanya menatap ke arah istrinya yang tertawa kecil.

"Kau terlalu ingin tahu, Anton." Ella masih menyelipkan sedikit tawa di sela ucapannya.

"Kita sedang membicarakan putramu, Ella. Ziv Richenle yang tak pernah menunjukkan minat mampu bertekuk pada gadis yang entah darimana. Itu patut di pertanyakan." Anton mendengus saat ia berbicara.

"Pertama, bisakah kau sedikit menghaluskan bahasamu dengan tak menyebutkannya layaknya ia berasal dari tempat terpencil?" tangan Maurice mengambil gelas cocktail untuk lebih dekat.

"Kedua, akan lebih tepat jika kau menyebutnya gadis misterius, bukan begitu?" pertanyaan itu diiringi oleh Maurice yang meminum satu teguk minumannya.

"Dia takkan lagi menjadi gadis misterius di mataku setelah kau mengatakan kebenarannya, apa aku salah?" nada Moorsel terdengar menantang. Membuat Maurice terdiam sejenak.

"Xiuelhamn." dia memberi sedikit jeda sebelum melanjutkan. "Dia keturunan Xiuelhamn. Putri dari Arvand Xiuelhamn dan Gricella Hernandez."

Ada yang menarik setelah Maurice membeberkan fakta itu, yakni reaksi Anton Moorsel yang tidak terlalu terkejut meski raut wajahnya sedikit menunjukkan keterkejutan di awal.

"Reaksimu, bukankah terlalu kurang?" Maurice tersenyum tipis.

"Saat melihat sosok lain di sebelahnya aku mulai menduga-duga." jelas perkataan Anton merujuk pada Isaac Alejandro.

"Hanya saja aku tak mengira tebakan itu jauh dari kata salah." ekspresi Anton, entah mengapa berubah. Berbeda dengan awal yang terlihat santai, pria tua itu kini lebih serius dari nada bicara dan raut wajahnya.

"Tapi bagaimana mungkin?" nada bicaranya terdengar penuh tanya. "Setelah kecelakaan belasan tahun silam, keberadaan keturunan terakhir mereka dikatakan menghilang."

"Hal itu yang menyebabkan kau dan Isaac Alejandro mengelola aset Xiuelhamn, bukan begitu?"

Maurice mengangguk sebagai respon selagi Ella menatap dalam diam.

"Dan sekarang, dia ... Siapa namanya?" Anton sedikit mengerutkan kening.

"Nathalie Chesazia Xiuelhamn."

"Terlalu panjang." keluhnya.

"Kau bisa memanggilnya Chesa." Maurice mendengus malas.

"Baik, kembali lagi ke awal. Setelah belasan tahun di anggap lenyap, bukankah hal aneh untuk sekarang dia tiba-tiba hadir?" ekspresi Anton membuat Maurice memiringkan kepalanya.

"Tidak. Ini adalah bagian dari rencana."

***

Pada faktanya, Chesa yang tak terlalu suka keramaian lebih memilih diam di pojok ruangan bersama kekasihnya, Ziv Richenle di temani oleh sampanye yang mereka ambil di awal.

Sedang Isaac ikut bersama Jack untuk mengobrol bersama beberapa rekan, keberadaan Lucy yang seperti hilang di tengah pesta cukup membuat Chesa mempertanyakan keberadaan wanita itu.

"Untuk apa kau mencarinya? Dia takkan hilang terlalu jauh." Ziv berkata malas setelah menyadari apa yang membuat mata Chesa mengelilingi setiap sudut Convention Hall yang sudah di penuhi oleh tamu undangan.

"Aku butuh seseorang untuk menjawab pertanyaan." ada nada bosan dalam ucapannya.

"Kau memiliki aku di sisimu, kenapa harus mencari yang lain?" meski kesal, intonasi lembut mendominasi suara pria muda itu.

Perkataan Ziv membuatnya mendengus malas. Sedari awal, Chesa sudah bertanya tentang banyak hal. Ia bahkan sudah menanyakan siapa itu dan siapa ini, namun jawaban yang ia peroleh selalu sama.

'Dia tak penting'

'Bukan sosok yang istimewa'

Kurang lebih itulah perkataan yang menjadi jawaban dari pertanyaannya. Hal yang membuat Chesa tak habis pikir apa yang ada dalam pikiran pria itu.

"Jika jawabanmu selalu sama, aku perlu bertanya pada yang tepat." Chesa meneguk satu tegukan dari gelasnya.

Namun, belum sempat tangannya ingin kembali mengarahkan gelas ke mulut untuk tegukan kedua, lengan kekar milik Ziv mencegah gerakan itu. Membuat Chesa menoleh dengan ekspresi merengut.

"Jangan terlalu banyak minum. Aku tak ingin kau lepas kendali." Ziv menggeleng pelan sambil merebut gelas itu. Memberikannya pada salah satu pelayan yang lewat bersama gelas miliknya.

"Kau sendiri sudah menghabiskan dua gelas." ekspresi Chesa terlihat masam.

"Aku berbeda, Nathalie. Toleransiku terhadap alkohol cukup tinggi, sedang kau?" nada Ziv terdengar menantang diikuti ekspresi mengejek.

Hanya saja, ekspresi pria itu berubah saat matanya melihat Lucy yang melangkah menghampirinya. Asisten pribadinya itu terlihat memberi tanda dengan lirikan mata ke satu arah.

Ziv tak membalas, namun tatapannya cukup untuk membuat Lucy mengerti. Jadi wanita itu berjalan menghampiri Chesa dengan senyum terkembang.

"Bukankah kalian terlalu lama berduaan?" Lucy berkata dengan wajah menggoda.

"Karena Lucy sudah di sini, aku perlu untuk menemui rekan kerja. Kau tak masalah jika aku menyapa beberapa orang bukan?" Ziv menatap Chesa dengan senyum yang ringan.

"Ya, pergilah. Aku tak apa." ia mengangguk pelan.

Lagipula keberadaan Ziv yang selalu di sisinya terkadang membuat beberapa orang memperhatikan interaksi mereka. Membuat Chesa tak cukup nyaman dengan pandangan yang terjatuh padanya.

"Jika kau ingin sesuatu minta pada Lucy. Aku takkan lama, jadi tetaplah dalam jangkauanku." Ziv menempelkan bibir ke pipinya untuk beberapa detik lalu berjalan menjauh.

Kepergiannya membuat Lucy menggerutu. "Bocah tengik itu mulai tak sopan di hadapan yang lebih tua."

Hanya saja, Chesa tak menanggapi. Matanya justru tertuju pada satu arah.

Di mana seorang pria ber jas cokelat dengan kacamata yang bertengger di indra penglihatannya, membuat Chesa cukup terpaku. Selain karena pembawaan yang sama sekali tak mencerminkan seorang pengusaha, pria itu lebih memiliki kesan seperti seorang Dokter.

"Lucy." panggil Chesa membuat pemilik nama menoleh.

"Arah jam 2. Pria ber jas cokelat. Siapa dia? Penampilannya tak seperti seorang pengusaha."

Lucy menghalihkan pandangannya ke arah yang di maksud oleh Chesa. Matanya menajam untuk beberapa saat.

"Oh pria itu." ketika sadar, Lucy sedikit menganggukan kepalanya.

"Dia Prof. Kenneth Walgren. Seorang astronom terkemuka yang eksistensinya menarik perhatian NASA. Kenneth terkenal karena obsesinya pada Black Hole." Lucy menjelaskan dengan semangat.

"Terobsesi pada Black Hole?" Chesa mengulang dengan ekspresi aneh.

"Ya, dia mempresentasikan teori bahwa Black Hole adalah tempat yang menyimpan misteri besar alam semesta. Kenneth percaya bahwa di sana adalah ruang yang membuat semua hukum alam dan fisika tak lagi berlaku."

Jawaban Lucy membuat Chesa sedikit mengerutkan kening. "Kenapa ada ilmuwan sepertinya di acara ini. Bukankah ini adalah perkumpulan para pengusaha?"

"Ya, tak salah namun, pesta semacam ini adalah kesempatan bagus bagi para ilmuwan untuk mencari pendana. Selain itu para pengusaha juga membutuhkan orang cerdas untuk bekerja di perusahaan mereka." memperjelas maksudnya, Lucy kembali melanjutkan.

"Kenneth termasuk ilmuwan yang cerdas dalam bidangnya, kehadirannya disini pasti menarik Neil Barret. Pengusaha yang perusahannya sudah lama bergerak di bidang pengembangan alat-alat astronomi termasuk membuat pesawat luar angkasa."

"Seperti simbiosis mutualisme. Jadi itu tak menutup kemungkinan untuk hadirnya beberapa ilmuwan." penjelasan Lucy membuat Chesa mengangguk.

Pada saat itu, ia menyadari bahwa ada beberapa orang dengan penampilan seperti Kenneth Walgren. Yakni lebih terlihat seperti ilmuwan.

"Kau lihat arah jam 11?" Lucy bertanya dengan menatap ke arah lain.

"Wanita dengan gaun putih itu adalah Prof. Iris Vahlen. Ilmuwan ahli biorobotik yang di undang oleh perusahaan Lovric Robotics. Wanita yang berusaha mengembangkan Kecerdasan Buatan dalam bentuk robot yang berfikir seperti manusia."

"Lalu arah pukul 8. Wanita yang memakai setelan berwarna biru, dia Dr. Magne Lerche. Ilmuwan ahli virologi ternama yang membangun laboratorium praktik virologi terbesar di Norwegia."

***

Informasi Tambahan:

Black Hole atau dalam bahasa Indonesia di sebut Lubang Hitam adalah bagian ruang waktu yang memiliki massa paling kuat.

Dalam teori relativitas umum, memprediksi bahwa butuh massa besar untuk menciptakan sebuah lubang hitam yang berada di ruang waktu. Hal inilah yang membuat Black Hole memiliki gravitasi yang melebihi matahari. Objek ini disebut "hitam" karena menyerap apapun yang berada disekitarnya dan tidak dapat kembali lagi, bahkan cahaya.

Dikatakan bahwa di dalam Black Hole, terdapat tempat yang di sebut singularity(singularitas). Sebuah titik di mana ruang dimensi dan waktu dengan kekuatan gravitasi tanpa batas membuat semua hukum alam dan fisika tak lagi berlaku.

Bagian di Chapter ini terinspirasi dari Interstellar. Film fiksi ilmiah paling akurat yang pernah di buat. Selain karena sosok Christopher Nolan merupakan sutradaranya, ada juga Kip Thorne, pakar fisikawan peraih nobel yang juga terlibat langsung dalam pembuatan Interstellar.

 

Note:

Jika ada kesalahan dalam kata dan informasi, bisa di diskusikan baik-baik ya. Terima Kasih.

Terpopuler

Comments

Rinny AP

Rinny AP

kau termasuk author jenius kah . bisa nulis sekeren ini dan ga ketebak endingnya

2023-01-21

0

Retno Dwi

Retno Dwi

thx info nya thor

2022-02-20

0

Santi Putri

Santi Putri

next.

2021-12-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!