Chapter 18

Setelah mobil Dokter Popy melaju pergi, Kaheza menuju kamarnya dengan membawa makanan di atas nampan. Ia duduk di tepi ranjang dengan nampan dalam pangkuan dan tangannya terulur menyentuh bahu Shain. "Makan dulu ya, Shain? Supaya cepet sembuh."

Tidak ada sahutan dari perempuan yang meringkuk di balik selimut itu. Hanya ada tatapan kosong yang menatap lurus.

"Shain?"

Memejamkan mata adalah jawaban Shain. Membuat Kaheza hanya bisa pasrah dan meletakkan nampan itu di meja kaca bundar di sisi kanan ranjang dekat dinding. Setelahnya ia merebahkan tubuh lelahnya di sisi Shain dengan wajah menghadap punggung wanita itu dan ikut memejamkan mata.

Namun, baru juga terlelap, sebuah guncangan diterima tubuhnya. Ia pun cepat membuka mata kemudian menarik diri menjadi duduk untuk melihat Shain dan mendapati wanita itu menutup mulutnya.

"Mau muntah," lirih Shain lemah.

Kaheza pun membopongnya ke kamar mandi. Lagi, Shain hanya muntah kering. Tidak ada yang keluar dari mulutnya. Bagaimana ada yang mau dikeluarkan kalau perutnya saja tidak terisi.

"Kamu makan ya? Supaya perut kamu ada isinya," bujuk Kaheza setelah membaringkan kembali tubuh Shain.

Namun, lagi, memejamkan mata dengan memunggungi Kaheza adalah respons Shain.

Kaheza yang benar-benar mengantuk memilih ikut tidur sembari memeluk Shain dari belakang. Perempuan itu tidak menolak, syukurlah, Kaheza sedikit bernapas lega karena hal itu.

___

"Shain, aku mohon bicaralah. Jangan seperti ini. Aku minta maaf." Kaheza berbicara pada Shain yang sudah kembali meringkuk usai shalat isya.

"Dari pagi kau belum makan, Shain, kau makan dulu ya?" bujuk Kaheza dengan penuh kesabaran.

"Bagaimana kalau kita makan di luar?

"Atau ... mau aku masakan sesuatu? Katakan Shain."

Lagi. Shain hanya menarik selimut dan menenggelamkan diri di dalamnya, membuat sang suami mendesah lelah.

"Shain?" panggilnya lembut.

Tidak ada jawaban.

"Aku sudah menceritakan semuanya padamu tentang apa yang terjadi antara aku dan Angel saat di hari ulang tahunnya, Shain. Jadi tolong bicaralah."

Saat senja tadi, Kaheza menceritakan semua hal yang terjadi antara dirinya dan Angel. Semuanya. Dari ia makan, nonton, berfoto, bermain playstation dan berakhir membawa Angel ke Griya Dahar. Hanya satu yang tidak ia ceritakan. Satu hal yang membuat pria itu takut menceritakannya karena akan berdampak buruk pada Shain. Yaitu perbuatan Angel sebelum meninggalkannya. Kecupan singkat di pipinya.

Kaheza yang sudah tidak tahu harus berbuat apa, terpaksa menyusul Shain ke alam mimpi tanpa mengisi perutnya terlebih dahulu.

Baru saja memejamkan mata, suara isakkan tertangkap gendang telinga pria itu. Ia pun cepat membuka mata dan menyibak selimut yang menutupi tubuh isterinya.

"Shain...?" ucapnya sangat lembut sembari mengusap bahu perempuan itu.

"Aku mau pulang."

Mendengar suara itu membuat Kaheza memejamkan mata sejenak untuk menahan air matanya agar tidak keluar.

"Aku mau pulang."

Gagal. Kaheza gagal membuat matanya tetap kering.

"Aku mau pulang."

"Shain...?" Kaheza meraih tubuh itu dan mendekapnya dengan posisi duduk.

"Aku mau pulang.

"Aku capek hidup di dunia ini.

"Aku mau pulang.

"Aka mau pulang.

"Aku mau pulang."

Kaheza yang tak dapat membendung air matanya, semakin erat memeluk tubuh isterinya itu.

"Aku mau pulang."

"Cukup, Shain.

"Cukup.

"Jangan bicara lagi."

"Aku mau pulang."

"Cukup, Shain. Jangan bicara lagi."

"Aku mau pulang."

"Cukup, Shain. Cukup ...." Kaheza tergugu di tempatnya.

"Tuhan ... tolonglah. Aku mohon ...," batin Kaheza dengan air matanya yang terus berjatuhan.

"Aku mau pulang."

Shain terus saja mengatakan kalimat itu hingga tertidur dalam dekapan Kaheza yang wajahnya sudah basah. Dan Kaheza terpaksa memejamkan mata dengan posisi duduk dengan Shain dalam pangkuannya.

___

"Kau kacau sekali, Za," ujar Qyza berterus terang setelah memindai penampilan Kaheza dari ujung kaki sampai ujung kepala.

"Masuklah!" Kaheza kembali melangkah masuk setelah membukakan pintu untuk keempat teman sekaligus keluarganya itu.

"Shain masih tidak mau makan?" tanya Nada hati-hati. Kaheza hanya mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Sekarang dia di mana?" tanya Nada lagi. Namun, Kaheza masih diam.

"Dia ada di kamar? Kita ke sana ya?" ujar Qyza yang tak sabar dengan sikap Kaheza.

Tak ada jawaban, Nada dan Qyza pun berjalan ke lantai dua.

Lian menepuk pundak Kaheza dan menggiringnya duduk di sofa ganda bersamanya.

"Kau pasti belum makan, 'kan?" tebak Lian. Kaheza hanya menunduk.

"Baiklah. Sekarang kita makan bareng ya? Kebetulan kita sudah beli nasi goreng buat kamu juga." Lian mengeluarkan tiga bungkus nasi.

Bian yang duduk di sofa tunggal merasa miris melihat keadaan Kaheza yang seperti kurang tidur. Pria itu mendesah sembari menyandarkan tubuhnya di punggung sofa. Matanya melirik ke arah Kaheza yang menunduk. Hatinya tergerak. Ia menegapkan kembali duduknya dan menepuk pundak Kaheza dua kali.

"Tidak apa-apa, Za. Semuanya akan baik-baik saja. Serahkan semuanya kepada Allah. Dia yang mengatur segalanya, 'kan?" Bian mendadak bijak.

"Iya, Yan," balas Kaheza pada Bian dibarengi jatuhnya buliran bening menetes di lantai.

"Keluarkan, Za." Lian meremas pundak kanan Kaheza. "Lelaki juga manusia. Menangislah jika itu membuatmu lebih baik."

Air mata Kaheza berguguran, berjatuhan, susul menyusul keluar. Ia terisak.

Lian dan Bian yang sudah mengenal kepribadian Kaheza yang tidak pernah mau menceritakan masalah yang dihadapinya, hanya bisa menemani pria itu meluapkan emosinya yang terpendam.

Sedangkan di dalam kamar, Shain juga sudah terisak di dalam pelukan Nada dengan Qyza yang terus mengusap punggungnya.

"Aku hamil, Nad," ucap Shain di sela-sela isakkannya.

Nada mendorong tubuh Shain agar terlepas pelukannya. Nada mengusap sisa air mata Shain yang keluar. "Sudah berapa minggu usia kehamilannya?" tanyanya lembut.

"Sekitar lima minggu."

"Kaheza tahu tentang hal ini?" Qyza bertanya sembari menyelipkan rambut terurai Shain di balik telinganya.

Shain menggeleng.

"Jadi kau seperti ini karena kau sedang hamil?" Nada memastikan. Karena menurutnya ada sesuatu yang aneh. Bukankah seharusnya Shain senang karena akan memiliki seorang bayi dalam keluarga kecilnya? Tapi kenapa Shain malah bersikap sebaliknya? Seolah tidak menginginkan kehadiran tangisan bayi di rumahnya.

"Aku takut, Nad."

"Takut kenapa?"

"Angel, Nad."

"Kenapa memangnya dengan Angel, Shain?" Qyza yang bertanya.

Shain menoleh Qyza yang duduk di sisi kirinya. "Aku takut Kaheza akan berpaling dariku dan lebih memilih dia, Za."

"Kaheza tidak akan melakukan hal itu, Shain."

"Tapi buktinya di foto itu, Kaheza dan Angel saling tatap, Za."

Qyza tertawa kecil. "Cemburu nih ceritanya?" goda Qyza.

"Za?"

"Iya, iya." Qyza menghentikan tawanya. "Saling tatap bukan berarti mereka punya hubungan istimewa 'kan?"

Mulut Shain terbuka, tapi bingung mau mengatakan apa. Ia pun menutup kembali mulutnya.

"Jadi intinya, kau cemburu gara-gara foto itu dan kau sudah berfikiran yang tidak-tidak terhadap Kaheza?" tanya Nada.

...

*ambil yang baik, buang yang buruk ya ... kakak-kakak, adek-adek, emak-emak, bapak-bapak pokoknya semuanya yang baca cerita ini.

terima kasih atas dukungannya, sayang kalian banyak-banyak ... ♡*

Terpopuler

Comments

Alifiah Nur Azizah

Alifiah Nur Azizah

aaasshiap thor

2022-01-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!