Setelah cukup lama di dalam kamar mandi, Shain keluar dengan dibopong Kaheza seperti saat masuk.
"Sepertinya kau masuk angin karena kehujanan kemarin, Shain." Kaheza berujar setelah membaringkan tubuh Shain.
Pria itu mengusap puncak kepala isterinya. "Kita ke rumah sakit ya? Atau aku panggilkan dokter?"
Membalikkan tubuh menjadi memunggungi Kaheza adalah jawaban Shain.
"Aku panggilkan dokter ya?"
Shain hanya diam. Namun, karena khawatir dengan keadaan Shain yang semalam nekat bermandikan hujan, pria itu lantas menghubungi seorang dokter. Setelahnya ia kembali mendekati Shain dan berbicara pelan tepat di dekat telinga kiri perempuan itu. "Aku sudah menghubungi dokter. Kau tahu siapa dokter itu?"
Shain hanya melirik melalui ekor matanya.
"Namanya Bu Popy. Kau pasti tahu 'kan? Beliau dokter yang tinggal di dekat sini."
Shain masih menutup rapat mulutnya.
"Ya sudah, kau tidur ya? Aku akan masak." Kaheza mengusap lembut kepala isterinya itu.
Tak ada sahutan.
Pria yang hanya tidur kurang dari 90 menit itu menghela napas sebelum akhirnya memutuskan keluar setelah menyelimuti tubuh isterinya yang masih demam.
___
"Luk," panggil Gista pada musuh yang sudah sah menjadi suaminya. Lukas.
"Hm." Cowok itu hanya bergumam dengan fokus pada layar ponsel dengan jemari menekan-nekan layar.
"Ck." Gista yang kesal dengan sikap Lukas karena hanya sibuk bermain game di ponselnya, mengambil langkah keluar kamar.
"Ke mana Gis?"
"Jonggol!" sahut Gista asal disusul suara gebrakan pintu yang ditutup keras. Lukas refleks menutup kuping kirinya karena saking kerasnya dentuman itu.
Setelah menghela napas, Lukas pun memutuskan menyusul Gista-teman sejak kecilnya yang tidak disangka berlanjut menjadi teman hidupnya.
"Gis?" Lukas berteriak mencari isterinya sembari menelusuri sudut rumah yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan rumahnya yang berlantai dua.
"Gis?"
"Ataghfirullah!" refleks Lukas saat berbalik dan mendapati Gista di balik punggungnya. Mereka kini sedang berada di pintu belakang rumah.
"Cih. Cowok apaan? Enggak ada yang ngagetin malah kaget?"
"Yah gimana enggak kaget, kamu tiba-tiba ada di belakang aku, Gista?"
"Minggir!" Gista tak mempedulikan Lukas. Ia menyelonong dengan masih pasang wajah merengutnya menuju halaman belakang rumah dan berakhir duduk di kursi bambu yang menghadap taman belakang dengan setoples makanan di tangannya.
Lukas terlihat malas melihat perempuan itu yang sedang tertawa sembari memainkan ponsel dan tangan kanannya sesekali mengantarkan makanan ke mulutnya.
"Ingat! Kalau sudah menikah jangan abaikan pasangan kamu. Manfaatkan waktu luang dengan pasangan selagi belum punya anak. Kurangin main game!"
Nasehat sang ibu sebelum hari pernikahannya dengan Gista yang sudah tertanam dalam hatinya, tiba-tiba saja berkelebat dalam pikirannya.
Lagi-lagi cowok itu menghela napas sebelum memutuskan menghampiri Gista dan ikut duduk di sana.
Gista hanya melirik sekilas dengan raut wajah enggan melihat suaminya.
"Mau keluar enggak?" Lukas bertanya dengan pandang menatap langit yang masih teduh karena hari masih pagi.
"Enggak!"
"Aku laper, Gis."
"Enggak nanya.
"Ngasih tahu."
"Enggak mau tahu."
Lukas garuk-garuk kepala dan berakhir mendorong kacamatanya.
Lukas melirik Gista, memikirkan hal apa yang bisa memancing reaksinya. Hingga beberapa detik kemudian wajah pria itu tampak senang.
"Kira-kira ..., gimana hubungan Kaheza dengan Shain ya?" ujarnya dengan pasang wajah prihatin.
Gista menelan ragu makanan dalam mulutnya. Setelahnya ia menaroh toples dalam pelukannya di celah antara dirinya dan Lukas. Sedangkan Lukas menarik sudut bibirnya samar, idenya berhasil.
Gista mendesah prihatin. "Benar juga ya, Luk? Apa kabar mereka? Kemarin saja wajah Shain datar banget. Aku sampai takut ngeliatnya."
"Jadi?" Lukas menoleh. "Mau ke sana buat mastiin?"
"Tapi Lusa aku harus kembali kerja, Luk."
"Yah enggak harus dalam waktu dekat. Kita atur waktunya dulu baru bilang ke Bang Galih, minta izin. Aku yakin Bang Galih pasti ngertiin. Apalagi ini menyangkut masalah adiknya, pasti boleh."
"Oke. Tapi kamu yang bilang." Gista menatap Lukas dengan tatapan yang tidak mau dibantah. Setelahnya ia pergi. Lukas pun mengikutinya setelah menghela napas.
"Oh, iya," Gista menoleh sekilas, "jangan lupa ajak Bulan sama Bima juga."
"Enggak sekalian satu RT?" Lukas menyahut asal.
Gista berbalik dengan tatapan tajam, membuat Lukas menciut. "Iya nanti aku kasih tahu mereka. Arla sama Yudis mau diajak enggak?"
"Ajaklah! Masa' enggak?"
"Yaudah."
___
Di rumah Nada dan Lian.
"Aku khawatir dengan mereka deh, Yan," ucap Nada setelah menaruh secangkir kopi di atas meja di hadapan Lian.
"Sama." Lian meletakkan ponsel di tangannya.
"Apa perlu kita ke rumah mereka? Soalnya nomor Shain tidak aktif. Aku takut saja terjadi sesuatu dengan mereka," timpal Nada.
"Semalam Kaheza mengirim pesan padaku."
"Terus?" tanya Nada.
"Dia bilang katanya seminggu ke depan dia tidak akan datang ke Griya Dahar. Dan aku sama Qyza disuruh mengurus semuanya."
"Sepertinya benar. Terjadi hal yang buruk. Semoga saja keduanya bisa menjaga ego masing-masing agar tidak berujung pada perpisahan."
"Iya, amin .... Kita doakan saja yang terbaik untuk mereka."
___
Di kediaman Bian dan Qyza.
"Ck. Ini semua gara-gara kamu, Bian," decak Qyza meluapkan kekesalannya. Perempuan itu duduk dengan gusar.
"Kok gara-gara aku? Bukannya si Angel dan ayahnya yang menyebabkan situasi tidak menyenangkan itu di rumah tangganya Kaheza?"
Qyza mendelik tajam ke arah Bian di sofa ganda, membuat pria itu memilih menutup mulutnya.
"Pokoknya kita harus ke sana." Qyza berkata dengan raut wajah yang tidak menerima penolakan.
___
"Apa kau terlambat haid bulan ini?" tanya seorang dokter pada Shain setelah memeriksa keadaan Shain. Yang tak lain adalah Bu Popy-dokter yang dihubungi Kaheza tadi pagi.
"Iya, Dok. Sudah telat satu minggu," jawab Shain.
Bu Dokter tersenyum hangat sembari melihat tespek dalam genggamannya. "Selamat ya? Sepertinya kau sedang hamil. Usia kandungan mungkin sekitar lima minggu. Nanti bisa diperiksakan lebih lanjut untuk mengetahui kepastian usia kehamilan."
"A-aku hamil, Dok?"
Bu Poppy hanya tersenyum karena jemarinya sibuk menuliskan resep obat.
"Jangan terlalu setres ya?" Dokter Poppy menyerahkan tespek pada Shain.
"Kalau begitu saya permisi."
"Euh, Dok?" panggil Shain saat Dokter Popy hendak melangkah keluar.
"Iya?" Dokter Popy berbalik.
Shain gusar menatap ke arah lain. "Jangan beritahukan hal ini pada suamiku, Dok," ucapnya ragu.
Dokter Popy menunjukkan senyumnya dan mengangguk. "Kalau begitu saya pamit."
"Iya, Dok. Terima kasih."
Dokter Popy hanya balas mengangguk dan melangkah pergi.
Kaheza yang sudah menunggu di ruang tamu bergegas menghampiri Dokter Popy. "Gimana, Dok?"
"Tidak apa-apa. Hanya demam biasa. Ini resep obatnya."
"Terima kasih, Dok."
"Sama-sama. Kalau begitu saya permisi. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam. Sekali lagi terima kasih karena sudah mau repot datang ke sini, Dok."
"Iya. Mari."
Setelah mobil Dokter Popy melaju pergi, Kaheza menuju kamarnya dengan membawa makanan di atas nampan. Ia duduk di tepi ranjang dengan nampan dalam pangkuan dan tangannya terulur menyentuh bahu Shain. "Makan dulu ya, Shain? Supaya cepet sembuh."
...
Shain hamil, ada yang mau ngucapin selamat? wkwk...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Alifiah Nur Azizah
selamat yah shain
2022-01-31
1