"Shain?" panggil seseorang saat Shain dan Kaheza baru saja keluar dari area pemakaman.
Shain menoleh, "Gista?" Ia memeluk perempuan berhijab yang dipanggilnya Gista.
Sedangkan Kaheza terlihat bersalaman dengan lelaki berkacamata yang datang dengan Gista dan berakhir dengan tepukan pelan di bahu.
"Makin cantik saja, Shain," puji Gista.
"Kau juga Gis."
"Harus dong," bangga Gista disertai tawa.
"Luk." Shain memberi anggukkan menyapa pada lelaki berkacamata saat tatapannya bertemu dengan pria itu. Pria itu balas mengangguk.
"Dari mana dan mau ke mana?" tanya Gista setelah perhatian Shain kembali padanya.
Mereka mulai melangkah menuju mobil yang terparkir. Sedangkan lelaki berkacamata dan Kaheza mengekor sembari berbincang ringan.
"Habis ziarah ke makamnya Ibu, Nenek sama Mbak Kristin, Gis. Setelah ini kita mau ziarah ke makam orang tuanya Kaheza. Kau sendiri dari mana dan mau ke mana?"
"Sama. Habis ziarah ke makan kakek dan neneknya Lukas. Setelah ini mau pulang."
"Oh .... Oh, iya, dengar-dengar ...," Shain mendekatkan wajahnya ke telinga Gista, "kau mau menikah dengan Lukas."
"Aku kira kau mau bicara apa, Shain, sampai harus berbisik. Ternyata cuma itu?"
"Jadi?" Shain menghentikan langkahnya saat sampai di samping mobil berwarna putih miliknya dan Kaheza.
"Iya. Aku juga tidak menyangka bakalan nikah sama si mata empat ini." Gista menoleh lelaki berkacamata yang berdiri di sisi kanannya dengan tatapan tidak suka.
Shain tersenyum senang. "Kalau begitu selamat ya?"
"Iya. Jangan lupa datang. Kau juga, Za," ucap Gista berakhir melihat Kaheza yang berdiri di belakang Shain. Pria itu hanya mengangguk pelan.
"Kapan?" tanya Shain.
"Rencana sih akhir bulan depan. Doakan ya, semoga tidak ada halangan."
"Amin .... Eh, tadi kau bilang, akhir bulan depan?"
"Iya. Kenapa?"
Shain menoleh Kaheza yang sudah bersandar pada body mobil di sisi kanan perempuan itu. Matanya mengerling mengingatkan Kaheza pada sesuatu.
"Oh, iya." Kaheza berucap pelan kemudian pandangannya beralih pada Gista yang menunggu penjelasan.
"Acara pernikahannya benar-benar di akhir bulan depan?" Kaheza memastikan.
"Iya, Za, akhir bulan depan." Lukas yang jawab.
"Kenapa? Kalian sudah ada janji di tanggal itu?" Gista bertanya pada Shain dan Kaheza yang beradu pandang.
"Iya, Gis. Kaheza sudah ada janji di tanggal itu. Jadi sepertinya dia tidak bisa datang," jelas Shain.
"Yah, sayang banget. Padahal kalian tamu yang sangat aku harapkan kedatangannya." Gista pura-pura pasang wajah sedih.
"Maaf banget ya, Gis," ucap Kaheza tak enak hati. "Soalnya sudah janji."
"Ya sudah deh. Tapi kau datang, 'kan, Shain?"
Shain tampak menimbang. "Iya, insyaallah, aku bakal datang, Gis, bareng Qyza sama yang lain."
"Oke, deh."
"Sekali lagi minta maaf, ya, Gis, Luk." Kaheza melihat Gista dan Lukas bergantian.
"Iya, tidak apa-apa, Za," balas Gista.
"Santai, Za," balas Lukas sedikit menarik senyum.
Kaheza mengangguk pelan dengan senyumam samar.
"Ya sudah, kita duluan ya? Masih ada urusan," ujar Lukas lagi.
Shain dan Kaheza mengangguk pelan membalasnya.
"Sampai ketemu di hari H," ujar Gista dengan senyuman enggan berpisah.
"Iya, Gis," balas Shain disertai senyum tipis.
"Duluan ya, Shain." Gista kembali memeluk Shain sebelum pergi.
"Iya. Hati-hati di jalan." Shain membalas setelah menguraikan pelukan.
Sedangkan Lukas hanya menganggukkan kepala pada Kaheza sebagai tanda pamit. Dan Kaheza membalasnya sama.
"Assalamu'alaikum," pamit mereka.
"Wa'alaikum salam."
Kaheza menatap Shain dengan tatapan tersirat yang mampu dibaca oleh perempuan itu setelah Gista dan Lukas berlalu. "Mau tanya Lukas sudah jadi mualaf?" tanyanya memastikan. Kaheza hanya mengangguk pelan.
"Gista bilang sih, pas minggu kemarin Lukas masuk Islam."
Lagi. Kaheza hanya mengangguk. Sedangkan Shain menoel hidung Kaheza yang sudah membukakan pintu untuknya. "Maka'nya, jangan putus komunikasi sama temen," sindirnya karena tahu suaminya itu sangat sulit dihubungi.
Kaheza hanya diam tak menanggapi.
---
"Hallo, assalamu'alaikum, Angel," ucap Kaheza begitu teleponnya diangkat. Shain di sisi kanannya yang duduk bersandar di kepala ranjang sesekali melirik.
"..."
Melihat raut wajah Shain yang tampak tidak baik-baik saja, membuat Kaheza menekan loudspeaker di layarnya dan merentangkan tangannya hingga tubuh Shain dalam rengkuhannya.
"Iya, ini aku-Kaheza, Angel. Kamu apa kabar?"
"Alhamdulillah, baik, Za. Kamu sendiri apa kabar? Tumben nelfon? Biasanya juga kalau aku kirim pesan enggak pernah dibalas."
Mendengar kalimat terakhir Angel dari seberang telepon membuat Shain mendelik dan lirikkannya bertemu dengan Kaheza karena pria itu juga sedang meliriknya.
"Hallo, Za?" Suara Angel lagi karena belum mendapatkan jawaban.
"Ah, iya. Alhamdulillah, baik, Angel."
"Syukur kalau begitu."
"Iya."
"Jadi ada apa gerangan seorang Muhammad Kaheza Ramadhan bos dari rumah makan Griya Dahar sampai menelepon Angeline gadis biasa yang selalu kesepian ini?"
Shain melirik lagi. Namun kali ini ia menyingkirkan tangan Kaheza yang melingkar di bahunya.
"Uh, jadi gini Angel. Aku ...,"
"Kau kenapa, Za? Berantem sama isteri kamu?"
"Ah, enggak kok."
"Syukur deh. Aku kira kamu lagi berantem sama isteri kamu. Jadi ada apa, nih?"
"Akhir bulan nanti kau sibuk tidak?"
"Kenapa memangnya? Kau mau mengajakku keluar?"
"I-iya."
"Serius?"
"Iya. Itupun kalau kau mau."
"Mau." Angel di seberang sana menjawab yakin dan cepat.
"Mau banget, Za. Aku kangen kita jalan bareng. Terakhir kapan ya? Kayaknya waktu smp kelas tiga deh. Tuh, 'kan aku sampai lupa."
"Ah, iya. Kalau begitu nanti aku jemput ya?"
"Serius?"
"Iya. Ya sudah, nanti aku hubungi lagi. Sudah dulu ya, assalamu'alaikum."
"Ya sudah. Wa'alaikum salam."
Setelah meletakkan ponselnya di atas nakas sebelah kiri ranjang, Kaheza membaringakan tubuhnya menghadap Shain yang tidur membelakanginya. Tangan kirinya terulur melingkari tubuh Shain dari belakang dan tangan kanannya terangkat mengusap lembut kepala isterinya itu.
"Shain?"
Tidak ada sahutan.
"Aku bisa membatalkannya kalau kau berubah pikiran, Shain."
Shain membalik tubuhnya, menatap netra Kaheza yang juga tengah menatapnya.
Tangan kanan Shain terulur mengusap lembut wajah suaminya. "Aku sangat mudah cemburu, Za. Karena itu kau harus pandai menjaga sikapmu. Atau semua yang sudah kita bangun akan runtuh dalam sekejap," ucapnya lembut namun penuh peringatan.
Mereka beradu pandang. Sangat dalam. Hingga tangan kiri Kaheza menyentuh punggung tangan kanan Shain yang masih di pipinya. "Aku tidak akan mengkhianatimu. Percayalah," ujar pria itu meyakinkan isterinya.
Pandangan Shain turun. Cahaya di matanya meredup. Entahlah, ia bingung. Meski ia percaya pada suaminya, tidak ada yang tahu hari esok seperti apa. Ia hanya takut saja.
Kaheza mengangkat dagu Shain agar perempuan itu kembali menatapnya.
"Aku mohon percayalah."
"Aku percaya padamu. Tapi ..., aku tidak bisa percaya pada perempuan yang dekat denganmu, Za."
Kaheza menyunggingkan senyum tipis, menenangkan hati Shain yang diliputi rasa takut. Takut suaminya itu akan berpaling darinya.
"Kau percaya padaku saja itu sudah cukup, Shain." Kaheza mengecup puncak kepala isterinya penuh rasa sayang.
---
...***komen kalian buat chapter ini?...
jant lupakan vote n klik favoritnya serta kasih tahu yang lain kalau Anda sayang dengan ceritanya ya... biar rame :)
matursuwun***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Venlyraizer Hamryzaforever
haha... kalem... namanya jg hidup.
2021-08-06
1
Farida Wahyuni
ga ada pertemanan antara prrempuan dan laki2, makanya shain khawatir..kaheza aja yg ngotot balas budi pak haris dg cara itu, yah walaupun shain udah setuju,tp utk menjaga perasaan shain kan harusnya jangan turuti kemauannya pak haris.
2021-08-04
1