Kening Shain tampak berkerut. Benar juga apa kata sahabatnya itu. Apa dia takut kalah saing dengan tubuh seksi yang dimiliki perempuan yang sudah membuatnya panas di dalam hati?
"Biar aku jelaskan, Shain." Nada tampak serius. Dan Shain pasang wajah tak kalah serius.
"Kau itu jangan termakan pikiran negatifmu, Shain. Jangan karena kau merasa tubuh perempuan lain jauh lebih sempurna dibandingkan dengan tubuhmu, lantas kau menganggap dirimu penuh dengan kekurangan. Itulah yang mengusik hatimu, Shain. Kau jadi mudah berprasangka buruk pada suamimu itu. Padahal kenyataannya belum tentu sama dengan yang kau pikirkan. Lagipula kau itu sangat cantik, Shain. Banyak lelaki yang menaruh hati padamu kalau kau lupa itu, Shain."
"Jadi aku harus bagaimana menyikapinya? Diam saja? Pura-pura biasa saja? Tidak semudah itu, Nad."
"Kemarilah!" Nada meminta Shain untuk mendekatkan telinganya. Shain menurut saja. Nada berbisik. Membuat Shain membulatkan matanya dengan kening berkerut. Lantas menoleh pada sahabatnya itu yang sudah membisikkan sesuatu yang membuatnya menggelengkan kepala. "Lebih baik aku menghilang dari dunia ini, Nad, dari pada harus melakukannya."
Nada menyenggol lengan Shain. "Kau dan dia itu sudah sah, Shain. Halal."
"Sudahlah. Jangan bahas masalah itu." Shain bangkit dari duduknya. "Sekarang temani aku ke toko buku."
"Baiklah." Nada ikut berdiri.
"Oh, iya," Shain menoleh pada Nada, "jangan beritahukan keberadaanku pada Kaheza."
"Siap, Nyonya Kaheza!"
"Nad?"
-----
Hari sudah sangat gelap. Waktu menunjukkan pukul 21:10. Awan hitam terlihat menghiasi langit kota.
Kaheza menghela napasnya berkali-kali di ruang tamu. Kakinya sudah bolak-balik melangkah seperti setrikaan. Sudah banyak pesan yang dia kirimkan pada sang isteri, namun tidak ada satupun balasan. Dan teleponnya berkali-kali tak kunjung diangkat. Dan berakhir nomor Shain tidak bisa dihubungi. Ia juga sudah menghubungi semua teman dekat Shain termasuk Nada. Dan tidak ada yang tahu keberadaannya. Membuat pria itu cemas setengah mati.
Tak tenang, ia beranjak keluar, menoleh kiri dan kanan jalanan rumahnya dan mendapati sebuah motor dari arah kiri melaju ke arahnya.
Motor berhenti. Seorang dengan jaket putih dengan celana jeans hitam panjang, turun. Menyerahkan helm dan membayar ongkos pada tukang ojek.
"Terima kasih, Pak," ucap Shain pada tukang ojek itu.
"Iya, sama-sama, Mbak. Mari, Mas, Mbak." Tukang ojek itu memutar laju motornya dan beranjak pergi.
Shain hanya bisa menunduk ditatap suaminya yang terlihat menahan amarahnya.
"Assalamu'alaikum," ujar Shain ragu sembari mengulurkan tangannya.
Kaheza mengulurkan tangannya. "Wa'alaikum salam."
Shain melangkah ragu masuk rumahnya setelah mencium tangan suaminya itu. Hati kecilnya terselip perasaan bersalah karena pulang sangat malam. Belum lagi ia dengan sengaja mengabaikan pesan dan telepon dari suaminya itu dan memilih menon-aktifkan ponselnya.
"Kau sudah makan?" Kaheza bertanya dingin pada Shain yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Sudah." Shain menjawab sembari menuju sisi kasur sebelah kanan. Diraihnya buku novel di atas nakas dan dibukanya.
Shain menoleh suaminya yang tengah fokus membaca terjemahan Qur'an. "Kau sendiri sudah makan?" tanyanya.
Tak ada jawaban.
"Tadi ke mana?" Kaheza bertanya tanpa mengalihkan fokusnya.
Serangan balasan. Shain memilih mengunci rapat mulutnya dan tidak mau membuang waktu untuk sekedar melirik suaminya yang juga sedang duduk bersandar pada kepala ranjang.
Kaheza menutup Quran terjemahan di tangannya dan meletakkannya di atas nakas di sisi kiri ranjang.
Ia langsung merebahkan tubuhnya memunggungi sang isteri. Membuat Shain lagi-lagi diserang perasaan bersalah.
Ditutupnya novel dalam genggaman dan diletakkannya di atas nakas. Kemudian ia ikut merebahkan tubuhnya. Awalnya memilih memunggungi suaminya yang sudah memunggunginya lebih dulu. Namun akhirnya ia memilih berbalik, menatap punggung Kaheza.
"Tadi aku ke kedai baksonya Nada. Setelah itu ke toko buku dan duduk-duduk di taman sebentar." Akhirnya Shain memberitahukan ke mana ia seharian ini. Tak ada respons.
"Za?" Shain berucap lembut.
Lagi. Tak ada sahutan. Ia pun memilih kembali berbalik. Tiba-tiba sebuah tangan melingkari tubuhnya. "Lain kali beri aku petunjuk untuk menemukanmu, Shain. Jangan pergi tanpa kabar lagi. Aku benar-benar putus asa jika tidak mendapat kabar darimu. Apa kau masih belum puas menghilang selama sepuluh tahun tanpa memberitahu sedikit pun kabar padaku?"
Shain memejamkan matanya sebentar sebelum akhirnya ia memutuskan untuk berbalik. Membuatnya menatap penuh wajah suaminya tanpa penghalang.
"Aku sudah lelah, Shain."
"Maaf." Shain berkata dengan bola mata yang sudah berair.
"Aku juga."
Shain mengangguk.
Dua netra yang beradu semakin dalam perlahan menggerakkan dua raga itu mengikis jarak.
-----
Pagi-pagi otak Shain sudah berkali-kali memikirkan saran dari Nada di kedai bakso waktu itu.
Nada berbisik. "Berpakaianlah sedikit terbuka saat suamimu hendak berangkat bekerja. Karena itu akan membuat suamimu itu terus memikirkanmu. Dan akhirnya ... ia tidak akan betah berlama-lama di luar sana. Ia akan selalu merindukanmu dan ingin segera pulang. Kalau kau tak percaya, coba saja."
Terlalu lama berdebat, suara Kaheza memanggilnya membuatnya mengakhiri perdebatan batinnya. Akhirnya tanpa sadar ia keluar hanya dengan memakai hotpants dan atasan tanktop. Ia lupa memakai baju yang masih menggantung di lengannya.
Deg!
Setelah beberapa langkah dan merasakan dingin yang tak biasa pada kulitnya, kakinya terkunci di tempat. Ditambah lagi netranya sempat bertemu dengan netra Kaheza yang sudah berpakaian rapih duduk di tepi ranjang sebelum akhirnya pria itu mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Sial. Kenapa aku malah lupa memakai bajuku," umpat Shain dalam hati.
Hening.
"Euh, kalau begitu aku berangkat, assalamu'alaikum." Kaheza berjalan keluar dengan tergesah.
Tepat setelah menutup pintu, Kaheza memegangi dadanya. Detak jantungnya benar-benar berpacu cepat.
Sedangkan di dalam kamar, Shain terduduk. Entah wajahnya sudah semerah apa. Ia sangat malu. "Ini semua gara-gara aku terlalu memikirkan saran Nada kemarin. Dan berakhir aku lupa memakai bajuku," gumamnya.
"Aish." Ia meremas rambutnya. Ia benar-benar malu mengingat kejadian beberapa detik yang lalu karena menunjukkan penampilan ala kadarnya seperti itu di depan Kaheza. Ini kali pertamanya. Catat.
Dengan perasaan yang tak karuan, Kaheza yang masih berdiri di depan pintu kamar, akhirnya melangkah menuruni tangga dan beranjak keluar.
Saat baru saja membuka pintu mobil, Kaheza teringat sesuatu, tas kerja dan jasnya tertinggal. Ia pun kembali masuk rumah.
Ceklek!
Shain yang masih terduduk, mendongak ke arah Kaheza yang membuka pintu secara tiba-tiba.
Beberapa detik keduanya membeku dengan tatapan beradu.
"Shain?" Akhirnya Kaheza yang panik dengan posisi Shain sekarang dan rambut yang sedikit acak yang mencairkan kebekuan itu. ia mendekati Shain. "Kau kenapa? Sakit?"
"Ah." Shain mengangkat kedua tangannya di depan wajah dengan telapak tangan terbuka saat suaminya itu hendak menyentuhnya, meminta Kaheza agar berhenti mendekatinya. "Aku tidak apa-apa," ucapnya dengan jantung yang berdemo.
"Kau yakin?"
Shain mengangguk lemah sembari merapihkan rambut terurainya.
"Baiklah." Jantung Kaheza yang juga bergemuruh lantas bergerak ke arah meja mengambil tas kerja juga jasnya dari dalam lemari.
"Kau yakin tidak a--"
"Iya," potong Shain cepat saat Kaheza hendak menanyakan keadaannya kembali.
"Baiklah. Aku berangkat, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Di perjalanan, pikiran Kaheza dipenuhi oleh sang isteri. Apa yang sebenarnya terjadi dengannya? Siapa yang mengajarinya berpakaian seperti itu? Atau ... isterinya itu memang sudah sering berpakaian seperti itu saat dirinya tidak ada di rumah? Setahunya Shain tidak seperti itu.
Kaheza berdecak kesal. Pikiran negatif menyerangnya. Bagaimana kalau ada laki-laki lain yang melihatnya berpakaian seperti itu? Bagaimana kalau isterinya itu melakukan video call dengan lelaki lain dan masih mengenakan pakaian seperti itu? Memikirkannya saja membuat pria itu frustasi.
Tepat di lampu merah, Kaheza meraih ponsel di dashboard. Diusap layar dan mencari kontak nomor.
"Hallo, assalamu'alaikum, Yan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Alyn azzis
thoor..bukankah kaheza n sain sepasang suami istri..tp kenapa kok seperti org lain yg gk tau karakter masing2 padahal harusnya kn mereka juga tau kewajiban masing2 tp ini kok seperti org lain yg tinggal serumah🤔
coz othor gk jelasin awal mula pertemuan mereka jd bingung aquh thor🤧
2021-12-22
2
Hatake_Kakashi
shain agama apa dan kaheza agama apa kak, sebelumnya?
2021-11-04
1