🎒
🎒
🎒
🎒
🎒
Icha segera berangkat ke Caffe tempat dimana dia bekerja paruh waktu.
"Siang semuanya," sapa Icha dengan semangatnya.
"Astaga Icha, lo lupa ya kalau siang ini pemilik restoran kita pulang, cepetan siap-siap dan bereskan semuanya karena menurut informasi Bos kita itu sangat tidak suka tempat yang kotor dan berantakan, walaupun sedikit debu sekalipun," seru Dudi.
"Ah iya Bang, Icha ganti pakaian dulu."
Icha pun segera berlari ke loker untuk mengganti pakaiannya. Semua karyawan saat ini sedang sibuk membersihkan dan merapikan Caffe sebersih mungkin jangan sampai ada debu yang menempel.
"Ayo semuanya berkumpul disini," teriak sang manager.
Semua karyawan pun menghentikan kegiatannya dan berkumpul di depan.
"Sebentar lagi Bos sampai disini, kita harus menyambutnya. Bos kita itu sangat dingin dan kejam dia tidak mau ada kesalahan sedikit pun jadi kalau kalian tidak mau di pecat maka bekerjalah dengan benar."
"Baik Pak."
Tidak lama kemudian sebuah mobil mewah berhenti di depan Caffe.
"Ayo semuanya berbaris, Bos kita sudah datang."
Tanpa ada yang berbicara sedikit pun, semua karyawan pun berbaris di depan pintu untuk menyambut kedatangan sang pemilik Caffe.
Seorang pria dengan tubuh yang sangat tinggi, atletis, dan wajah bulenya yang tampan turun dari dalam mobilnya. Semua karyawan menundukkan kepalanya merasa aura sang Bos sangat menyeramkan.
"Selamat siang Bos dan selamat datang di Caffe," sapa sang manager.
Louise William Trump adalah pemilik Caffe tempat dimana Icha bekerja. Louise merupakan anak bungsu dari Jorge dan Clarissa, selama ini Louise mendalami pendidikannya di Perancis.
Louise menatap satu persatu wajah karyawannya dengan tatapan tajam dan menusuk sehingga membuat semua karyawan merasa merinding dengan tatapan Louise.
Setelah itu Louise berjalan dan melihat suasana di dalam Caffe, semuanya tampak tertata dengan rapi dan bersih. Louise mengangguk pertanda dia merasa puas dengan keadaan Caffenya.
"Pak Burhan, saya pulang dulu saya sudah melihat semuanya, kerja bagus dan pertahankan," seru Louise.
"Baik, terima kasih Tuan."
Tanpa bicara lagi, Louise pun akhirnya meninggalkan Caffe itu. Semua karyawan menghembuskan nafasnya dengan lega, mereka merasa lega karena Bosnya sudah pergi.
"Gila, gue sampai merinding tadi," seru Deni.
"Hooh, untung jantung gue ga loncat," sambung Dudi.
"Tapi tuh bule tampan banget lo bikin hati meleleh," seru Icha dengan centilnya.
"Dasar ganjen," sahut Deni dan Dudi bersamaan.
"Ishh..syirik aja kalian."
***
Malam pun tiba...
"Bi Ria, Edrik kemana kok tidak turun untuk makan malam?" tanya Mommy Aqila.
"Tadi Bibi sudah memanggil Den Edrik tapi katanya Den Edrik tidak lapar."
Mommy Aqila pun beranjak dari duduknya tapi Daddy Raffa menahannya.
"Mommy mau kemana?" tanya Daddy Raffa.
"Mommy mau panggil Edrik."
"Tidak usah biarkan saja, anak nakal itu memang harus dikasih pelajaran palingan kalau sudah lapar juga dia akan turun sendiri."
"Tapi Dad----"
"Duduk."
"Dad..."
"Mommy mau mulai membantah Daddy sekarang, Daddy bilang duduk ya duduk."
Suara Daddy Raffa sedikit meninggi sehingga membuat Mommy Aqila terkejut begitu pun dengan Raka yang hanya bisa menundukkan kepalanya.
"Dad, maafkan Raka sebenarnya itu bukan salahnya Bang Edrik tapi Raka sendiri yang mau ikut," seru Raka.
"Kamu jangan membela Abang kamu yang urakan itu, sudahlah kalian cepat makan jangan terlalu memikirkan Edrik, nanti juga dia turun untuk makan," sahut Daddy Raffa dingin.
Mereka tidak menyadari kalau dari tadi Edrik mendengar pembicaraan mereka. Edrik yang awalnya merasa lapar, ingin turun ke bawah untuk makan malam tapi belum juga Edrik sampai, Edrik mendengar ucapan Daddynya yang masih saja menyalahkan dirinya.
Edrik tampak kesal, dia mengepalkan tangannya dan dengan emosinya Edrik kembali naik ke atas menuju kamarnya.
Edrik mengambil remote tv dan menyalakan tv secara asal, dia terus saja mengotak-ngatik saluran entah apa yang dia cari, yang jelas saat ini Edrik sangat kesal.
Brrruuuukkkk...
Edrik melempar remote tv itu ke arah dinding sampai hancur berantakan.
"Kenapa gue yang selalu disalahkan, dari dulu Raka yang selalu di manja dan gue yang selalu jadi sasaran kemarahan Daddy," gumam Edrik.
Mommy Aqila hanya makan sedikit dan dia pun beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Daddy Raffa dan Rakaenuju kamarnya. Mommy Aqila sangat kesal kepada suaminya karena terlalu kasar kepada Edrik.
"Raka sudah selesai, Raka ke kamar dulu Dad."
Raka pun pergi menuju kamarnya, Daddy Raffa menghela nafasnya. Di dalam kamar, Mommy Aqila duduk di atas ranjang dengan deraian airmata.
Ceklek...
Mommy Aqila segera menghapus airmatanya, Daddy Raffa tahu kalau istrinya itu sedang menangis. Perlahan Daddy Raffa mendekati Mommy Aqila dan duduk di sampingnya tapu Mommy Aqila malah mengubah posisi duduknya menjadi membelakangi Daddy Raffa.
"Mommy marah sama Daddy?"
"Iya."
"Kenapa?"
"Daddy terlalu keras sama Edrik, tadi di sekolah Daddy memukulnya sekarang Daddy tidak membiarkan Edrik untuk makan, bagaimana kalau Edrik sakit? Daddy tega, tidak punya perasaan."
"Bukan begitu, justru Daddy melakukan ini semua demi kebaikan Edrik. Selama ini Edrik selalu saja membantah dan membuat kekacauan, Mommy juga kan tahu Daddy sering banget dapat surat dari sekolah."
"Tapi tidak begini caranya Dad, kasihan Edrik. Daddy tidak pernah tahu bagaimana hati seorang Ibu melihat anaknya di pukul seperti itu? Edrik memang nakal dan urakkan tapi dia hanya sebatas balapan liar, Mommy tidak pernah mendapat laporan kalau Edrik bolos sekolah, merokok, minum minuman keras, dan juga memakai narkoba, nakalnya Edrik hanya sebatas balapan liar tapi Daddy menghukumnya terlalu keras," seru Mommy Aqila yang saat ini sudah menangis sesegukkan.
"Iya Mom, maafkan Daddy tapi Daddy hanya ingin membuat Edrik menjadi anak yang penurut sama seperti Raka."
"Bahkan Daddy tidak menyadari darimana sikap kerasnya itu, Daddy pernah mendengar tidak anak itu cerminan dari orang tua, dan Edrik itu merupakan cerminan Daddy di masa lalu, bahkan Daddy lebih kejam daripada Edrik, Daddy tidak ingat sekejam apa Daddy memperlakukan Mommy dulu."
"Astaga Sayang, kok malah nyambung kemana-mana sih, itu kan masa lalu bahkan Daddy sendiri pun tidak mau mengingat masa-masa itu, Mommy jangan mengungkit hal yang sama sekali tidak mau Daddy ingat."
Mommy Aqila diam saja tidak bicara dan masih dalam posisi membelakangi Daddy Raffa. Tidak lama kemudian Mommy Aqila merebahkan tubuhnya tapi masih tetap membelakangi Daddy Raffa.
"Sayang, jangan gitu dong," rengek Daddy Raffa.
Perlahan Daddy Raffa juga ikut merebahkan tubuhnya dan hendak memeluk Mommy Aqila tapi dengan cepat Mommy Aqila menepisnya.
"Jangan peluk-peluk."
"Kok gitu?"
"Jangan peluk atau Daddy keluar, tidurnya di kamar tamu," seru Mommy Aqila dengan tatapan tajamnya.
"Ok-ok, ampun tidak akan peluk."
Daddy Raffa pun mulai menjauh dan merebahkan tubuhnya dengan wajah yang cemberut. Walaupun sudah tidak muda lagi, tapi kebiasaan Daddy Raffa dari dulu kalau tidur harus memeluk istrinya tapi sekarang tidak bisa karena Mommy Aqila sedang dalam mode galak.
***
Keesokkan harinya...
Semuanya seperti biasa sedang sarapan bersama, Edrik turun dari kamarnya dengan raut wajah yang tidak bersahabat.
"Sayang, sini sarapan dulu," ajak Mommy Aqila.
"Tidak Mommy, Edrik langsung berangkat sekolah saja. Ini kunci mobilnya, hari ini Edrik akan naik angkot," seru Edrik dengan wajah yang datar.
"Tapi sayang, tadi malam kamu tidak makan dan sekarang kamu tidak sarapan, tunggu sebentar Mommy siapkan bekal untuk kamu ya Nak."
"Tidak usah Mommy, Edrik berangkat dulu."
Edrik mencium pipi dan punggung tangan Mommy Aqila, tapi Edrik tidak mencium punggung Daddy Raffa, Edrik masih kesal kepada Daddynya yang menurut Edrik terkesan pilih kasih.
Edrik mulai berjalan ke depan rumah dan menunggu angkot yang lewat. Sepuluh menit kemudian, sebuah angkot datang dan Edrik melambaikan tangannya menghentikan angkot itu.
Edrik tidak sadar kalau di dalam angkot itu sudah ada Icha. Icha duduk di paling pojok, dia tampak sedang tertidur dengan bertumpu pada tangannya.
Disaat Edrik menoleh ke belakang, Edrik baru sadar kalau ada Icha disana.
"Itu bukannya si kancil burik ya," gumam Edrik."
Edrik pun berpindah tempat duduk, kebetulan saat itu angkotnya masih sedikit penumpang. Edrik duduk tepat di samping Icha, dan karena guncangan angkotnya kepala Icha pun tidak sadar berpindah menjadi ke pundak Edrik.
"Ya ampun, nih cewek pagi-pagi sudah tidur apa dia bergadang sampai tidur pulas kaya gini, kalau dia sampai di bawa kabur bagaimana? dasar cewek ceroboh," gumam Edrik.
Tidak lama kemudian, angkot itu mulai penuh dengan penumpang. Mau tidak mau Edrik menjadi berdesak-desakkan membuat Edrik merasa sesak.
"Ya ampun, Pak sopir ini sudah penuh mau nunggu apa lagi?" teriak Edrik yang merasa kesal.
Mendengar teriakkan Edrik membuat Icha terbangun karena kaget.
"Sebentar Dek, itu masih muat untuk dua orang lagi."
"Apa, gila...sudah sesak seperti ini masih saja nunggu penumpang," ketus Edrik.
"Dek, kalau mau nyaman naik taxi online saja jangan naik angkot," sahut sopir angkot kesal.
"Loh bule gila, ngapain lo disini?" tanya Icha.
"Ya mau ke sekolahlah."
"Maksud gue, ngapain lo naik angkot? mobil mewah lo kemana?"
"Kan lo tahu kalau gue lagi di hukum jangan menggunakan fasilitas orangtua dulu selama satu bulan."
"Oh iya gue lupa, tapi ga apa-apa lo kan bisa sekalian ongkosin gue."
Pletaaakkk...
Edrik menyentil kening Icha...
"Aw, kok lo sentil kening gue sih? sakit tahu."
"Habisnya jadi cewek suka banget manfaatin situasi, di otak lo yang ada gratisan mulu."
"Harus dong, mumpung gue bareng sama anak sultan ya gue kan bisa manfaatin lumayan ngurangi jatah ongkos."
"Astaga, ngirit banget lo jadi orang. Ongkos dari rumah lo ke sekolah palingan juga cuma ceban."
"Bagi kalangan sultan kaya kalian, uang ceban mungkin sama sekali tidak ada artinya tapi buat kalangan seperti gue yang tahu bagaimana susahnya mencari uang, nilai segitu sangat berharga, kami bela-belain kerja siang dan malam justru hanya untuk mendapatkan uang segitu," sahut Icha sedih.
Edrik tercengang mendengar jawaban Icha, dia baru tahu kalau uang sepuluh ribu yang selama ini sama sekali tidak ada nilainya di mata Edrik, justru sangat berharga untuk Icha.
Setelah pembicaraan itu, Edrik dan Icha pun saling diam tidak ada yang memulai pembicaraan, Edrik merasa sangat bersalah kepada Icha. Hingga tidak lama kemudian, mereka pun sampai di depan sekolah.
Edrik dan Icha pun turun, tapi sebelum Edrik membayarnya, Icha sudah terlebih dahulu memberikan uang sepuluh ribu kepada sopir angkot.
"Pak, ini ongkosnya terima kasih ya Pak."
Icha segera masuk ke dalam sekolah meninggalkan Edrik, dengan cepat Edrik mengeluarkan uang lima puluh ribu kepada sopir angkot.
"Tidak usah dikembalian, kembaliannya buat Pak sopir saja."
"Wah, terima kasih Dek."
Edrik segera berlari menyusul Icha, tapi Icha sangat cepat. Disaat Edrik hendak menuju kelas Icha, tiba-tiba bel pun berbunyi, Edrik mengurungkan niatnya dan balik kanan menuju kelasnya sendiri.
Ada perasaan bersalah dalam diri Edrik kepada Icha, Edrik memutuskan akan meminta maaf kepada Icha nanti pas jam istirahat saja.
🎒
🎒
🎒
🎒
🎒
Jangan lupa
like
gift
vote n
komen
TERIMA KASIH
LOVE YOU
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Isrotin Setia
lanjutttt
2022-03-28
0
⚘DewPck🌱Sqd🐛🌽🦃⃝⃡ℱ
smoga aja Edrik bisa berubah stelah dihukum sama Daddy
2021-09-09
0
☠☀💦Adnda🌽💫
moga aja tuh bule tengil bisa berubah setelah dihukum sebulan dan deket sama icha. .. .
2021-08-31
0