Pagi itu, Sena terbangun dan mendapati dirinya seorang diri di dalam kamar. Entah bagaimana caranya ia bisa pulang dan bagaimana caranya kini ia sudah memakai piyama, tanpa penutup apapun di kedua intinya.
"Dimana mas Hanan?" gumam Sena sambil menelisik seluruh sudut kamar ini dan ia tidak melihat siapapun, satu yang mencuri perhatiannya, ada sebuah catatan kecil yang menempel di kaca meja rias.
Melihat itu, Sena langsung turun dan menjangkau catatan.
Hari ini aku tidak bisa menemanimu, bersenang-senanglah dengan Rara. Malam ku usahakan datang.
Tulis pesan dalam catatan kecil itu. Sena tersenyum, namun sejurus kemudian ia jadi ingin tahu apa yang sebnernya sedang dilakukan Hanan.
Mendadak ia jadi ingin tahu banyak tentang laki-laki itu.
Dimana rumahnya? dia tinggal bersama siapa? dan sudah menikah atau belum?
Pelan, Sena menggeleng-gelengkan kepalanya. Bukan haknya untuk tahu itu semua. Seperti kata Felli, jangan terlalu diambil hati, hubungan mereka hanyalah sebuah kesepakatan.
Urusan pribadi Hanan biarlah tetap menjadi milik pria itu dan dia pun juga begitu.
"Tapi, kenapa mas Hanan memintaku untuk tidak dekat dengan pria lain? memangnya dia mau memiliki aku sepenuhya?" gumam Sena lagi, lalu memilih duduk di kursi meja rias itu.
Mendadak galau.
Tak ingin gundah gundala sendirian, akhirnya Sena memutuskan untuk menghubungi Felli. Hanya dengan Felli lah ia bisa menceritakan semuanya, menjadi dirinua sendiri tanpa perlu ada yang disembunyikan.
Di panggilan pertama, telepon itu sudah terjawab.
Keduanya saling lepas rindu, meski baru beberapa hari tidak bertemu.
Sena pun langsung menceritakan tentang hubungannya dengan Hanan saat ini. Tentang kepindahannya ke apartemen, tentang mereka yang tinggal bersama dan tentang Hanan yang memintanya untuk tidak memiliki hubungan dengan pria lain.
"Kenapa seperti itu ya Sen? jadi banyak aturannya, tapi aturan-aturan itu seolah ingin kamu jadi milik om om itu, memangnya dia mau menikahimu?" tanya Felli setelah Sena selesai bercerita.
"Tidak mungkin, pasti mas Hanan ingin menikahi wanita baik-baik, bukan mantan pelacu'r seperti aku," jawab Sena pesimis.
"Tapi kan om Hanan juga yang mengambil kesucianmu, sepertinya kamu harus mulai selidiki latar belakangnya Sen. Bisa bahaya kalau dia mengajakmu serius sementara dia sudah punya istri," jelas Felli lagi dan Sena hanya terdiam.
Sena pun sebenarnya begitu penasaran dengan latar belakang Hanan, namun kebaikan Hanan selama ini selalu membuatnya untuk tidak berpikir yang aneh-aneh.
Baginya, Hanan adalah pria matang single yang sedang berpetualang dan memiliki pekerjaan mapan. Selebihny hidup normal seperti yang lainnya, memiliki kedua orang tua dan beberapa saudara.
Tidak lebih, hanya itu yang ada di bayangan Sena.
"Iya deh, nanti coba aku cari-cari," jawab Sena dengan lemas.
"Oh iya Fell, buat mamak kita mau kirim uang berapa?" tanya Sena lagi, mengalihkan pembicaraan. Jika terus membicarakan tentang Hanan pasti tidak akan ketemu ujungnya.
"Berapa ya? 7 juta ya? bilangnya kita dapet bonus 1 bulan gaji, karena kerjanya bagus dan beberapa kali ikut lembur," jelas Felli dengan menerka-nerka alasan yang kira-kira tepat untuk diberikan pada masing-masing orang tua mereka.
"Iya, bilang juga nggak semua orang dapet bonus ini, jadi jangan dipamer-pamerin ke warga yang lain. Takutnya nanti mamak cerita lagi sama wak esih, kan Putra ikut kerja disini juga," timpal Sena dan Felli mengangguk setuju.
"Iya, nanti kita bilang mamak diam-diam saja, nggak enak sama Putra, dia nggak dapet bonus,"
"Iya," jawab Sena setuju.
Panggilan telepon itu masih terus berlanjut, kini gantian Felli yang berkeluh kesah. Tak bisa bebas karena tinggal di rumah saudara.
Lama, sekitar satu jam barulah panggilan itu berakhir.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jam dua siang, Sena dan Rara sepakat untuk bertemu di salah satu pusat perbelanjaan. Menggunakan sepatu kets, celana jeans warna hitam dan kaos putih panjang, Sena datang lebih awal disana.
Masuk lebih dulu dan menunggu Rara di salah satu kursi tunggu yang tersedia.
Saat sedang celingak celinguk mencari Rara, ia merasa ada seorang pria yang diam-diam memperhatikannya.
Sena mencoba acuh meski rasanya begitu tidak nyaman. Ia tak begitu takut karena disini keadaan begitu ramai. Jika pria itu berani berbuat macam-macam, Sena akan langsung berteriak meminta tolong.
Di ujung sana, si pria menghembuskan napasnya lega. Sang incaran tidak melakukan tindakan berlebih, seperti berlari menjauh atau menghampirinya dan menanyakan berbagai pertanyaan.
Pria itu adalah Bagas, dia mendapat tugas dari Hanan untuk kembali mengawasi Sena.
Tak berselang lama, Rara datang dan langsung menghampiri Sena.
"Maaf ya Sen, lama ya kamu nunggu?" tanya Rara dengan raut wajah menyesal.
"Nggak kok, aku baru juga dateng. Jadi mau makan dulu apa nonton dulu?" tanya Sena. Ya, tujuan mereka kesini memang untuk menoton bioskop, ada satu film yang begitu ingin mereka tonton, genre horor. Teman adalah partner yang tepat untuk menonton genre itu.
"Makan dulu, takutnya nanti ada adegan sadis, keluar dari bioskop kita nggak nafsu makan."
"Bener," jawab Sena menyetujui. Keduanya lalu bergandengan dan menuju salah satu restoran cepat saji, mereka memilih untuk makan ayam yang digoreng dengan tepung, menu paling murah disini.
Dan Bagas masih setia mengikuti, kini ia memakai topi untuk melindungi diri.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara itu di tempat lain.
Hanan, sedang menemui sang istri, Lora. Sedari semalam, Lora selalu merengek mengatakan jika perutnya sakit.
Kini, sepasang suami istri ini sedang berada di rumah sakit, tepatnya di ruangan dokter kandungan Lora, Susan.
"Semuanya baik-baik saja Bu, Pak. Tidak ada masalah, bayinya juga belum berada di jalur lahir, jadi sakit yang dialami Ibu Lora bukanlah kontraksi. Bisa jadi efek dari lelelahan atau banyak pikiran. Karena pikiran seorang ibu begitu mempengaruhi kondisi janin," jelas Sunsan rinci dan sungguh Hanan tidak memperdulikan hal itu. Hanan hanya terus terdiam tanpa menunjukkan sedikitpun ketertarikan.
"Mas, kamu dengar kan apa kata dokter Susan, jangan acuhkan aku lagi, ini demi anak kita," terang Lora saat mereka sudah kembali dan kini berada di rumah.
Mendengar itu, Hanan berdecih dan menatap meremahkan pada sang istri.
"Aku tidak peduli sedikitpun pada anak itu apalagi padamu. Sudah ku katakan gugurkan, tapi kamu menolak kan? bersikeras ingin melahirkan anak itu. Jadi, tangunglah sendiri resikonya, jangan banyak meminta ata menuntut padaku," jawab Hanan dengan begitu mudahnya.
Lora, mengeram kesal, bahkan dengan anak kandungnya sendiripun Hanan begitu kejam.
"Ini terakhir kalinya meminta aku pulang. Jika masih kamu ulangi, aku akan mencabut semua hakmu menjadi istriku. Hiduplah menggembel," ucap Hanan lalu pergi meninggalkan Lora.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Hariyanti
kayaknya Hanan tau itu bukan anak nya.ntar tes DNA aja.
2025-02-27
0
andi hastutty
Kayanya bukan anaknya hanan deh
2024-09-21
0
adning iza
bnarkh anky hanan
2024-05-02
0