Kini, Hanan sudah membawa Sena keluar dari basement kantor. Mobilnya melaju di tengah-tengah jalan raya kota Jakarta. Sore itu langit nampak begitu cerah, tak ada awan yang menyelimuti, sementara di ufuk barat langit terlihat lebih merah.
Semerah kedua pipi sang gadis yang duduk di samping kursi kemudi. Sena menunduk, masih merasa malu dengan apa yang dilakukannya di dalam mobil tadi. Tak bisa dipungkiri, jika tubuhnya pun menikmati sentuhan itu.
"Sayang, kenapa hanya diam? apa masih membayangkan kejadian tadi?" goda Hanan dengan terkekeh pelan. Ia melirik sekilas lalu kembali fokus menatap jalanan.
Digoda seperti itu, Sena mencebik merasa kesal. Rasanya ia ingin sekali membalas Hanan. Membuat tubuh pria ini berada dalam kendalinya, hingga tanpa penyatuanpun bisa membuatnya melayang.
Tapi, Sena tak punya cukup keberanian untuk melakukan itu. Tadi pagi saja saat ia menyentuh inti Hanan, tangannya bergetar, merasa asing.
"Malam ini, manfaatkanlah aku sebaik mungkin," jelas Hanan dan Sena mengeryit bingung.
Makin bingung lagi, saat Hanan menepikan mobilnya di sebuah butik ternama.
Tanpa babibu, Hanan turun. Sena yang tergugu pun hanya bisa mengikuti langkah sang daddy. Bahkan Sena sedikit berlari menerima uluran tangan Hanan.
"Peluk lenganku," titah Hanan dan Sena menurut. Sena pun begitu menyukai memeluk lengan Hanan jika sedang berjalan seperti ini.
Terasa nyaman dan begitu dekat.
Keduanya masuk dan langsung di sambut oleh salah satu karyawan. Hanan tak memperdulikan itu, sementara Sena menanggapinya dengan tersenyum ramah.
Sampai disebuah ruangan yang dipenuhi dengan baju-baju indah, karyawan itu pergi. Lalu tak berselang lama, datang seorang wanita menghampiri keduanya.
"Pak Hanan," sapa wanita itu dengan ramah, lalu melirik ke arah Sena dengan tatapan yang entah.
"Layani Sena dengan baik, aku akan menunggu disini," titah Hanan dan wanita itu mengangguk.
"Baiklah Bos," jawab si wanita dengan tersenyum lebar.
Sena kikuk, dengan tak rela ia melepaskan dekapannya dari tangan Hanan dan mengikuti wanita itu pergi.
"Nama yang cantik, Sena," ucap wanita itu dengan cekikikan.
"Ups, kita belum kenalan ya? kenalkan, namaku Rossie. Jangan panggil Mbak ya, panggil saja Miss," ucapnya lagi masih dengan senyum.
Sena, masih tetap pada mode yang sama, kikuk.
"Ayo masuk, semua seisi gedung ini adalah milik pak Hanan, itu artinya juga jadi milikmu. Jadi jangan sungkan," terang Rossie yang begitu ramah. Ia dan Sena sampai di sebuah ruangan yang mirip seperti kamar, hanya saja tak ada ranjang disana.
Sena lalu mandi memberasihkan diri, sementara Rossie menunggu dengan memilihkan beberapa baju yang akan cocok dikenakan Sena.
Satu-satunya wanita yang dibawa tuannya kesini setelah Airin. Mengetahui fakta itu, Rossie cukup yakin jika Sena adalah wanita yang spesial.
Maka, ia akan melayaninya sebaik mungkin.
15 menit di dalam kamar mandi, akhirnya Sena keluar. Tubuhnya terasa segar dan lebih bertenaga. Kini satu yang ia bingungkan, bagaimana caranya menutupi tanda merah ini dari pandangan Rossie.
Akhirnya, Sena hanya bisa memanfaatkan rambutnya. Rambut yang sedikit basah itu digerainya hingga menutupi semua leher, saat ini Sena mengenakan handuk kimono.
"Kesini sayang, aku akan mengeringkan rambutmu," ucap Rossie sambil melambai, meminta Sena untuk duduk di meja rias.
"Ti-tidak Miss, biar aku keringkan sendiri," jawab Sena gugup.
Melihat tingkah Sena, Rossie bersusah payah menahan tawanya. Tanda merah itu nampak jelas dimatanya, mustahil untuk disembunyikan.
Dimana pak Hanan menemukan gadis lugu seperti ini? batin Rossie.
Jika dilihat-lihat, Sena sedikit mirip dengan Airin. Lesung dipipi kirinya itu, batin Rossie lagi dengan raut wajah menilai.
Ah, tapi tetap saja beda, Sena lebih muda. Setelah membatin itu, Rossie terkekeh.
"Jangan sungkan, aku sudah melihat semuanya," celetuk Rossie setelah kekehannya mereda.
Mendengar itu, Sena menurunkan pandangannya, merasa malu. Lalu mengikuti semua perintah Rossie dengan patuh.
Bahkan Sena menurut saat Rossie membantunya mengenakan baju pilihan, membenahi rambutnya dan memberikan riasan tipis di wajah cantik Sena.
"Selesai!" ucap Rossie dengan bangga, ia begitu bahagia melihat Sena yang terlihat sangat cantik. Berkali-kali lipat kecantikan Sena bertambah.
"Kalau seperti ini, kamu minta jet pribadi juga pasti pak Hanan akan menyetujuinya," kelakar Rossie dengan mata yang berbinar.
Diam-diam, Sena mengulum senyumya. Iapun merasa terkejut dengan perubahannya sendiri. Bahkan hanya dengan baju dan riasan tipis, ia bisa berubah begitu banyak.
"Terima kasih Miss," ucap Sena tulus, ia berterima kasih karena Rossie membuatnya terlihat begitu cantik.
"Sama-sama sayang," jawab Rossie tak kalah tulusnya.
"Sekarang, ayo kita keluar," ajak Rossie dan Sena mengangguk, setuju.
Di luar sana, Hanan sudah menunggu.
Tatapannya terkunci, menatap takjub pada sang wanita yang berjalan menghampiri dirinya.
Airin, batin Hanan.
Kini, Sena nampak bukan seperti Sena. Kini, Sena seolah berubah menjadi seorang cinderella yang sedang mengenakan sepatu kaca. Begitu cantik dan mempesona.
Makin Sena mendekat, bayangan Airin makin terasa melekat.
Namun sejurus kemudain, Hanan menggelengkan kepalanya pelan.
Bukan, gadisku adalah Sena, bukan Airin. Batinnya yakin.
Semakin yakin saat Sena sudah berdiri tepat di hadapannya.
"Cantik," ucap Hanan langsung dan satu kata itu berhasil membuat kedua pipi Sena berubah jadi merona.
Rossie yang melihat keduanya pun merasa ikut berbunga-bunga.
Sore itu, Hanan membawa Sena untuk menyusuri kota Jakarta. Seperti mengerjar Senja, Hanan terus mengemudikan mobilnya itu sampai matahari tenggelam dan berganti malam.
Mobil itu berhenti di salah satu hotel bintang 5, melihat itu Sena terheran-heran. Hotel baginya sesuatu yang ambigu.
"Untuk apa kita kesini Om?" tanya Sena penasaran.
"Makan malam romantis," jawab Hanan dengan tersenyum.
Mendengar itu, Sena menggigit bibir bawahnya, menahan senyum sekaligus mengurangi kegugupan.
Keduanya lalu turun dan mulai memasuki hotel itu, naik ke lantai 10 dimana restoran berada. Sebelumnya, Hanan sudah mempersiapkan semuanya. Mengosongkan 10 meja yang berada di dekat jendela kaca, hanya untuk memiliki privasi berdua dengan Sena.
Kedua mata Sena berbinar, saat mereka sampai di meja makan. Meja yang sudah dihias begitu cantik, lengkap dengan pemandangam malam yang tak kalah indahnya. Dari atas sini, mereka bisa melihat gemerlapnya kota Jakarta di malam ini.
Diperlakukan seperti ini, Sena merasa seperti wanita di tv tv, yang selalu diajak makan malam romantis oleh sang kekasih.
Bahkan Hanan menarik kursinya dan mempersilahkan Sena untuk duduk lebih dulu. Belum apa-apa, ia sudah meleleh.
"Apa kamu suka?" tanya Hanan saat keduanya sudah duduk sempurna.
"Suka Om," jawab Sena dengan riangnya.
"Kalau begitu aku tambah aturan kedua, jika sedang berdua seperti ini jangan panggil aku Om. Panggilah dengan sebutan Sayang atau Mas."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
Hanan mulai maju satu langkah😘
2024-11-29
0
ep_mygTHV
parah bgttt
2025-01-01
0
Anisatul Azizah
semoga Airin datang
2024-10-20
0