Setelah dirasa aman, Sena keluar dari tempatnya bersembunyi. Barulang kali ia menghela napas dan mengelus dadanya sendiri.
"Lega," gumamnya saat melihat tak ada lagi Rara dan Rangga di depan sana, ia mengintip dari balik dinding kaca.
Sebelum melangkah, Sena mengikat rambutnya tinggi-tinggi, gerah.
Tak disadari olehnya, jika sedari tadi ada dua pasang mata yang memperhatikan gerak gerik gadis ini.
Yoana dan Bagas disana, merasa lucu sendiri dengan kelakuan baby sugar sang bos.
"Gas, kamu ya yang ikuti Sena pulang kali ini, aku sudah ada janji dengan suamiku," ucap Yoana.
"Oke deh Bu," jawab Bagas tanpa debat.
Dengan jarak aman, Bagas mengikuti kemanapun Sena pergi. Memastikan gadis ini pulang dengan selamat, sampai di apartemen.
Brug!
"Aduh!" kaget Bagas di ujung sana, saat melihat Sena yang berjalan mengendap-ngendap dan malah menabrak tubuh seseorang.
Tak main-main, yang ditabraknya adalah sang Presdir.
Pusing dengan permintaan Hanan, Hanaf sampai pulang terlambat. Saat semua karyawan sudah pulang, ia baru keluar dari ruangannya.
"Maaf Pak, maafkan saya," ucap Sena cemas dan takut. Tak melihat siapa yang ditabraknya, ia terus menunduk, menurunkan pandangan.
Hanaf yang sedang dalam keadaan tak baik, mengusap dadanya dengan kasar. Ingin marah, namun harus ditahan demi menjaga nama baik.
Sekilas, dilihatnya wanita ini, menunduk dengan begitu dalam sampai-sampai tanda merah di belakang lehernya terlihat semua.
Ingin terkekeh, namun Hanaf tahan.
"Siapa namamu?" tanya Hanaf dengan suara yang tegas.
Ditanya nama, Sena langsung merubah posisinya jadi siap, berdiri tegak dengan kedua tangannya lurus tegap.
"Sena Pak!" jawabnya lantang.
Melihat itu, Hanaf mengulum senyumnya.
Ya ampun, lucu sekali. Gadis semuda ini sudah begitu berani. Siapa yang mencetak tanda merah sebanyak itu? apa kekasihnya? Batin Hanaf.
Melihat yang ditabraknya adalah bos besar, Sena kambali menunduk, takut.
"Maafkan saya Pak, saya tidak sengaja," bela Sena lagi memohon dimaafkan. Ia tak ingin membuat keributan apalagi sampai berakhir dengan pemecatan.
"Kamu dari deivisi apa?" tanya Hanaf yang tidak memperdulikan kata maaf Sena.
"Pengawasan Pak," jawab Sena masih dengan menunduk.
"Devisi pengawasan harusnya jangan ceroboh, bagaimana sikapmu di luar biasanya seperti itulah dia bekerja," ucap Hanaf dengan nada tegas, dan Sena makin ketakutan dibuatnya.
"Maafkan saya Pak," lirih Sena tak punya pembelaan.
"Siapa namanu tadi? Sena? nama yang akan saya ingat, jadi bekerjalah dengan baik. Sekali saja melakukan kesalahan, kamu tahu kan akhirnya bagaimana?"
Masih menunduk, Sena mengangguk.
Lalu terdengar bunyi langkah yang menjauh, setelah mengatakan itu, Hanaf berlalu dengan diikuti 2 orang lain. Entah siapa, tapi Sena yakin itu para sekretaris atau asistennya.
"Ya Allah, menyeramkan sekali," guman Sena dengan tubuh yang bergidik ngeri.
Setelah Hanaf benar-benar menghilang, barulah ia kembali melangkah, pulang.
"Aduh, lega," gumam Bagas yang masih setia menguntit Sena dari belakang. Lega, karena Hanaf tidak memperpanjang urusan dengan sugar baby sang atasan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sampai di apartemen, ponsel Sena berdering, dilihatnya ada panggilan masuk dari Om Hanan.
Tanpa menunggu lama, Sena langsung mejawab panggilan itu.
"Om," jawab Sena sambil terus berjalan, masuk menuju dapur.
"Kamu sudah sampai?" tanya Hanan basa basi, padahal ia baru saja mendapat pesan dari Bagas yang mengatakan jika Sena sudah masuk ke dalam apartemen. Bahkan Bagas juga mengatakan jika sebelumnya Sena mampir ke supermarket di dekat apartemen untuk membeli beberapa sayuran.
Satu yang tidak Bagas ceritakan, tentang insiden kecil antara Sena dan Hanaf.
"Sudah, baru saja masuk," jawab Sena jujur.
"Malam ini belilah makanan diluar, aku tidak bisa menemanimu," terang Hanan diujung sana.
"Om tidak usah khawatir, aku tadi sudah membeli sayuran, aku akan masak sendiri," jawab Sena, persis seperti jawaban yang diharapkan oleh Hanan.
"Baguslah, jangan hanya beli sayuran, belilah apapun yang kamu mau, jangan takut uangmu akan habis," ucap Hanan perhatian.
Tadi pagi, ia memberikan uang cash 5 juta pada Sena, jajan untuk seminggu katanya. Jika habis pun Sena boleh meminta lagi.
Sengaja, Hanan memberikan uang cahs, jika ditransfer pasti Sena tidak akan menggunakannya. Ditumpuknya terus di dalam tabungan, seperti nasib uang 250 juta waktu itu.
Mendengar itu, Sena mala mengerucutkan bibirnya, tidak suka.
"Malam ini tidur sendiri, berani tidak?" tanya Hanan memastikan.
Pasalnya, malam ini ia akan pulang ke rumah. Rumah dimana istrinya Lora berada.
"Berani Om, di kamar kan juga ada tv nya, aku bisa nyalakan sampai pagi,"
Mendengar itu, Hanan berdehem, setuju.
Keduanya terus berbincang, obrolan ringan yang mengalir tanpa henti. Sena, menggunakan mode loudspeaker untuk mendengar suara Hanan, sementara ia sudah berkutat di dapur.
Sedangkan Hanan, duduk di dalam mobilnya, masih enggan untuk turun.
Sesekali baik Hanan ataupun Sena tertawa, menertawakan satu sama lain.
Entahlah, mudah sekali bagi keduanya untuk menjadi dekat. Mungkin, karena dulu mereka pernah menyatu. Hingga tak ada yang perlu disembunyikan diantara mereka.
"Aku matikan ya?"
"Iya Om," jawab Sena singkat.
Hanan tersenyum, jawaban Sena selalu saja seperti itu, singkat dan sesimpel itu. Padahal ia berharap, Sena akan merengek jangan matikan jangan matikan.
Dengan sedikit rasa kecewa, Hanan memutus panggilan itu lebih dulu. Menoleh keluar, memperhatikan rumah mewah bernuansa putih itu.
Rumah yang tidak pernah dianggapnya sebagai tempat untuk pulang.
Menghela napas, Hanan turun dari dalam mobil, melangkah menuju pintu utama rumah ini. Sekali ia menekan bell rumah itu dan pintu langsung terbuka lebar.
"Pak Hanan," sapa salah satu pembantu rumah itu, namun Hanan bergeming, tetap melangkah menuju kamarnya sendiri. Kamar yang berbeda dengan Lora.
Diujung tangga, Lora berdiri diatas sana. Melihat sang suami yang sudah seminggu ini tidak pulang.
"Mas," panggil Lora saat Hanan sampai di atas.
Berdecih, Hanan mendengar sapaan itu.
"Berhentilah berpura-pura jadi istri yang baik, itu tidak akan mempengaruhiku. Kamu tahu alasannya kenapa? karena aku sudah punya simpanan yang baru," jawab Hanan lalu terkekeh, tawa yang terdengar meremehkan.
Lora, hanya mampu mengepalkan tangannya kuat. Meski benar ini semua hanya sandiwara, namun harga dirinya begitu terhina.
"Tapi jangan pernah lupa, anak yang ku kandung ini adalah anakmu."
"Aku tidak akan pernah lupa, aku begitu mengingat saat aku menyentuh tubuh kotormu. Kamu tahu, setelah malam itu aku begitu jijik dengan tubuhku sendiri," jawab Hanan sarkas.
Tanpa menunggu jawaban Lora, Hanan segera berlalu menuju kamarnya sendiri. Ia bahkan menutup pintu itu dengan begitu keras.
Bersandar di balik pintu, Hanan mengusap wajahnya kasar.
"Anakku yang malang, kenapa kamu harus tumbuh dirahim seorang wanita seperti Lora," gumam Hanan sendu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Dari
yakin anak nya ?
2024-10-26
0
aphrodite
beneran anaknya bukan anak orang lain? kurasa anak orang lain dan Hanan kena jebakan
2024-10-16
0
Ida Ulfiana
tk kira bukan anak hanan ternyata beneran anaknya
2024-10-07
0