Jangan lupa Like, Komen, Vote dan Hadiah, terima kasih 😗😗
Happy Reading 💚
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Brak!
Pintu ruangan Hanan di buka dengan kasar. Persis seperti dugaan sang pemilik ruangan itu, pastilah Presdir akan mendatangi kantornya.
Berdiri di depan meja, Hanaf menatap tajam Hanan.
"Berhenti bertindak sesuka hatimu, jika di perusahaan ini bersikaplah yang profesional," bentak Hanaf pada sang adik.
Tak langsung menjawab, Hanan malah tersenyum kecil.
"Duduk dulu Mas, jangan marah-marah, nanti darah tinggi mu kumat," jawab Hanan cengengesan, dan bukannya Senang, ucapan Hanan itu malah semakin membuat Hanaf marah.
"Jangan menciptakan rumor yang tidak penting, karena inspeksi tadi dihadiri wartawan kamu memutuskan untuk tidak datang kan? kenapa? biar semua orang bertanya-tanya tentang ketidakhadiran mu? hah? ingin semua orang berpikir bahwa aku ingin menguasai perusahaan ini!" kesal Hanaf sampai di ubun-ubun.
Tadi, para wartawan yang ikut dalam inspeksi langsung bukannya menanyakan tentang produk perusahaan tapi malah menanyakan tentang keberadaan Hanan.
Pasalnya, belum lama ini ayah mereka meninggal. Harta warisan menjadi perebutan bagi dua bersaudara ini. Hanaf sebagai anak tertua akhirnya dipilih untuk menepati posisi sang ayah dulu, Presdir. Dan Hanan sebagai sang adik, menduduki jabatan wakil Presdir.
Namun media masih terus saja membandingkan kinerja keduanya, banyak pula para kolega dan pemegang saham yang menginginkan Hanan yang seharusnya menjadi Presdir.
"Mas bicara apa sih? aku sedikit pusing, karena itulah tidak ikut inspeksi," kilah Hanan dengan berlagak sakit, satu tangannya memegangi kening yang tidak sakit sama sekali.
Dan melihat itu, Hanaf berdecih.
"Apa mau mu?" tanya Hanaf langsung, jika Hanan sudah berulah, pastilah ia menginginkan sesuatu.
Hanaf sebisa mungkin menuruti semua keinginan sang adik, agar citra dirinya dan citra perusahaan tidak rusak. Kini, Hanaf memang dikenal sebagai pria idaman, tampan, kaya raya, sukses dan memiliki kehidupan rumah tangga yang harmonis.
Mendengar tawaran sang kakak, Hanan langsung tersenyum lebar.
"Kemarin, Mas sudah membeli tanah di Surabaya menggunakan uang perusahaan, tanpa sepengetahuanku dan itu atas nama Hanaf, bukan nama perusahaan kita, ExstraFood," terang Hanan dengan serius.
Dan mendengar itu, Hanaf mengepalkan tangannya kuat.
"Mbak Nadia juga tidak tahu, kalau Mas ternyata memiliki aset-aset pribadi, bahkan tabungan pribadi pula," ucap Hanan menyeringai.
"Aku tidak minta banyak, bagilah setengahnya untukku, kurasa semua wanita simpanan mu akan mengerti jika jatah mereka dikurangi," sindir Hanan.
"Jaga bicaramu!" bentak Hanaf dengan rahang yang mengeras.
"Aku sedang sibuk, kalau tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Mas boleh keluar," pinta Hanan.
"Dan jangan lupakan, peralihan setengah harta gelap mu untukku," terangnya lagi memperjelas.
Tanpa kata-kata, Hanaf langsung meninggalkan ruangan itu. Dengan hati yang terus mengumpat. Salahnya memang, karena tidak menyingkirkan Hanan sedari dulu.
Bagi Hanaf, soal harta, tak ada namanya saudara.
Bagas yang sedari tadi ada di sana dan dianggap patung akhirnya bisa bernapas lega, pikirnya akan ada peristiwa baku hantam.
"Simpan semua bukti korupsi Hanaf, jangan sampai bocor. Terus selidiki juga para bawahan setianya,"
"Baik Pak," jawab Bagas.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah perdebatan dengan sang kakak, sore ini tiba-tiba Hanan ingin sekali menemui sang ibu, Mariam. Kini ibunya hanya tinggal seorang diri, hanya ditemani oleh pelayang setianya, mbok Darti.
Awalnya, Mariam ikut tinggal bersama Hanaf. Nadia merawatnya dengan begitu baik. Namun sadar jika Hanaf tak menyukai keberadaannya, Mariam memutuskan untuk pulang.
Hanan, bukannya tak ingin tinggal bersama sang ibu. Namun ia tak mempercayai Lora, tak percaya jika Lora akan menyayangi ibunya seperti sang kakak ipar, Nadia.
"Dimana Mama Mbok?" tanya Hanan pada Darti, Darti lah yang membukakan pintu untuknya.
"Di taman belakang Den, kasih makan ikan," terang Darti dan Hanan mengangguk.
Langkahnya langsung saja menuju taman di belakang rumah, taman yang begitu asri layaknya perkampungan kecil.
"Ma," sapa Hanan saat ia sampai di sana.
Mariam menoleh, hanya mendengar suaranya saja ia tahu jika yang datang adalah si bungsu, Hanan.
"Ucapkan salam dulu Han, assalamualaikum, gitu," terang Mariam dan Hanan hanya terkekeh.
Lalu mengulangi sapaannya jadi salam seperti keinginan sang ibu.
"Tumben kesini, kamu berantem lagi sama Mas mu?" tebak Mariam dan memang begitulah adanya.
"Han, kalau Mama menyusul Papa. Hanya tinggal kalian berdua saja, jadi cobalah untuk rukun dengan kakakmu itu," pinta Mariam, ia lalu menarik sang anak untuk duduk di salah satu kursi rotan panjang, duduk bersebelahan.
"Jangan panggil aku Han Ma, Mama juga panggil Mas Hanaf dengan sebutan Han, tidak ada bedanya," keluh Hanan, dan mendengar itu Mariam malah terkekeh.
Sengaja memang, ia memanggil dengan sebutan yang
sama. Ia hanya ingin kedua anaknya serasa ada didekatnya. Meski terkadang yang datang menjenguk hanya ada satu anak.
"Begitu saja di debat kan," jawab Mariam tak mau kalah.
"Kapan Lora melahirkan? mama sudah tidak sabar menunggu lahirnya anakmu," antusias Mariam dan Hanan malah memutar bola matanya jengah.
"Nggak tahu Ma, mungkin 5 bulan lagi, mungkin 6 bulan lagi, mungkin_"
Plak!
"Aw!" keluh Hanan, memegangi lengannya yang dipukul oleh sang ibu.
"Jangan begitu dengan Lora, bagaimanapun anak yang dikandungnya itu adalah anakmu Han. Sudah seharusnya kamu bertanggung jawab penuh padanya. Dosa kamu Han, kalau sampai mengabaikan istri yang sedang hamil," ceramah Mariam dengan wajah kesal.
"Airin sudah lama pergi meninggalkanmu, sekarang yang jadi istrimu itu Lora, bukan Airin," kesal Mariam lagi tak habis-habis.
Dan mendengar nama Airin disebut, Hanan langsung berubah sendu.
"Iya Ma," jawab Hanan lirih.
Cinta yang tidak bersatu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Sen, pulang sama siapa? ku anter yuk?" ajak Rangga, Rara yang mendengar itu mencebikkan bibirnya, sebel.
"Sena pulang bareng aku lah Kak, nggak lihat ini aku disebelahnya," kesal Rara dan Sena hanya terkekeh.
"Aku pulang sendiri aja Ra, aku sudah tidak tinggal di tempat yang lama, sudah pindah," terang Sena.
Ketiga orang devisi pengawasan inipun mulai berjalan keluar dari area perusahaan.
"Nah kan, berarti pulang sendiri, ayo ku anter, aku bawa motor," ajak Rangga lagi belum menyerah.
"Kamu tinggal dimana sekarang?" tanya Rara penasaran.
Dan Sena bingung harus menjawab yang mana dulu, tapi pertanyaan Rara yang paling membuatnya begitu gugup.
"Ti-tinggal sama pakde ku," jawab Sena asal.
Pakde? pikirnya kemudian, namun dengan cepat Sena menggeleng. Tidak peduli. Yang jelas jangan sampai Rara ataupun yang lain mencurigai dirinya.
"Oh, di daerah mana?" tanya Rangga menyelidik.
"Pondok Indah," terang Sena was-was.
"Dimana nya?" tanya Rara pula dan Sena langsung keringat dingin.
"Aku mau ke toilet dulu," jawab Sena buru-buru, lalu berbalik dan berlari kembali masuk ke dalam perusahaan.
Rara dan Rangga yang melihat itu hanya mengedikkan bahunya, bingung.
"Sena kenapa?" tanya Rangga.
"Sepertinya kebelet pipis, dari tadi nahan sampe keringat dingin," jawab Rara yakin.
Dan Rangga pun mengangguk, setuju.
Sena Sena, batin keduanya kompak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
May Keisya
anakko gitu😭... astaghfirullah
2024-04-15
0
Ayuna
Palembang kok Pakde 🤭
2024-01-31
0
Rose Winn
jgn2 si lora hamil anaknya hanaff
2023-10-25
0