Fariz masih duduk bersedekap, menatap Hawa tak suka
Hawa yang merasa diplototin, ingin segera kabur dari hadapannya
Tiba tiba Ilham keluar
"Fariz, kau sudah datang?"
"Iya pa" Fariz mendekat dan memeluk papanya dengan erat
"Semalam papa kesana, kamu belum pulang. Eh giliran papa masuk kekamarmu, kau malah sudah tidur. Duduk" Ilham mempersilahkan putranya untuk duduk kembali
"Maafin Fariz ya pa, Fariz tidak tau"
"Tidak apa apa, bagaimana dengan pekerjaanmu ? lancar?"
"Alhamdulillah lancar pa"
"Oh iya ma, papa kok tiba tiba ingin singkong ya ma? dibakar atau direbus gitu. Kayaknya kok enak" Ilham sengaja membuka kata, agar Hawa bicara
"Bapak ingin singkong?" Hawa
"Eh iya nak, apa kau tau dimana yang ada jualan singkong mentah" Pancing Ilham. Padahal Ilham tau, kebun yang digarap oleh Hawa, ditanami singkong
"Eng, kenapa harus beli pak, dikebun kan ada. Hawa cabutkan ya pak?" Hawa sudah berdiri dan ingin berlari
"Apa ?? cabut ?? kayak gigi aja main cabut. bukannya singkong itu tanamannya menjalar" Fariz
"Itu kalau ubi jalar, kalau yang bapak maksud, adalah ubi kayu. Jadi, kayak kayu. Paham !!" Hawa
Ilham tersenyum melihat Hawa marah marah menanggapi Fariz
"Memang kebangetan kamu Riz riz.. Singkong aja nggak tau. Taunya debet kredit. Oiya, jangan jangan setahu kamu, kalau buah jeruk itu berbuahnya dibawah tanah"
"Ya nggak pa, kalau itu Fariz tau"
"Yasudah, papa ingin sekali singkong. Hawa, ajak Fariz nak, buat bantu bantu kamu" Ilham
"APA???!!! papa apa apaan, Fariz disuruh bantu bantu dia. Nggak mau" Tolak Fariz
"Fariz... Memangnya kamu tega, perempuan mencabut singkong sendiri hah? kalau papa ototnya masih kuat, papa sudah mencabutnya sendiri. Inikan ada kamu" Ilham
"Ya Tuhan papa... Tau gini Fariz disuruh kesini, hanya untuk mencabut singkong, Fariz nggak mau kesini"
"Farizzzzz, yang ikhlas" Sifa
Fariz memandang mamanya tak suka "Ayo jalan, depan" Fariz lagi lagi membentak Hawa
"Eh eh eh, kenapa harus kasar sama wanita" Sifa
Fariz hanya garuk garuk karena ketahuan
"Ayo jalan" Fariz mendorong tubuh Hawa
"Farizzz.. Mama tau loh kamu tadi mendorong"
"Sebenarnya yang anaknya itu siapa sih?" Gerutu Fariz
"Ya, abang" Celetuk Hawa
"Apa tadi kamu bilang, Abang???!!"
Hawa lebih baik diam. Jika meladeni Fariz, bisa bisa hati yang sakit
-
Fariz terus mengikuti langkah Hawa.
"Ini aku mau dibawa kemana ?! lama bener jalannya"
"Sebentar lagi bang"
"Dari tadi bang beng. Sebentar sebenter, tapi nggak, nyampai nyampai"
Hawa berhenti, setelah sampai dikebun singkong yang luas milik Sifa
"Jasnya buka" Hawa
"Kau mau ngapain nyuruh buka buka jas. kau mau memperkosaku?"
"Hah?? jadi bojomu aja, aku belum tentu mau, apalagi memperkosa, yang jelas jelas maksa"
"Sorry ya... aku juga nggak mau menikah denganmu" Jari telunjuk Fariz sudah bertengger dijidat Hawa
Hawa menepis tangan Fariz
"Udah lepas jasnya. Mau nunggu apa ? memangnya nyabut singkong pada pakai jas. Lihat petani disebelah sana" Hawa menunjuk pak petani yang sedang mencangkul dikebun tetangga
"Peduli, kau kan yang disuruh" Fariz
"Sepatunya lepas, abang salah kostum. Para petani disini nggak ada yang makai sepatu"
"Aku kan bukan petani, kenapa kau menyamakan aku dengannya"
"Mau dilepas nggak? pakai sandalku" Hawa melepas sandal, dan menaruhnya didepan Fariz berdiri
Hawa langsung berlalu, dan mengambil kresek seadanya, yang ada diselah selah pohon pisang, yang biasa untuk menyimpan kresek bekas makanan yang Hawa bawa. lalu, membungkus kakinya sendiri seperti memakai sepatu
Fariz melihat Hawa memakai sepatu dari plastik kresek, sebenarnya ingin ngakak, tapi gengsi
Hawa berjalan mencari tanaman singkong, yang kira kira ia mampu mencabutnya. Daripada gondok urusan dengan Fariz, Hawa mulai mencabut singkong, sampai semuanya memerah. Tangan merah, wajah merah.
"Eh eh eh, kuat nggak? kalau nggak kuat, jangan sombong" Fariz tetap omongannya menghina terus
Fariz sudah memakai sandal gapit pemberian Hawa "Sini, biar aku yang cabut. Minggir kamu"
Hawa minggir, takut didamprat lagi
"Eeeekkhhhg eeerkkhhggg" Fariz mencoba mencabut pohon singkong, namun tarikan keberapapun, hasilnya capek
"Sini Hawa bantu bang"
Hawa sudah memegang batang pohon singkong bagian bawah, sedang Fariz, keselnya minta ampun dipanggil bang
"Jangan panggil aku bang. Aku tak suka"
"Lalu Hawa panggil apa ?"
"Aku tidak suka dipanggil olehmu !!!"
"Yasudah, mau dicabut atau nggak?" Hawa masih setia pegang pohon singkongnya
"Nyuruh orang aja sih" Fariz sambil mengibas ngibaskan tangannya yang mulai panas
Hawa tidak menggubris, ia berlalu melewati Fariz berdiri
"Kau mau kemana?" Fariz
"Katanya disuruh mencari bantuan" Hawa berhenti melangkah
"Nggak usah, balik lagi kamu kesini"
Hawa berjalan lagi mendekati pohon singkong yang tadi, dan memegang bagian bawah, dan Fariz memegang batang pohon bagian atas
"Sudah"
"Iya sudah" Fariz
"Kita berhitung ya bang
Uno,
Due,
Tre"
Braaallll
Hawa jatuh diatas tubuh Fariz
"Adde de de de, bangun !! ngapain kamu numpukin aku" Fariz mendorong keras tubuh Hawa
"Ya maaf, Hawa kan nggak sengaja bang"
"Bang beng bang beng. Gayanya pakai bahasa itali, tapi panggilnya bang" Fariz masih bersungut sungut, sambil membersihkan tanah yang mengotori bajunya
"Lalu Hawa panggilnya apa?" Hawa sambil memonceli singkong yang masih belum terlepas dari pohonnya
"Nggak usah panggil. Kan sudah kukatakan, aku tidak suka dipanggil olehmu"
"Iya.. Maafkan Hawa" Hawa memasukkan singkong kedalam plastik bekas, yang sudah disiapkan. Dan Hawa langsung berlalu meninggalkan Fariz
"Hei, kamu mau kemana?"
"Pulang"
"Kenapa ninggalin aku? kalau aku tersesat bagaimana?"
Hawa diam saja. Sampai dirumah usang, Hawa masuk kedalam.
Masih diikutin Fariz "Eh eh eh, kenapa main ditutup. Ini rumahnya siapa?"
Hawa berhenti melangkah, dan berbalik "Ini rumahku"
"Oh.." Fariz masuk kedalam rumah, sambil menyapu pandang keseluruh ruangan "Kau tinggal sendiri, atau..."
"Iya, aku tinggal sendiri"
Hawa masuk kedapur, diikuti Fariz. Hawa jongkok, juga diikuti jongkok oleh Fariz
"Kamu mau buat apaan?"
Hawa mengupas singkong dengan cekatan, lalu membubuhi garam berwarna kuning
"Kok dikasih apa itu?"
"Bumbu tempe"
"Kok singkong dikasih bumbu tempe, memangnya enak?"
Hawa tidak menjawab. Lebih baik Hawa mengambil panci sarangan, kasih air, lalu mengukusnya.
"Terus ini kok disisain ngapain?" Fariz
"Hawa mau buat kripik" Hawa mulai memarutnya, menggunakan parut bawang
Srok srok srok
"Coba dong, kelihatannya gampang"
Hawa memberikan alat parut pada Fariz
Fariz mencobanya "Kok, susah sih nih"
Hawapun menerima kembali alat parutnya
Srok srok srok
Setelah selesai
"Mau rasa apa? original, pedas manis, pedas asin?"
"Yang enak rasa apa?"
"Rasah mbayar"
Fariz mengerutkan dahi
Daripada pusing menanyai rasa sama Fariz, Hawa memilih rasa kesukaan Sifa. Yaitu pedas manis
Hawa sudah mencampur bumbu pedas manis, lalu menggorengnya
"Itu yang dikukus matangnya kapan?
"Baru seperempat jam, kurang seperempat jam lagi, biar tanak"
BERSAMBUNG......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Wiwin Eror
bener kata hawa rasah mbayar yang paleng enak😂😂😂
2022-06-16
0
Nita Anjani
rasa ambyarr Faris, kya org eoon
2022-02-21
0
Endang Purwati
Ya Alloh,
hawaaaaa... kok yo kemekeeel aq moco bahasamu😂😂😂
2021-11-17
0