Saat sampai di rumah rupanya Mommy Tyas sudah tidur. Terpaksa tadi Merry membeli sepatu di tempat lain dan ia juga membelikan untuk Mommy Tyas.
Ya, walaupun harganya tidak semahal yang biasa dibeli oleh Mommy Tyas, setidaknya Merry sudah berusaha memberikan semampu yang ia bisa.
Karena Mommy Tyas sudah tidur, lebih baik besok saja memberikan sepatunya. Setelah membersihkan diri lalu merebahkan tubuhnya di ranjang, ia teringat kembali kejadian tadi.
Merry sudah memaafkan segala tuduhan pria yang Emir panggil Om Al tadi, entahlah Merry tidak tahu itu namanya benar Al atau Ar karena Emir kan cadel.
'Mama' entah kenapa Merry merasa senang saat dipanggil Mama oleh Emir, walaupun sebenarnya kalau punya anak dia pengennya dipanggil Bunda.
Emir ternyata anak yang kekeuh juga ya pada pendiriannya, padahal saat bertemu Merry selalu membiasakan memanggil dirinya sendiri Auntie, tadi dia tetep kekeuh memanggil Mama.
Merry tersenyum mengingat wajah tampan Emir. Tampan sekali dia. Lalu, tiba-tiba wajah Papa Emir sekelebat muncul, Merry menggelengkan kepala kenapa tiba-tiba yang muncul wajah bapaknya sih, apa karena mereka bak pinang dibelah dua? Mereka memang mirip sih, asli plek- ketiplek.
Terus ngomong-ngomong siapa ya nama Bapaknya? Heeehh kok jadi mikirin bapaknya sih, itu kan suami orang!
Karena suami orang, kalau Merry tetap membiarkan Emir memanggil dia Mama, entar Emaknya jadi salah paham, entar dikira ada apa-apa dia sama bapaknya. Ya jangan dong!
Merry mengerutkan dahinya berfikir, kalau nantinya diberi kesempatan untuk bertemu Emir lagi, ia harus mengajarinya baik-baik untuk memanggil Auntie, harus ini harus, pelaaan-pelaan saja karena Merry yakin Emir itu masih balita.
Merry mengangguk-anggukkan kepalanya, ya benar, dia memang harus begitu.
Merry sangat yakin kalau Emir itu balita yang cerdas, anaknya aktif dan cakap sekali, mungkin kelak dia akan menjadi anak yang hebat. Semoga saja.
Merry menarik nafas dalam, heeh Mer Mer kenapa jadi puyeng mikirin Emir sih. Kenapa juga otak yang biasanya cuek sama orang lain jadi terpatri pada satu nama yaitu Emir, ingat ya hanya Emir, tidak termasuk bapaknya apalagi Al yang menyebalkan.
*****
Waktu terus berlalu, seminggu sejak kejadian di mall hari itu ternyata belum mempertemukan kembali Merry dengan Emir.
Merry terus menjalankan tugasnya sebagai bodyguard dan entah Emir sedang apa di sana juga Merry tidak tahu. Sesekali Merry juga mengingat dan merindukan si kecil Emir.
Hari ini Merry harus menemani harus menemani Mbok Nah yang sedang opname di rumah sakit, namanya juga manusia pasti pernah sakit.
Karena di dalam ruang rawat inap ada Mommy Tyas yang menjaga, akhirnya Merry memilih jalan ke taman rumah sakit untuk menghilangkan penat.
Saat sampai berjalan di depan IGD, Merry terbelalak saat berpapasan dengan Emir yang keadaan kepalanya berdarah sedang digendong papanya yang berjalan terburu-buru menuju IGD.
Refleks Merry mengikuti mereka dengan perasaan yang sangat khawatir. Emir yang tadinya diam langsung menangis saat tahu ada Merry dan langsung berontak minta gendong Merry.
"Biar saya yang gendong!" Merry langsung mengambil alih Emir dan berjalan cepat mendahului Papanya Emir.
Saat ditangani di dalam IGD Emir terus saja menangis. Merry terus berusaha menenangkan sebisanya. Sedangkan Papanya juga menemani dan berusaha menenangkan.
"Anak pinter nurut ya sama Bu Dokter, sebentar aja kok!" tutur Merry yang sedang menggendong Emir seperti anak bayi sambil duduk di brankar karena Emir sendiri tidak mau ditidurkan di brankar itu.
"Nanti kalau sudah kita beli mainan baru ya!" rayu papanya.
Akhirnya, setelah melalui pendramaaan yang cukup panjang. Emir diperbolehkan pulang karena luka dikepala sudah beres diperban dan tidak parah.
Kejadian tak terduga barusan membuat Merry dan Papanya Emir mendadak kompak seperti sepasang suami istri.
Kali ini Merry masih memangku Emir di IGD, sedangkan papanya Emir harus mengurus administrasi. Merry menepuk-nepuk pantat Emir pelan agar ia terlelap. Air mata di sudut mata Emir yang masih tersisa dihapus pelan oleh Merry. Ini kali ketiga ia berjumpa dengan Emir, tapi kenapa jumpanya hanya selalu dengan Emir dan Papanya, terus Mamanya kemana?
Merry meraba pelan perban yang menempel di kepala Emir, semetika Emir yang sudah terpejam menggeliat pelan sambil kembali membuka matanya.
Dan disaat itulah Merry merutuki dirinya sendiri dalam hati "Bodoh bodoh gue bodoh, kaan jadi bangun anaknya, ya jelas bangun lah orang gue raba barusan perbannya, ya jelas sakit!" Merry menghela nafas dalam.
"Mamma!" ucap pelan Emir.
"Emir bobo lagi ya, maafin Auntie barusan gangguin Bobonya Emir!" tutur Merry sambil sedikit membenahi posisi kepala Emir karena lengan kirinya mulai kebas dari tadi menahan kepala Emir.
"Papa mana?" tanyanya pelan.
"Eh... be-bentar lagi papa ke sini!" Merry merasa cengoh saat Emir bertanya mana papanya, tadi manggil dia mama, terus sekarang tanya mana papa, jadi berasa udah punya suami dan anak.
"Hai jagoan, ini Papa di sini!" Tiba-tiba Si Bapak udah nongol aja dari balik pintu. "Sekarang pulang ya, ayo!" Si Bapak mulai mengambil alih Emir.
Si jagoan kecil yang hatinya sudah tertambat pada Mama Merry pun mengeratkan pelukannya pada Merry, tidak mau digendong bapaknya.
"Emil gendong Mama!" titah pangeran kecil. "Puyang syama Mama jughaa!" titahnya lagi. Si bapak dan Merry yang sama-sama terkejut saling memandang sejenak.
"Sekarang pulang dulu yaa sama Papa!" Merry mencoba merayu pangeran kecil yang masih memeluknya erat sampai nafasnya terasa engap.
Emir menggelengkan kepala yang sontak langsung dihentikan oleh Merry. "Jangan gini Emir, kepalanya masih sakit!" Merry jadi khawatir dengan luka di kepala Emir.
"Pokonya puyang syama Mamaa!" teriaknya sambil mengeluarkan jurus andalan, hidung kembas kempis pertanda akan turun hujan badai sebentar lagi.
Si Bapak yang hafal luar dalam modelan anaknya langsung menghiba pada Merry, tentu tidak tega melihat anaknya menangis lagi dalam keadaan yang seperti ini. "Apa boleh Mbak?" tanya Bapak dengan ragu, seperti rasanya mustahil permintaannya disetujui oleh calon Mamanya Emir, eeh.
"Hah sa-saya ikut?" Merry jadi loading.
"Kalau Mbak tidak keberatan, saya minta tolong!" Naluri kebapakannya membuat Si Bapak akan berusaha apapun demi anak.
Sangat menyesakkan dada kalau mengingat beberapa menit lalu anaknya menangis, masa harus melihatnya menangis lagi dikeadaan yang seperti ini. Kan kasihan!
Merry si perempuan dingin dengan segala kecuekan dan ketegasan hatinya berubah jadi Hello Kitty dalam hitungan waktu yang sesingkat-singkatnya.
Mendung yang mulai tak mampu lagi menahan diri agar tak jatuh ke bumi mulai berkompromi dengan guntur agar mereka seirama dan serentak membasahi bumi.
"Hoowaaaa mau Mama, puyang syama Mammaa!" Naah kan, suara menggelegar pangeran kecil memenuhi ruang IGD.
"Iya udah iya ayoo!" Merry segera beranjak dan mulai melangkahkan kakinya keluar IGD, diikuti Bapak yang mengekor di belakangnya. Saat sudah sampai di luar Merry teringat pada Mommy nya, huufffhh Emir telah mengalihkan dunianya.
Udah lah, nanti aja di mobil ijinnya!
Saat Merry sudah berada di dalam mobil, mendadak Merry jadi kikuk duduk bersebelahan dengan Papanya Emir di bangku penumpang, sedangkan pangeran kecil masih setia nangkring di pangkuan Merry.
Merry mengambil HPnya dari saku blazer untuk mengabari Mommy Tyas.
"Hallo Mom!"
"Mommy, Merry ijin pulang dulu mau ke rumah teman!"
"Enggak usah Mom, Merry udah berangkat ini!"
"Iya siap Mommy!"
"Oke Mom!"
Setelah telfon berakhir, Merry hanya diam sambil menepuk-nepuk pantat Emir supaya tertidur. Waktu sepuluh menit hanya dihabiskan untuk berdiam diri sambil melihat pemandangan luar melalui jendela mobil. Tidak ada yang menarik di dalam mobil, Papanya Emir juga sibuk dengan HPnya sendiri.
Sedangkan supir di depan hanya diam fokus menyetir. Merry tidak merasa resah dengan keadaan yang seperti ini karena Merry adalah pemain profesional di bidang cuek menyuek seperti ini.
Di tengah keheningannya yang terjadi di antara empat anak manusia di dalam mobil. "Khem," Papanya Emir berdehem, sepertinya pemain yang satu ini kalah dengan kekuatan diamnya Merry.
"Makasih sebelumnya udah mau direpotkan!" ucap Papanya Emir. Merry membenarkan posisi duduknya dan sedikit menoleh ke arah pria di sampingnya.
"Sama-sama!" jawab Merry singkat.
"Sini, Emir dipindahin ke saya aja!" Melihat pangeran yang sepertinya benar-benar terlelap, Si Bapak akhirnya berani meminta putranya.
"Tapi nanti bangun kasihan!" tolak Merry.
"Enggak, dia kalau udah tidur sulit bangunnya!"
Namanya juga Bapakny, ya mesti paham sama anaknya. Berhubung tangan Merry udah kebas, akhirnya ia pun menyetujui ide Sang Bapak.
Terjadilah perpindahan singgasana pangeran kecil ke pangkuan Papanya. Merry memegangi lengan kirinya yang kebas.
"Maaf kebas yaa?"
"Gapapa, santai aja!" jawab Merry sambil memukul-mukul pelan lengannya. Si Bapak pun mengangguk oke, walaupun dalam hatinya tidak enak telah merepotkan orang lain.
"Nama saya Daris, kalau boleh tahu Mbak namanya siapa?"
"Saya Merry!" jawab Merry sembari tersenyum simpul. Dan akhirnyaaa setelah tujuh purnama, kedua manusia ini saling mengenal nama.
"Mbak Merry sudah bekerja apa masih kuliah?" tanya Daris.
"Saya udah kerja, jadi bodyguard!" jawab Merry lugas. Daris tercengang mendengarnya, benarkah wanita di sampingnya ini bodyguard? Waah, kereeenn.
"Wah waah luar biasa!" Daris mendadak heboh, gokil juga perempuan ini.
"Nggak usah panggil Mbak, saya lebih muda dari Anda Pak!" tutur Merry yang berhasil membuat Daris terkekeh.
"Jangan panggil saya Pak juga kalau gitu, saya masih muda!" ujar Daris dengan pedenya.
Merry terkekeh, pria itu lupa diri rupanya, masa udah punya anak masih pede bilang muda.
"Maaf juga kalau Emir manggil Mbak Mama!"
"Saya lebih muda dari Bapak!!" sahut Merry.
Daris jadi tertawa, kekeuh nya wanita ini, "Iya Dek!"
"Saya jadi geli mendengarnya!" ucap Merry dengan geli. Bapak Daris alay sekali orangnya, Merry tidak habis pikir.
"Baiklah Merry, saya manggil kamu Merry saja! Tapi kamu panggil saya jangan Pak ya!" pinta Daris.
"Om Daris?" tanya Merry dengan entengnya, entah kenapa Merry merasa nyaman ngobrol begini. Berdasarkan filling andalan Merry, sepertinya Daris ini orang baik, bisa jadi lebih baik dari Amar.
Sontak Daris ternganga dipanggil Om, apa iya kelihatan kayak Omnya Merry.
"Kalau gitu Pak aja lebih baik!" Sepertinya begitu lebih baik. Merry mengangguk sambil tersenyum miring.
"Oh ya, tadi maaf kalau Emir manggilnya Mama terus! Emir belum pernah merasakan rasanya punya Mama!" tutur Daris berubah sendu.
Merry terkesiap, oh yaa, kenapa bisaa??
"Saya berpisah dengan Mamanya Emir setelah empat bulan dia melahirkan Emir. Jadi dia nggak pernah merasakan kasih sayang Mamanya!" jelas Daris.
Tentu saja lupa dengan Mamanya, namanya juga bayi empat bulan. Anak usianya udah setahun aja juga mesti lupa.
Hufffhhh, Merry tidak tahu harus berbuat apa saat mendengar cerita Daris barusan. Masa iya mau nawarin diri jadi Mamanya Emir, heeh absurd nyaaa. Ternyata Si Bapak duda beranak satu toh.
"Kasihan ya Pak!" Ya gimana gengs, Merry nggak tahu harus ngapain. Ya semoga saja suatu saat Emir bisa merasakan gimana rasanya punya Mama, kasihan juga Merry lihatnya.
Merry heran, kenapa sisi keangkuhannya mendadak lenyap saat bersama mereka. Jadi berubah seperti ibu peri yang menyayangi dan mengasihani dua manusia ini.
Selanjutnya, sisa perjalanan mereka hanya dihabiskan dengan pikirannya masing-masing.
Sesekali Merry juga memandang si gemoy Emir yang mangap kalau tidur. Sedari tadi Merry juga menahan tawa, rasanya seperti melihat Upin Ipin secara live dalam versi yang masih kecil dan sudah dewasa. Wkwk ternyata diam-diam humor Merry receh juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
auliasiamatir
babang Darwis duda tamfan.. toh
2022-01-21
1
Restviani
Emir yg malang....
lanjut...
2021-09-09
0
Irma Kirana
nice story'
2021-08-26
0