"Iya Kak Amar, tenang aja!" Merry berbicara melalui sambungan telepon sembari menyisir rambutnya.
"Jangan lupa loh Mer!"
"Iyaa iyaa," jawab Merry yang sangat bosan dari tadi telfon isinya cuma "Jangan lupa, jangan lupa dan jangan lupa!!"
"AUNTIE JANGAN GANGGU PAPI AKU!!!"
Merry langsung mengusap telinganya yang berdengung karena tiba-tiba muncul suara melengking cempreng anak kecil dari balik sambungan telepon. Siapa lagi kalau bukan Chan. Huuuffhh.
"Ayolah Chan, Papi sedang ada perlu sama Auntie Merry, sini HPnya Papi!"
Dari balik telepon juga terdengar Amar sedang berdebat dengan Chan. Sepertinya Chan telah merebut HPnya.
"No Papi, tidak ada Auntie Merry! Auntie sangat menyebalkan!"
Terdengar lagi suara Chan yang berbicara pada Papinya. Merry yang mendengarnya dari telepon hanya bisa menghela nafas. Salah apa juga dirinya sampai Chan semenyebalkan ini pada dirinya. Mungkin memang sifat turunan dari Bapaknya, dulu Amar kecil juga sangat menyebalkan seperti ini. Ketus dan tak berperasaan.
"Sudahlah Kak Amar, Merry juga mau pergi sama Mommy! Daaah!" Merry yang lebih suka menjauh jika sudah berhubungan dengan Chan lebih memilih mengakhiri panggilan telfonnya. Lalu ia letakkan HPnya di meja rias.
"Siapa juga yang ganggu, orang Kak Amar sendiri yang nelfon heeh rumit!" Merry bergumam pelan sambil menguncir kuda rambutnya. Ia tak mau ambil pusing dengan perlakuan Chan. Lalu keluar kamar dan turun ke dapur.
Di dapur
Merry mengambil botol air di kulkas, lalu membawanya ke mini bar dapur, duduk menghadap Mbok Nah yang sedang mengeluarkan bolu karamel dari dalam oven.
"Wih, harum Mbok!" Merry memuji aroma bolu karamel buatan Mbok Nah.
"Iya Non, ini Nyonya minta buatin!" jawab Mbok Nah yang sedang mengeluarkan bolu karamel dari loyang.
"Non Merry suka?" tanya Mbok Nah sambil melihat Merry yang sedang menengguk air dingin dari gelas.
"Merry suka semua Mbok, tapi sayang nggak pinter buatnya! Nggak bisa masak yang aneh-aneh!" jawab Merry yang tidak pandai masak beraneka ragam masakan.
"Ya nggak papa, kapan-kapan Mbok ajarin masak yang beraneka! Biar nanti kalau udah nikah enak, bisa masakin menu bermacam-macam buat suami dan anak-anak, rasanya seneng banget kalau mereka makan masakan kita, apalagi pas dipuji enak!"
Merry tersenyum kecut, heeh dia belum ada fikiran untuk menikah. Tapi, ada benarnya juga kalau dia harus pinter masak beraneka ragam masakan. Skill masaknya perlu ditingkatkan dan jenis menunya juga harus.ditambah, supaya lebih mantab.
Setelah puas ngobrol dengan Mbok Nah, Merry memutuskan untuk pergi belakang dan duduk di kursi santai dekat kolam, menunggu adzan Maghrib berkumandang.
Ia mengamati air kolam yang jernih karena habis dibersihkan oleh Pak Man tukang kebun di sini.
Semilir angin yang berhembus membuatnya mengingat tentang mendiang Bapak yang dulu juga bekerja sebagai tukang kebun di sini.
Bersyukurnya Mommy Tyas sangat baik, bahkan atas kebaikan beliau sampai detik ini Merry bisa tinggal dan dipanggil Non di rumah mewah ini. Dihargai seperti seorang majikan. Bisa memanggil seorang fashion designer Tyas Syah dengan panggilan Mommy dan bisa menjadi adik dari CEO ternama Amar Syah.
Apalagi mengingat Almarhum Daddy Tio, orang yang telah menularkan kehebatannya pada Amar. Bagi Merry mereka sangat berarti dihidupnya, kebaikan mereka tidak akan pernah Merry lupakan selamanya.
Dia akan terus berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka. Mereka yang membuat Merry si gadis pendiam dan dingin bisa banyak bicara ketika bersama mereka.
Ternyata sibuk berkelut dengan fikirannnya sendiri membuat waktu berlalu terasa cepat, adzan Maghrib telah berkumandang dan ia memutuskan untuk masuk dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Setelahnya Merry menemani Mommy Tyas untuk menonton TV. Mbok Nah muncul dari arah dapur membawai dua potongan sedang bolu karamel dan dua gelas teh hangat.
"Silahkan Nyonya, Non Merry ini dinikmati!"
"Terima kasih Mbok!" jawab Mommy Tyas sambil mengambil bolu karamel dan mulai memakannya, lalu diikuti juga oleh Merry.
"Mom, setelah ini Merry mau izin ke mall beli sepatu!"
Mommy Tyas mengerutkan dahi, "Mau beli sepatu apa kencan sama pacar?"
Merry melongo, kenapa jadi curiga begini.
"Kenapa nggak ngajak Mommy?" selidik Mommy Tyas yang masih menduga-duga karena berharap Merry segera punya pacar.
"Nanti kalau ngajak Mommy malah dipaksa milih sepatu yang cewek banget, lagian Mommy istirahat aja deh!" Merry berkata demikian lalu berjalan menuju kamarnya untuk mengambil HP dan dompet.
"Dianterin sama Pak Njan ya Mer?" teriak Mommy Tyas karena Merry sudah sampai di tangga.
"Merry nyetir sendiri aja Mom!" jawab Merry yang juga berteriak.
Tak lama kemudian Merry turun dan menyalami Mommy Tyas, "Merry berangkat, Assalamualaikum!"
"Waalaikumussalam"
"Oh ya, Mommy mau nitip apa?" Merry menghentikan langkahnya dan berbalik badan.
"Nggak usah, pokoknya kamu harus hati-hati dan jangan pulang malam-malam!" Nasihat Mommy Tyas seperti biasa pada anak perempuannya itu.
"Siap Nyonya Ratu!" Mommy Tyas tersenyum mendengarnya.
Merry masuk mobil Mommy Tyas yang biasa ia kendarai. Melaju membelah jalanan malam yang ramai menuju mall. Entah mengapa dirinya bersemangat sekali ingin pergi ke mall, apa karena ingin membeli sepatu idaman? Tapi biasanya juga tidak seantusias ini, entah Merry juga tidak tahu kenapa bisa seantusias ini.
*****
Saat sedang memilih sepatu sneakers yang diharapkan, tiba-tiba tangan mungil kembali memeluknya dari belakang, membuat Merry mengingat kejadian di panti hari itu.
Bedanya, kalau dulu meluknya di badan kalau sekarang di kaki kanan karena Merry sedang berdiri.
Merry membalikkan tubuhnya perlahan, penasaran siapa sih yang tiba-tiba memeluknya. Merry langsung berjongkok di depan anak kecil itu, saat ia melihat wajahnya, Merry terkejut bukan main.
Bukannya ini anak yang di panti waktu itu ya? Yang siapa sih namanya aku lupa. Wah, bisa kebetulan ketemu lagi gini!
Anak itu menatap Merry dengan mata berbinar, "Mamaa!"
"Hai Adek, ketemu lagi sama Auntie yaa!!"
"Adek sama siapa?" Merry celingukan mencari bersama siapa anak kecil ini di sini. Anak kecil itu masih terus menatap Merry penuh cinta, lalu tiba-tiba 'Cup' dalam sekejap langsung mencium pipi Merry.
Merry tergelak mendapat ciuman dadakan dari anak kecil di depannya. Ia melongo tak percaya, masih kecil sudah berani main cium-cium anak gadis orang eeh. Merry memegang pipinya yang baru dicium anak itu, kenapa rasanya pengen dicium lagi? Uuppss.
Merry mengamati anak kecil yang ada di depannya saat ini, dulu ia tak begitu mengamati karena waktu itu dia sangat aktif.
Bulu matanya lentik, mata kecilnya tajam saat melihat, hidungnya mancung, pipinya gembil kaya bakpao, iih jadi pengen gigit hehe, bibirnya tipis merah muda, kulitnya putih bersih, badannya gembul dan empuk, pasti dia suka makan.
Wah wah melihat dia seperti ini, pasti orang tuanya tampan dan cantik, lihat saja hasil perpaduannya jadi luuaar biiaasa seperti ini. Oh ya, waktu itu dia dijemput Bapaknya kan? Iya sih emang tampan Bapaknyaa.
Bentar-bentar kok gue jadi pikun gini yaa, siapa ya nama anak ini? Mil eemm Mil, Em-mil ooh yaa Emir astagaa.
Di pertemuan keduanya kali ini, Merry mendadak nyaman dengan Emir, mungkin batin Merry karena dia tidak menyebalkan Chan. Merry mengusap lembut kepala Emir sembari tersenyum. Jadi pengen punya yang seperti Emir deh, wkwk.
"Mammaa, Emill mau gendoong!" Emir mengancungkan kedua tangannya minta gendong.
Entah mendapat tarikan dari mana, Merry mengangguk lalu menggendong Emir dengan kaku karena ia belum pernah sebelumnya. Emir terus menyamankan posisinya di gendongan Merry.
"Emir, maafin Auntie ya kalau gendong nggak nyaman!" Merry merasa dirinya sangat bodoh dan mendadak ingin belajar bagaimana cara menggendong anak kecil yang baik supaya saat menggendong bisa nyaman.
Emir tidak menjawab, dia mengalungkan tangannya ke leher Merry erat dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Merry. Lalu, Merry kembali memilih sepatu seraya menggendong Emir.
"Heeeii kamu penculik yaa!" Tiba-tiba ada yang menarik tangannya kasar dari belakang. Merry berusaha melepaskan tangannya dengan kasar karena merasa orang tersebut sangatlah tidak sopan.
"Tolong jaga bicara Anda!" jawab Merry ketus.
Pria itu menyeringai, "Dasar, dari dulu mana ada maling ngaku!!"
"Anda jangan asal tuduh!"
"Itu buktinya!" Pria itu menunjuk Emir yang berada dalam gendongannya.
"Kembalikan anak itu!" lanjut pria itu seraya berusaha mengambil Emir dari gendongan Merry.
"Eits eits bagaimana kalau ternyata penculiknya adalah Anda?" Merry masih menghalangi pria itu untuk mengambil Emir dari gendongannya. Emir yang ternyata tidur, bangun dari tidurnya karena merasa terganggu dengan keributan Mamanya, eh Mama.
"Oom Al?"sambil mengerjap-ngerjapkan mata, Emir memanggil pria itu. "Ayo Emir, jangan sama penculik itu!" Pria itu segera mengambil Emir dari gendongan Merry.
"Anda bisa dengar sendiri kan kalau anak ini mengenali saya, jadi saya bukan penculik dan yang penculik itu adalah Anda!" ujar pria tersebut dengan tajam.
"Ya sudah, ambil saja!" jawab Merry enteng sambil kembali memilih sepatu dan mengabaikan Emir dan pria yang dipanggil Om Al.
"Hey, enak sekali bicara Anda!! Saya harus membawa Anda pada pihak yang berwajib karena Anda adalah PENCULIK!" Pria itu kekeuh menuduh Merry penculik dan bersiap menyeret Merry.
Merry yang pada dasarnya merasa bukan penculik mengibaskan tangannya kasar. Ia tak terima dituduh penculik. "Jaga bicara Anda, saya bukan orang yang suka mencari masalah!" ujar Merry penuh penekanan.
"Mamma Om, itu Mama Emil! Jangan dimalahin!" Emir si kecil yang menangkap bahwa Mamanya sedang dimarahi oleh Omnya tidak terima. Ia berontak minta gendong Merry lagi, tapi pria yang bernama Al itu langsung memundurkan dirinya agar Emir tak bisa menjangkau Merry.
"Ooww rupanya Anda juga telah mempengaruhinya juga untuk memanggil Anda Mama yaa!" tuduh pria tersebut dengan sinis."Jadi Anda sebenarnya sudah tahu kalau Papanya anak ini pengusaha sukses tajir, jadi Anda ingin mempengaruhinya begitu?" lanjutnya.
Merry yang pada dasarnya tidak suka hidupnya diusik dan mengusik masih bisa menahan emosi, ia tak ingin bertele-tele dengan pria di depannya yang tak jelas asal usulnya.
Menjelaskan sampai mulutnya berbusa pun hanya buang-buang waktu saja, pria di depannya ini akan tetap ngotot menuduhnya penculik.
"Di sini ada CCTV kan!" ucap Merry sambil menunjuk CCTV di pojok atas yang memang ada keberadaannya. "Saya rasa itu sudah jelas membuktikan bahwa saya bukan penculik!" lanjutnya dengan tegas.
"Kalau di CCTV itu memang menunjukkan saya penculik, silahkan bawa saja saya ke polisi!" tantang Merry.
Setelah melihat CCTV yang ditunjuk oleh Merry, pria tadi beralih menatap Merry. "Kenapa? Jangan pernah menuduh sebelum ada bukti!" ucap Merry tegas yang membuat pria itu langsung terdiam.
Dari arah belakang pria tadi muncul seorang pria lain yang terkejut melihat keberadaan Merry.
"Pappa!" Emir yang tahu ada papanya langsung berganti minta gendo Papanya.
"Ada apa Al?" tanya Papa Emir pada pria tadi saat merasa ada aura ketegangan di antara mereka.
"Om Al malahin Mama Paa!" Emir yang masih tidak terima karena Merry dimarahi langsung mengadu pada Papanya. Emir juga menatap Al dengan marah, matanya menyipit menatap tajam, pipinya mengembang, dan bibirnya mengerucut.
Merry yang tidak ingin berususan lagi dengan pria aneh di depannya ini langsung pergi, "Sudah tidak urusan lagi kan? Saya pamit!"
Emir yang melihat Merry pergi begitu saja, seketika berontak dari gendongan papanya ingin mengejar Merry, tapi karena papanya masih mengendongnya kuat Emir langsung menangis kencang. "Hooowaaa Mamma Mamma, Emil ikut Mammaaa howaaa!"
Merry sebenarnya juga mendengar suara tangis itu, tapi ia menutup telinganya rapat-rapat karena tak ingin berurusan lagi dengan mereka.
--------------------
Holla Guys makasih udah baca
Jangan lupa like, komen, vote, dan jadiin favorit ya biar muncul pemberitahuan kalau ada update terbaru 🖤🖤
🐫🐏🐃HAPPY EID AL-ADHA🐫🐏🐃
Stay safe, stay healthy🖤🖤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Erlinda
jujur aq suka klo di novel ada anak kecil nya apalagi dgn bahasa cadel nya bikin terhibur dan ketawa sendiri. lucu .ayo Emir ngomong terus dong 😀😀😀😀
2024-02-28
1
auliasiamatir
Mery pinter, om Al.. sih main tuduh aja
2022-01-21
2
Restviani
sampai sini dulu ya thor, nanti aku balik lagi...
2021-08-23
1