"Merry, Mommy mau ada perlu dulu sama Ibu Panti, kamu tunggu di sini saja sambil main sama anak-anak, pasti mereka senang!" perintah Mommy Tyas saat mereka sampai di panti asuhan tempat Mommy Tyas menjadi donatur tetapnya.
Merry tercekat mendengar perintah Mommy Tyas, lebih baik ia disuruh berjaga di pintu gerbang kuburan daripada harus bermain dengan anak-anak.
Bukannya ia tidak suka anak-anak, dia suka karena bagaimanapun dia juga punya naluri keibuan. Tapi, Merry tidak tahu bagaimana cara bermain dengan anak-anak, bagaimana cara agar anak tersebut nyaman dengan dirinya, bagaimana agar anak tersebut bisa tertawa bahagia, dan bagaimana kalau tiba-tiba anak itu menangis?
Merry tidak tahu harus bagaimana bersikap pada mereka. Dia tidak pernah terjun langsung untuk mengurusi anak-anak, hari-harinya tidak pernah dikelilingi oleh anak-anak. Tentu saja itu membuatnya kaku menghadapi yang namanya anak-anak.
Anak kecil yang Merry kenal hanya satu yaitu Chan putra dari Amar yang usianya tujuh tahun. Itu pun mereka jarang bertemu karena Chan tinggal di rumahnya sendiri. Lagipula Chan juga anak yang menyebalkan bagi Merry, Chan sangat usil dan nakal.
Jadi, jika diberi kesempatan untuk menghindar dari Chan, ya lebih baik Merry menghindar saja. Lebih baik ia hidup dengan tenang daripada harus berurusan dengan bocah kecil yang bernama Chan.
Merry mengedarkan pandangannya ke sekitar, kepalanya mendadak nyut-nyutan karena banyak anak-anak di sini. Ya tentu saja banyak, kan memang panti asuhan.
"Nyonya, apa tidak lebih baik saya ikut ke dalam saja?" pinta Merry yang sebenarnya tidak mau jika nantinya diganggu dengan anak-anak yang di sini. Jika tiba-tiba ada yang mengajaknya bermain bagaimana? Merry tidak mengerti harus bagaimana!
"Mommy, Merry!! Bukan nyonya!" Mommy Tyas melolot pada Merry karena dipanggil nyonya.
"Ini kan jam kerja Nyonya, jadi Mer___"
"Husssttt, tidak ada bantahan!" sahut Mommy Tyas cepat.
"Kamu tunggu di sini saja, main sama mereka! Saya masuk dulu!" Mommy Tyas masuk ke ruangan ibu panti, meninggalkan Merry sendirian di teras. Merry menghela nafasnya panjang, rasanya ingin menangis saja daripada berada di posisi seperti ini.
Merry melihat taman bermain panti di bagian timur yang sepi, rupanya anak-anak tidak mau ke sana karena memang tempat bermainnya hanya ada jungkat-jungkit saja sih. Merry segera melangkahkan kakinya ke teman itu, sebelum ada anak-anak yang datang lalu mengajaknya bermain.
Sesampainya di taman bagian timur, Merry duduk di kursi beton taman. Benar, di sini memang sepi dan nyaman. Dia gunakan waktunya untuk menghubungi orang kepercayaannya yang telah ia beri tanggung jawab untuk mengelola tempat kost miliknya.
Saat sedang fokus dengan pekerjaannya.
"Mammaa," Tiba-tiba ada tangan kecil yang melingkar di perutnya dengan erat dari arah belakang. Merry terkejut, siapa yang memeluknya.
"Mamma," Suara itu terdengar lagi, Merry juga merasakan anak kecil itu menggosok-gosokkan hidungnya di punggungnya. Merry mencoba membalikkan badannya menghadap anak kecil di belakangnya.
Anak kecil itu masih tetap memeluk Merry dengan erat. Merry membiarkan anak itu tetap memeluknya, sebelumnya belum pernah ada anak kecil yang memeluknya erat seperti ini.
"Mamaa!" ucap anak kecil itu lagi yang masih tetap memeluk Merry seraya mendongak menatap wajah Merry.
Sepasang mata kecil anak itu menatap Merry lekat-lekat yang membuat Merry jadi salah tingkah.
Pasti dia anak panti yang merindukan Mamanya, kasihan!
Merry bingung harus bagaimana, apa yang harus dia lakukan. Padahal tadi sudah melarikan diri kemari, tapi ternyata ada saja yang nyangkut.
"Eemm hai, nama kamu siapa?" Merry memutuskan untuk bertanya nama saja terlebih dahulu. Merry sama sekali tidak terlihat seperti sosok ibu, dia tetap kaku dan cool.
Anak kecil itu melepaskankan pelukannya lalu tersenyum. "Emil!" jawab bocah itu sembari jempol kanan menunjuk dadanya, sedangkan tangan kirinya berkacak pinggang. Merry tersenyum geli melihat gaya bocah di depannya ini.
"Mammaa Emil?" tanya bocah itu sambil menunjuk Merry. "Auntie Merry!" jawab Merry sambil menunjuk dirinya sendiri. Merry sengaja memperkenalkan dirinya sebagai auntie karena Chan juga memanggilnya auntie.
"Anti Melli?" Bocah itu mengulangi ucapan Merry dengan tatapan menggemaskan. Merry menjawabnya dengan anggukan kepala. Seketika bocah itu langsung menggeleng kuat. "NO, Mammaa Emil!" ucapnya tegas karena tak terima.
Merry iba melihatnya, mungkin dia sangat merindukan sosok Mama jadi sampai memanggil dirinya Mama. "Sini duduk di sebelah Auntie!" Merry mengangkat tubuh kecil itu untuk duduk di sampingnya. Ternyata, tidak seburuk yang ia bayangkan. Dan semoga saja tidak semenyebalkan Chan.
Bocah itu tidak bisa duduk dengan tenang, ia menggoyangkan kakinya dengan kuat. "Adek, duduk yang pintar ya, kalau seperti ini Auntie takut kamu nyungsep!" Merry memegang kaki bocah itu agar diam, dia takut nanti bocah ini nyungsep karena terlalu aktif saat duduk. Merry khawatir, ia tak punya pengalaman seperti ini dengan Chan.
Merry mulai dilanda kebingungan harus berbuat apa setelah ini. Dia bukan orang yang banyak bicara yang selalu punya ide untuk diobrolkan.
"Mamma, mana tluk Emil?" Bocah itu menengadahkan tangannya pada Merry.
"Tluk?" Merry tidak paham apa yang yang dikatakan bocah itu. Dia masih cadel, entah berapa usianya Merry juga tidak tahu, yang jelas menurut Merry dia masih balita.
Bocah itu mengangguk-angguk kuat yang membuat Merry jadi takut badan kecilnya ikut nyungsep. Merry semakin bingung, apa tluk itu?
"Itu Mammaa ituu!" seru bocah itu heboh sambil menunjuk mainan truk kecil yang dipegang oleh salah satu anak panti. Ya Tuhan, ternyata mainan truk kecil, Merry baru ngeh.
"Punya Adek di mana?" tanya Merry pelan. Bocah itu hanya menggelengkan kepala. Merry menyimpulkan mungkin mainan truk milik bocah itu ada di dalam panti.
Selanjutnya Merry bingung harus bagaimana lagi. Ia hanya diam mendengarkan bocah itu yang mulai bernyanyi. "Titak titak nding nding nding, diam diam melayap, datang ceolang namuk haapp, lalu ditantap,, holeeee!!" Bocah itu bertepuk tangan heboh saat berhasil menyelesaikan satu lagu.
"Adeek, bukan seorang, tapi seekor!" Merry sudah seperti juri dalam ajang pencarian bakat saja. Hal ini juga membuat Merry kembali mengingat lagu anak-anak yang sering diajarkan Mbok Nah dulu. Mbok Nah adalah asisten rumah tangga di rumah Mommy Tyas.
"Datang seekor nyamuk hap, lalu ditangkap!"
"Holleeee!" teriak heboh bocah itu sambil tepuk tangan karena Merry juga menyelesaikan lagunya.
Merry jadi tertawa, kenapa ia jadi ikut bernyanyi begini. Merry merasa nyaman, walaupun ia terus berfikir harus bagaimana setelah ini, harus bagaimana?
"Emir, Emir!" teriak seorang pria dewasa sambil berlari ke arah Merry dan bocah itu.
"Syukurlah kamu di sini, dari tadi Papa nyariin kamu, ternyata di sini ya!" ucapnya sambil berjongkok di depan bocah kecil itu, lalu mengelus kepalanya lembut.
Bocah itu tersenyum, lalu tiba-tiba meluk tangan kanan Merry, "Emil baleng Mama!" lalu mendusel-nduselkan wajahnya ke tangan kanan Merry.
Pria dewasa itu terkesiap mendengar penuturan putranya, lalu berdiri sembari menatap Merry.
"Maaf Pak, saya tidak mengajarinya untuk memanggil saya Mama, ini kemauan dia sendiri!" Sebenernya Merry juga terkejut mendengar bocah di sampingnya memperkenalkan dia sebagai Mamanya kepada orang lain. Namun, Merry bisa menyembunyikan raut terkejutnya dan tetap bergaya cool dan santai.
"Ooh iya Mbak, maafkan anak saya kalau membuat Mbak tidak nyaman! Kebetulan saya berkunjung ke panti dan mengajak putra kecil saya ini!" ucap pria dewasa itu sambil menggendong putranya.
"Tidak papa Pak!" jawab Merry seraya berdiri. Merry kira dia anak panti, ternyata bukan.
"Ya sudah saya permisi Mbak!" pamit pria dewasa tersebut. "Emir, kita pulang ya!" ucapnya lagi pada putra kecilnya yang berada digendongannya.
Bocah kecil itu mengangguk, lalu menatap Merry, "Ayo Mamma!" Merry terkesiap saat bocah itu mengajaknya. "Nanti Auntie nyusul!" Merry paham bocah itu juga mengajaknya.
Bocah itu memandang Papanya seolah meminta kepastian, "Iya, nanti Auntie nyusul, sekarang Emir pulang dulu ya!" Pria dewasa itu juga ikut membohongi putranya. Bocah itu mengangguk paham, lalu mengalungkan kedua tangannya di leher papanya.
"Saya permisi Mbak!" pamit pria dewasa itu lalu pergi meninggalkan Merry.
Merry kembali duduk saat mereka sudah tak terlihat. "Ternyata namanya Emir, ku kira tadi Emil!" Merry bergumam pelan. Ia melihat jam tangannya, lalu beranjak dari tempat duduk lagi untuk menemui Mommy Tyas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
auliasiamatir
di kanebo kering bisa main sama anak anak juga ternyata.
bakalan jadi mamah Emir nih...
2021-11-25
3
Restviani
masih nyimak thor...
2021-08-23
1
ଓεHiatus 🦅💰⋆⃟𝖋ᶻD³⋆ғ⃝ẓѧ☂
lanjut baca
2021-08-15
1