Waktu sudah menunjukan angka 08.30 malam. Dimana, acara makan malam sudah selesai sejak 30 menit yang lalu. Semua anggota kedua keluarga kembali berkumpul di ruang tengah.
Namun satu persatu, mereka mulai kembali pada kesibukanya masing masing. Mulai dari Ajeng yang menemani kedua anaknya bermain di ruanga TV. Lalu Azman dan Iqbal yang asik berdua membicarakan tentang bisnis. Setelah itu Aulia dan asaskia yang malah asik bergosip ria di dapur.
Tinggalah Evans dan Azkia yang berada diruang tengah. Sebenarnya bukan hanya mereka, ada Kayla juga. Tapi dia sudah tenggelam di alam mimpinya.
Evans sendiri, sibuk dengan HP yang sedang ia pegang. Entah apa yang sedang pria itu lakukan? Karena seakan tidak peduli pada orang yang ada disampingnya. Sedangkan Azkia, dia hanya diam seribu bahasa. Kali ini Azkia kembali merutuki ingatanya, karena bisa bisanya ia lupa membawa benda terpenting. Apalagi kalau bukan HP, yang tertinggal di meja kerjanya. Seandanya ada HP mungkin dirinya tidak akan sejenuh ini.
Merasa jenuh, Azkia bangkit dari tempat duduknya. Diam sejenak, lalu matanya memperhatikan sekeliling area pelataran rumah. Untuk mencari tempat pelarian, agar tidak ada dalam situasi canggung seperti ini.
Langkahnya membawa Azkia ke halaman samping rumah. Di luar dugaan, ternyata rumah ini begitu luas, Azkia berdecak kagum dibuatnya. Di tempat ini, ada kolam berenang pribadi yang tidak terlalu besar, serta ada juga taman kecil yang ditumbuhi berbagai tanaman hias.
Mata Azkia tertuju pada deretan bunga mawar koleksi Aulia yang terjejer rapi di rak khusus tanaman. Selain itu, ada juga beberapa tanaman bunga hias lainya. Cantik berwarna warni, dengan aroma yang mewangi.
“Berikan alasan pasti kenapa menerima perjodohan ini?"
Azkiq terkejut, dengan suara bariton seorang pria yang datang secara tiba tiba dibelakangnya. Secara refleks, tubuhnya pun berbalik ke arah suara.
Evans, ternyata pria itu yangmengagetkannya.
“Kenapa datang tiba tiba sih? Kaget kan."
“Cukup satu alasan, kenapa?” Bukanya menjawab, Evans malah kembali bertanya.
Azkia menautkan alis, seraya memandang ke arah Evans.
"Kenapa apanya?”
Evans mendengus kesal, kenapa sekarang malah wanita itu yang bertanya?
"Asal kamu tau, perjodohan ini bukan kemauan saya.”
Diam sejenak, kini Azkia mulai paham kemana arah pembicaraan mereka.
“Memangnya ini kemauan aku? Sama, aku juga gak mau, tapi harus mau.”
"Gak usah berbelit! Cukup kasih saya satu alasan!"
"Kamu sendiri kenapa mau nerima? Padahal kita ketemu aja baru sekarang, apalagi saling mengenal." Azkia sengaja mengembalikan pertanyaan Evans. Ia juga ingin tau, alasan pria itu menerima pernikahan ini.
Semakin lama, Evans kesal juga dengan tingkah Azkia. Yang suka mengembalikan pertanyaannya, tanpa menjawab pertanyaan yang diajukannya terlebih dahulu.
“Tadi saya udah bilang, ini bukan kemauan saya.”
“Iya aku tau. Tapi alasannya apa? Mau nerima aku gitu aja?”
"Bukan kamu! Lebih tepatnya perjodohan
ini. Terlanjur kesal, Evans sengaja menekankan setiap kata katanya.
"Tapikan dijodohinya sama aku. Berarti sama aja kan?" Azkia memberikan pembelaan
"Terserahlah." Desisnya.
Kemudian, Evans duduk melemas di sebuah bangku kayu panjang. Berusaha menahan emosi, karena menghadapi sikap Azkia. Ini hari pertama, dirinya bertemu dengan wanita yang menjadi calon istrinya itu. Namun sikapnya, sudah membuat ia sedikit naik darah. Lalu bagaimana kalau nanti sudah menikah?
Azkia menghela nafas panjang, butuh waktu baginya untuk menjawab pertanyaan calon suaminya itu. Karena sendirinya pun bingung, hal pasti apa yang membuatnya menerima perjodohan ini.
“Yang jelas bukan karena harta atau enggak laku aja." Ditakutkan Evans salah paham, Azkia menghimbaunya terlebih dahulu. Bisa saja kan, Evans menganggapnya menerima perjodohan ini, hanya karena hartanya saja.
"Gak ada yang tau, takdir kita seperti apa? Dan dengan cara apa Tuhan mempertemukan nya. Bisa jadi ini takdir kita, dan seperti ini jalannya.”
Evans tersenyum meremehkan.
“Bisa gak bawa bawa takdir? Seperti kata kamu. Kita gak ada yang tau. Melainkan itu, kasih alasan yang mudah dipahami dan bisa diterima!"
Azkia mendengkus kesal, kenapa Evans tidak paham? Sejak tadi dirinya kebingungan mencari jawaban, dan menggunakan kata kata itu sebagai pengalihan. Tapi sekarang, pria itu malah mendesaknya.
Baiklah, waktunya Azkia berpikir keras!
"Kenapa malah diem? Kamu gak punya alasan?" Pertanyaan Evans mulai mengintimidasi Azkia.
"Kamu tau kan? Ini bukan masalah sepele, dan akan ada resiko berkepanjangan setelahnya! Ini keputusan besar dalam kehidupan kita Azkia! Pikirkan kedepannya!" Suara Evans meninggi, disini bukan hanya masa depannya saja yang ia pikirkan, tapi masa depan Azkia juga. Ia hanya takut,menjalani rumah tangga tanpa cinta, ujungnya akan ada yang tersakiti diantara mereka. Atau bahkan keduanya.
Azkia masih bungkam, tidak bersuara. Kata kata Evans barusan, sejenak membuatnya terhenyak. Apa yang Evans katakan tidak ada salahnya, bahkan Ia pun sependapat. Pemikiran mereka sama ternyata.
"Butuh waktu lama untuk aku akhirnya mengatakan iya."
Akhirnya Azkia bersuara.
"Aku selalu menolak, saat Mamah sama Abah maksa aku buat nerima ini semua. Dan di waktu waktu itu, banyak hal yang udah aku pikirin tentang masa depan aku, atau kamu nanti. Bahkan kita. Mengingat, pernikahan kita yang diawali perjodohan. Aku selalu berdoa untuk jawaban yang terbaik. Dan Allah kasih petunjuknya. Sampai akhirnya, keputusan aku bulat buat terima perjodohan ini, dan siap dengan segala resiko dibaliknya."
Azkia menatap lekat wajah Evans, memberikan pria itu keyakinan, bahwa apa yang ia katakan adalah sebuah kebenaran.
"Intinya, disamping itu semua. Kebahagian orang tua aku adalah yang paling utama. Kamu pasti tau, ini adalah mimpi kedua orang tua kita sejak lama. Dan mereka akan sangat bahagia, jika kita mewujudkannya.”
"Dengan cara, mengorbankan masa depan kita?"
"Kenapa enggak? Ini semua gak sebanding, dengan apa yang udah mereka lakukan dan korbankan. Sekali lagi, gak ada yang tau soal takdir. Kalau memang seperti ini takdir kita? Jalani saja!”
Keheningan kembali menyelimuti mereka berdua. Hanya ada suara gemuruh angin malam yang berlalu. Keduanya kembali tenggelam dalam pikiran masing masing.
“Kamu udah tau alasan aku. Sekarang aku mau tau alasan kamu?”
"Gak penting. " Jawab Evans dengan acuh.
"Gak bisa gitu dong. Aku juga harus tau alasannya apa? Biar kita impas, sama sama tau."
"Saya gak mau nerima perjodohan ini. Jadi gak punya alasan." Evans memandang Azkia sekilas.
"Tapi saya harus mau."
"Alasanya? "
"Gak ada.”
Azkia menghembuskan nafas lelah. Butuh tenaga ekstra ternyata, untuk mengobrol dengan calon suaminya ini. Sejak tadi pertanyaanya berputar, tapi tidak kunjung mendapat jawaban.
"Kita jalani aja dulu, kebahagiaan orang tua kita adalah yang utama."
Evanss mengangguk, tanda ia setuju perkataan Azkia. Kebahagian Bundanya adalah yang utama. Mengingat Bundanya itu begitu antusias dengan perjodohan ini. Begitupun dengan Alm. Ayahnya, ini adalah permintaan terakhirnya. Dan Evans wajib untuk mewujudkannya.
*****
Keesokan paginya, suasana ramai kembali memenuhi kediaman rumah Aulia. Tidak seperti biasanya, karena kedua keluarga kembali berkumpul dalam satu meja. Dikarenakan keluarga Azkia yang menginap. Semalam saat mereka akan pulang, hujan tiba tiba turun lebat. Tidak memungkinkan untuk pulang ke Bandung karena cuaca yang tidak mendukung. Serta perjalanan jauh yang akan ditempuh. Mengharuskan mereka untuk menunda perjalanan pulang.
"Gimana tidurnya pada nyenyak gak?" Tanya Aulia disela sela sarapan paginya.
"Nyenyak sih nyenyak tapi ya begitu AC aja gak berasa. Padahal cuacanya lagi hujan.”
"Tau sendiri lah Kia. Namanya juga Ibu Kota beda sama Kota Kembang.” Semua orang terkekeh.
"Kalian rencana pulang kapan? Aku berharap gak secepatnya ya." Aulia kembali bertanya.
"Agak sorean mungkin. Aku mau pergi dulu ke suatu tempat. Mumpung lagi di Jakarta.” Jawab Azman.
"Syukurlah. Soalnya Man aku sama Saskia punya acara berdua. lya kan Kia?"
“Iya Lia.” Jawab Saskia.
"Kalian mau kemana?” Tanya Kayla.
"Kita cuma mau ngopi ngopi cantik diluar kok La."
"Ikhh, Mamah Saskia gaya banget bahasanya." Kayla mencibir.
"Ajeng boleh ikut?" Sekarang gilirin anak kedua Aulia yang bertanya.
"Gak ada. Anak kamu lagi demam masa iya kamu gendong gendong dia di Mall." Balas Aulia cepat.
"Gak juga kali Bun.”
"Kamu mau ikut juga Kia?”
Tanya Saskia pada bungsunya yang tengah lahap menyantap makanan.
"Enggak Mah. Azkia mau disini aja.”
"Syukur deh. Repot juga nanti kamu mau ini itu.”
"Mamah". Azkia menggeram kesal atas jawaban sang Mamah.
“Udah udah pokonya jangan ada yang ikut. Biarkan Nenek Nenek yang sama sama bercucu dua ini bahagia.”
“Bahhh.”
"Azzz.”
Azman tekekeh mendengar geraman dari dua nenek nenek disampingnya. Semua yang menonton kejadian itu tertawa puas. Sungguh momen sarapan terindah. Tanpa mereka sadari ada sosok yang tidak bergabung dalam sarapan pagi ini. Dan Azkia sadari itu siapa lagi kalau bukan Evans. Sejak tadi Azkia tidak melihat calon suaminya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments