Bab 3

Dalam diam Rahma dan Andra bergeming hingga hujan berhenti.

"Pulanglah. Tidak baik, bukan mahram berduaan, ada setan yang jadi pihak ketiga. Kalau ada yang melihat bisa jadi fitnah." Rahma mencoba membujuk Andra pulang.

Sebenarnya Andra enggan beranjak, tapi dia teringat permintaan untuk menemani kakeknya sore ini.

"Aku pulang." Andra pamit.

Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Rahma, dia hanya memandang Andra pergi semakin menjauh dan akhirnya menghilang.

Satu jam setelah Andra pergi, Sandra tak juga datang. Rahma bingung karena belum sholat ashar. Lalu diputuskannya untuk ke masjid saja, meski jaraknya cukup jauh dari rumah budhenya.

Baru berjalan beberapa langkah, sebuah mobil datang membunyikan klakson, seolah memanggil Rahma. Gadis itu menoleh ke belakang, seketika senyumnya terkembang.

"Mas Nino?!!" Ucap Rahma senang.

Seorang pemuda tampan berpostur tubuh tinggi dengan rambut panjang menyentuh kerah baju, keluar dari mobil, lalu terkejut saat mendapati Rahma yang basah.

"Kok basah sih? Maen hujan?" Pertanyaan Nino hanya dijawab dengan senyuman oleh Rahma. "Mama nggak pulang ya? Hari ini peringatan kematian papa, makanya aku pulang," kata Nino sambil membuka gembok pagar. Lalu mengajak Rahma masuk ke dalam rumah.

Akhir-akhir ini banyak yang terjadi, sampai Rahma tidak ingat hari ini peringatan kematian pamannya. Mungkin ini jawaban kenapa Sandra tidak kunjung pulang. Sejak 7 tahun yang lalu, setiap tahun di hari kematian suaminya ibu kandung Nino itu memang selalu bepergian dan tidak pulang selama beberapa hari.

"Cepat mandi sana, terus ganti baju. Mas mau masukin mobil dulu, habis itu kita makan. Mas beli makanan kesukaanmu. Sana!" kata Nino membuyarkan lamunan Rahma.

***

"Silahkan diminum tehnya!" ucap seorang pria berusia empat puluhan kepada Andra dan kakeknya. Mereka berada di sebuah warung tenda di pinggir jalan yang menjual berbagai menu ayam dan sedang ramai pengunjung, membuat Andra tidak begitu nyaman. Dia masih tidak mengerti kenapa kakeknya mengajaknya ke sana. Dia pikir Ilyas akan mengajaknya menemui gadis yang akan dijodohkan dengannya, tapi dari tadi dia hanya mendengar Ilyas membicarakan kerja sama untuk mendirikan restoran. Andra menghela nafas panjang, bosan mulai melandanya.

"Tau begini, tadi bawa kamera biar nggak suntuk." Pikirnya dalam hati.

"Oh ya Ibrahim, kenalkan ini cucu saya, yang dulu pernah saya ceritakan." kakeknya memperkenalkan. Andra pun mengulurkan tangan, dan tersenyum memperkenalkan dirinya pada pria pemilik warung tenda itu.

"Kamu sudah besar sekarang, usiamu sepantaran dengan putri saya kalau tidak salah," ucap Ibrahim ramah.

"Om kenal dengan saya?" Andra mulai penasaran, siapa sebenarnya pria dihadapannya ini.

"Tentu, kamu dulu sering ikut kakekmu berkunjung ke restoran Om. Sampai-sampai susah diajak pulang, karena waktu itu kamu suka sekali bermain dengan putriku. Dia kan--" pembicaraan mereka terpotong karena tiba-tiba salah seorang pegawai memanggil Ibrahim karena kuwalahan melayani pelanggan.

Waktu sudah menjelang maghrib, Andra dan kakeknya pamit. Sepanjang perjalanan rasa penasaran menyelimuti benak Andra.

"Pak Ibrahim tadi siapa sih, Kek?" tanya Andra akhirnya.

"Teman lama kakek," jawab Ilyas. Jawaban itu tidak cukup memuaskan cucunya.

"Kok Andra baru lihat?" Andra makin penasaran. "Kalian sepertinya tidak seumuran untuk menjadi teman?" lanjutnya.

"Begitulah. Sebulan lalu ketemu di pengajian."

Akhir-akhir ini Sang Kakek rajin ikut kajian seorang ustadz, bersyukur dikasih umur sampai setua ini dengan nikmat sehat dan harta yang melimpah, saatnya memikirkan akhirat. Pikir Ilyas demikian.

"Dulu, dia pernah punya restoran. Kamu dulu suka sekali kalau kakek ajak ke sana. Waktu itu orang tuamu belum bercerai. Papamu adalah teman Ibrahim, karena kesalahan papamu lah restoran itu akhirnya bangkrut. Banyak hal yang terjadi setelah itu, dan kami baru bertemu lagi setelah bertahun-tahun. Anaknya Ibrahim cantik lho, gadis yang mau kakek jodohin sama kamu. Tapi, kakek ragu, apa gadis itu mau sama kamu?" Goda kakek.

Wajah Andra masam seketika mendengar kata perjodohan. Apalagi ada kemungkinan dia ditolak oleh calon istrinya.

Mood pemuda itu memburuk, Andra tidak bertanya lagi. Suasana hening saat mobil melaju menembus hujan.

***

Nino menunggu Rahma yang tak kunjung keluar kamar, padahal sudah tiga puluh menit berlalu ketika Rahma pamit mau isya dulu sebelum makan.

"Rahma!" Nino mengetuk pintu kamar Rahma. "Apa kamu sudah tidur? Ayo makan dulu!"

Rahma membuka pintu dengan mukanya yang terlihat sembab.

"Kamu nangis? Pasti ingat peristiwa itu lagi ya?" Nino seakan tahu apa yang dipikirkan adik sepupunya itu. "Makan dulu yuk!" ajak Nino lagi.

Nasi goreng dan martabak telur sudah tersaji di meja. Nino menyuruh Rahma makan.

"Semua kesukaanku, aku makan semuanya ya, Mas?" Kata Rahma yang tak ingin mengecewakan sepupunya itu.

"Habiskan! Biar gendut lagi. Mas kangen sama kamu yang gendut dan tukang makan," goda Nino.

"Makanya di rumah terus, aku kurusan karena kamu tinggalin kuliah di luar kota. Mas Nino kenapa nggak kuliah di sini aja sih? Semakin sepi semenjak Mas pergi." Rahma protes karena sepupunya itu memilih kuliah di pusat kota yang jauh dari tempat tinggal mereka.

"Sudah skripsi, bentar lagi kelar," kata Nino lembut. Memandang adiknya yang berwajah sembab, dia tau apa yang sedang dipikirkannya. Pasti kejadian tujuh tahun yang lalu, tidak mudah bagi gadis seusianya lupa begitu saja. Apalagi trauma sempat dialaminya.

Penculikan dan penganiayaan, pernah dialami Rahma. Meski Nino tidak mengalaminya, tapi dia harus kehilangan papanya di hari naas itu.

Hari itu, Rahma pergi ke pantai dengan paman dan budhenya mengisi akhir pekan tanpa Nino yang waktu itu sedang menginap di rumah kakek neneknya. Rahma sudah seperti anak kandung Sandra dan Dhani, suaminya. Tapi tiba-tiba Rahma tidak kembali, setelah pamit ke kamar kecil. Mereka menunggu hingga menjelang malam, lalu memutuskan melapor pada polisi karena penjaga pantai pun nihil dalam pencarian mereka.

"Tadi sebelum Bapak dan Ibu, ada sepasang suami istri juga yang melapor bahwa mereka kehilangan putra mereka di pantai yang sama. Kami akan menyelidiki apakah ini ada hubungannya dengan sindikat penculik anak atau tidak. Jika ada perkembangan akan kami kabari, sebaiknya kalian pulang dulu." Usai mendengar penjelasan polisi mereka kembali ke rumah dengan perasaan tak tenang.

Sandra tak berhenti menangis, meski berkali-kali Dhani mencoba menenangkannya. Dia hanya ingin keponakan kesayangannya itu kembali dengan selamat.

Tiba-tiba ponsel Dhani berdering, dari nomor yang tidak dikenal. Mereka berharap itu dari polisi, semoga ada kabar baik.

"Halo"

"Keponakanmu bersamaku, datang kemari jika ingin dia baik-baik saja," suara seorang wanita diujung telfon.

Sepertinya Dhani hafal dengan suara itu, tanpa pikir panjang dia putuskan untuk pergi setelah memutus sambungan telfon. Dia raih kunci mobil diatas meja, seakan dia tahu kemana dia harus pergi. Dia diam meski Sandra berkali-kali bertanya perihal dia hendak pergi kemana.

Sandra semakin khawatir, suaminya pergi tanpa sepatah kata pun. Lalu dia putuskan untuk pergi ke kantor polisi dengan naik taksi.

Di sepanjang jalan, pikiran dipenuhi dengan suara wanita yang menculik Rahma. Entah apa yang sekarang dialami keponakannya saat bersama wanita itu.

Semoga dia tidak melakukan hal buruk pada Rahma. Harapnya dalam hati.

Dia memacu kencang mobilnya, ingin segera melihat keponakan kesayangannya. Pria itu tidak berhenti berdoa supaya semua baik-baik saja.

Mobil Dhani berhenti di depan sebuah rumah di tepi pantai. Sepertinya dia hafal betul rumah itu, karena langsung menerobos masuk. Pintu depan tidak di kunci. Dia berteriak memanggil sebuah nama, wanita yang menelfonnya.

"Widya!! Widya!!"

Dari arah dapur seorang wanita keluar membawa nampan berisi dua cangkir kopi. wanita itu tersenyum sangat ramah.

"Kamu datang, Mas?" seraya meletakkan nampan di meja dapur. Kemudian dia berlari menghambur ke arah pria yang menatapnya marah.

Dhani menampik tangan si wanita yang seolah ingin memeluknya.

"Di mana Rahma?" tanya pakde tidak sabar.

"Duduk dulu, sudah lama kita nggak ngopi berdua. Aku kangen kamu , Mas," ucap si wanita.

"Aku ingin Rahma. Di mana dia?"

Tiba-tiba si wanita melempar cangkir kopi ke lantai. Dia sangat marah.

"Aku ingin kamu datang hanya untukku! Kenapa Rahma?! Rahma?! Gadis kecil itu sudah mati!! Keponakanmu mati!! " wanita itu sangat marah. "Aku ingin memelukmu, seperti dulu." nada suara wanita itu berubah lembut.

"Hentikan omong kosong ini, cepat katakan di mana Rahma!!!!" kata Dhani sambil mencengkeram lengan Widya.

Tak juga bicara, Dhani putuskan mencari Rahma di setiap ruangan di rumah itu. Setiap pintu dia buka, tapi tak juga menemukan Rahma.

Hingga di depan sebuah gudang, dia mendengar suara tangisan. Dia nendobrak pintu gudang itu, dan mendapati dua orang anak yang sedang berpelukan di dalamnya. Ruangan yang tidak berlampu, hanya ada cahaya dari sorot sinar rembulan yang masuk lewat kaca jendela. Dhani berlari menghambur ke arah dua bocah itu, tatapannya sendu, tak tega dan merasa bersalah karena ini semua terjadi karena dirinya. Dirinya dan hubungan terlarangnya dengan wanita si penculik.

"Maafin pakde ya, sayang," kata pakde seraya memeluk Rahma. Dia benar-benar dibuat sedih dengan keadaan sang keponakan, badannya basah kuyup, dan banyak bekas sulutan rokok di sekujur kedua lengan dan pipinya. Rahma hanya bisa menangis.

"Siapa adek ini,sayang?" tanya Dhani kepada Rahma.

"Tidak tau Pakde, tadi Tante itu membawa kami bersama." jawab Rahma yang masih sesenggukan.

Tapi kini dia sudah merasa aman,ada Dhani bersamanya.

Pakde menggendong bocah laki-laki kecil yang diculik bersama Rahma, sambil menggandeng Rahma keluar dari gudang.

Tiba-tiba si wanita penculik menghadang mereka, ketika mereka sudah berada di halaman rumah. Dia sangat marah, karena diabaikan oleh pria yang dicintainya. Mereka beberapa hari yang lalu masih menjalin hubungan terlarang, hingga Dhani menyadari kesalahannya, kemudian mengakhirinya.

"Kamu jahat, Mas!" ucap Widya. Sebilah pisau di tangannya, siap memotong nadi di pergelangan tangannya sendiri. "Setelah aku tinggalkan semua agar aku bisa sama kamu, kamu tega ninggalin aku gitu aja! Oke. Kita akhiri ini dengan caraku," ancam wanita itu.

"Widya!! Kenapa kamu nggak ngerti juga. Yang kita lakuin selama ini itu salah, kita menyakiti banyak orang yang seharusnya kita sayangi. Lepaskan pisaunya! Ingat putramu. Kembalilah padanya. Ayo kita perbaiki keluarga kita masing-masing. Bahagia lagi. Tanpa ada yang kita sakiti."

Dhani mencoba membujuk wanita yang terlihat putus asa itu, perlahan dia mendekatinya setelah menurunkan anak laki-laki yang digendongnya. Wanita itu melunak, pisau dia turunkan. Nampaknya dia tenang sesaat, tapi tidak beberapa detik kemudian. Dia tusukkan pisau itu di dada Dhani, berkali-kali hingga pria itu tersungkur, tapi pisau itu tak berhenti ditusukkan oleh wanita yang berteriak histeris di atas tubuhnya.

Kedua bocah itu histeris, menangis dan saling berpelukan. Ketakutan hingga lutut mereka melemas.

"Mas Dhani!!" suara Sandra tiba-tiba, dia datang bersama beberapa polisi. Dia syok melihat suaminya tersungkur, spontan dia berlari ke arah suaminya. Dia melihat banyak darah di badan pria yang sudah terkapar itu dan hanya bisa menangis. Sesekali meminta Dhani membuka matanya. Tapi Sandra harus kecewa karena suaminya tak kunjung membuka mata.

Dia teringat pesan singkat yang dikirim suaminya, ketika dia menuju ke kantor polisi beberapa saat yang lalu.

Maafkan aku sayang, maafkan setiap tetesan air mata yang mengalir di pipimu, maaf untuk setiap luka yang aku goreskan di hatimu. Terima kasih untuk tulusnya kasih sayangmu dan doamu untuk aku yang sering menyakitimu. Aku di rumah Widya, tolong bawa polisi kemari.

Air matanya tak terbendung lagi. Dia menangis sejadi-jadinya, ketika nenyadari bahwa suaminya telah pergi untuk selamanya.

Terpopuler

Comments

Selvira Firdan

Selvira Firdan

mungkin dari sini y si sandra benci si rahma

2021-08-26

0

re

re

sedih

2021-08-02

0

My Khaira

My Khaira

apakah widya adalah ibunya Andra?

2021-07-29

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!