Tamu Hati Bu Carik

Adi seketika menoleh mendengar suara Heni. Dengan senyum khasnya, Adi mengangguk pelan pada Heni kemudian melajukan motornya menuju ke arah Desa Wanaraja. Heni terus mengekor di belakangnya.

Selepas keluar dari Desa Mande, mereka terus menjalankan motor nya sampai di perempatan jalan propinsi yang membelah desa Jati. Di sana mereka menghentikan laju motor nya.

"Kerja dimana mas?", tanya Heni dari atas motor matic nya.

"Ada pekerjaan di desa Wanaraja", jawab Adi singkat.

Otak Heni langsung berfikir cepat.

"Wah kebetulan searah mas, aku sudah lama tidak lewat Wanaraja. Bareng ya mas", ujar Heni sambil memasang senyum manisnya.

Adi mau tidak mau menganggukkan kepalanya. Lagi pula hanya bareng searah, begitu pikir Adi. Saat ada lalu lintas kosong, Adi langsung melajukan motornya diikuti Heni.

Dengan kecepatan sedang, mereka menuju ke arah Desa Wanaraja.

Setelah melewati lampu merah Durenan, mereka memacu motornya ke Utara. Di pertigaan dekat SD, Adi membelokkan motor nya ke kiri. Tak disangka, Heni masih mengikuti nya.

Adi menggerutu dalam hati.

Sampai di lokasi proyek, Adi menghentikan laju motor nya. Wandi sang leveransir sudah menunggu dengan dua dump truk berisi batu gebal. Melihat Adi datang bersama seorang wanita yang berpakaian guru, Wandi mengernyitkan dahinya.

Adi melepas helm KYT putih nya, dan menggantungkan di spion motor. Heni masih mengikuti nya.

"Kog masih ikut Hen?", tanya Adi seperti mengusir Heni.

"Aku jatahnya jam 9 mas, jadi nyantai dikit lah", jawab Heni dengan cepat.

Adi mendengus dingin dan melangkah menuju ke arah Wandi.

"Pagi banget datang nya Pak Wan", ujar Adi sambil mendekati Wandi yang terkenal dengan sebutan Lompong itu.

"Mruput (berangkat pagi-pagi sekali) bos. Soal nya antri ngapling nya lama", jawab Wandi sambil mengepulkan asap rokok dari bibirnya yang hitam.

"Woalah gitu.

Nanti kirim lagi gak?", tanya Adi kemudian.

"Kirim bos, tapi ya itu waktunya yang gak bisa nentuin ya karena antri itu", jawab Wandi segera.

"Eh siapa ini bos?", imbuh Wandi sambil tersenyum tipis melirik ke arah Heni.

"Bukan siapa-siapa. Gak penting pak", jawab Adi seraya tersenyum kecut

Dari arah timur, Renata melajukan motornya dan berhenti di dekat Adi. Perempuan cantik berkacamata itu segera turun dari motornya dan menyapa mereka.

"Assalamualaikum bapak bapak", salam Renata sambil tersenyum tipis.

"Waalaikumsalaam", jawab Adi dan Wandi bersamaan.

Pandangan Heni langsung menyiratkan adanya permusuhan pada Renata. Dengan cepat Heni mendekati mereka.

"Ini siapa Mas?", tanya Heni segera. Matanya menyelidik Renata dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Eh ini Renata Suparno, teman lama ku yang bekerja sebagai Sekdes Wanaraja.

Ren ini Heni tetangga ku di desa Mande. Bekerja sebagai guru di SMA satu Talang", ujar Adi yang langsung memperkenalkan mereka berdua. Renata segera mengulurkan tangannya, Heni ogah-ogahan menyambut perkenalan diri itu.

Melihat situasi yang canggung, Wandi tersenyum tipis dan segera melangkah menuju kemudi dump truk nya. Pria itu segera menjalankan tugas nya sesuai arahan Adi.

Renata mengambil beberapa foto waktu Adi menunggu penurunan material itu.

"Mbak sudah lama kenal mas Adi?", tanya Heni dengan nada suara dingin.

"Sudah Mbak, dari aku sekolah di SMA satu Talang aku kenalnya mas Adi", ujar Renata yang masih mengabadikan momen penurunan material.

"Ohh gitu. Apa sempat dulu suka sama Mas Adi?", tanya Heni segera.

Mendengar pertanyaan aneh Heni itu, Renata langsung menoleh ke arah Heni.

"Kenapa Mbak bertanya seperti itu? Apa urusannya dengan mbak?", Renata balik bertanya kepada Heni.

"Ya siapa tahu mbak pernah suka dan karena mas Adi mendapat pekerjaan disini, Mbak memanfaatkannya untuk mendekati mas Adi lagi", ujar Heni dengan ketus.

Renata langsung memerah wajahnya.

"Itu urusan pribadi saya, dan Mbak tidak punya hak ikut campur. Mau saya dekat dengan mas Adi atau gak, itu bukan urusan mbak karena mbak hanya TETANGGA", Renata menekankan kata tetangga yang langsung membuat Heni naik pitam. Diam diam dia mengepalkan tangannya.

Adi yang baru menandatangani nota penerimaan material, melangkah menuju Heni dan Renata yang masih ada disana.

"Kenapa masih disini Hen? Gak kerja kamu?", tanya Adi seperti mengusir Heni.

"Anu mas, santai aja gitu. Ini baru jam 8 kog", jawab Heni mencari alasan.

"Ya sudah kalau masih mau disini.

Ren,

Nanti foto pas material turun kamu kirim ke aku ya. Untuk laporan pada Bu bos", Adi menoleh ke arah Renata yang ada di sebelahnya.

Perempuan cantik berkacamata itu segera mendekati Adi. Gayanya sungguh sungguh membuat Heni geram.

"Foto yang mana mas?", tanya Renata sengaja mendekati Adi sambil tersenyum manis dengan menunjukkan ponsel pintar nya.

Adi dengan seksama memperhatikan galeri foto yang baru ditunjukkan oleh Renata.

"Yang ini aja Ren, sama yang ini juga. Terus ini juga kamu kirim", ujar Adi sambil menunjuk beberapa foto yang ada di galeri foto ponsel pintar nya Renata.

"Ok mas ganteng", Renata dengan sengaja mengucapkan ganteng sambil melirik kearah Heni yang wajahnya merah padam menahan cemburu.

"Mas Adi,

Heni berangkat ke sekolah dulu ya? Lupa ada perlu dikit", ujar Heni yang segera membuat Adi menoleh ke arah nya.

"Ya sudah, berangkat sana gih. Hati hati di jalan", ujar Adi acuh tak acuh terhadap Heni.

Heni langsung memutar badan, menuju ke motor nya dan segera menstart lalu melajukan motornya menuju ke arah SMA satu Talang. Sepanjang perjalanan dia menggerutu dalam hati.

Sementara itu, Renata yang menatap ke arah perginya Heni langsung mengalihkan pandangan nya pada Adi.

"Dia itu siapa sih mas?", tanya Renata dengan penasaran.

"Tetangga. Adiknya si Fajar teman sekolah di SMK kebangsaan dulu.

Emang kenapa sih?", Adi sambil terus melihat galeri foto di ponsel pintar Renata.

"Kelihatan nya dia suka sama mas deh", ujar Renata sambil menatap wajah Adi. Dia seolah mencari jawaban disana.

"Dia anak kecil, gak penting banget mikirin dia. Sekarang fokus kerja buat cari duit. Untuk menghidupi keluarga", Adi cuek saja sambil mengulurkan ponsel pintar Renata kepada pemilik nya.

Renata tersenyum penuh arti.

Tiba tiba sebuah ingatan melintas di kepala Renata.

"Eh mas, ke kantor desa yuk. Mas Adi harus mengisi buku tamu desa", ajak Renata sambil membetulkan posisi kacamata nya.

"Harus? Buat apa Ren?", tanya Adi yang kelihatan ogah-ogahan.

"Ya harus mas, itu sudah kewajiban administrasi. Ayo lah mas. Nanti tak buatkan kopi", rayu Renata sambil tersenyum tipis.

"Hadehhh..

Ya sudah ayo, aku juga harus ke lokasi lain nih", ujar Adi yang malas berdebat dengan Renata. Sekdes Wanaraja tersenyum manis kemudian berjalan kearah motornya. Dengan perlahan, dia menjalankan motornya diikuti oleh Adi di belakangnya.

Sesampainya di kantor desa, Adi segera mengikuti langkah Renata menuju ke arah ruang tamu di kantor desa Wanaraja.

"Mas duduk dulu disini. Aku mau ambilkan buku tamu nya", ujar Renata sambil tersenyum manis.

Wati dan Bu Santi, Kaur Perencanaan Desa yang sudah ada di meja kerja mereka langsung menyapa Renata yang baru masuk ke ruang kerja administrasi desa. Mereka sudah melihat kedatangan Renata bersama seorang pria ganteng.

"Pagi Bu Carik..

Semangat sekali hari ini", ujar Wati sambil tersenyum simpul.

"Pagi Mbak Wati, Pagi Bu Santi..

Namanya kerja harus semangat dong. Eh mbak buku tamu desa di taruh dimana ya?", Renata menatap ke arah Wati.

"Ada di rak arsip barisan nomer 5 Mbak Ren..

Ada apa sih? Pagi-pagi sudah nyari buku tamu", selidik Wati sambil melirik Bu Santi yang senyum-senyum sendiri.

"Tuh ada tamu.

Biar semuanya terlapor dengan baik saat RPJMDes besok", jawab Renata sambil menelisik rak buku. Dia akhirnya menemukan buku tamu terselip diantara buku arsip desa.

"Tamu desa atau tamu hati Bu Carik?", celetuk Bu Santi sambil tersenyum simpul.

"Eeeh Bu Santi jangan ikut ikut Mbak Wati ya..

Ntar jadi bahan ghibah loh, dosa itu", jawab Renata yang merona merah wajah nya.

"Ya kalau tamu hati nya Bu Carik ya gak apa-apa kog. Kami juga ikut senang", goda Bu Santi sambil terkekeh melihat semburat rona merah di wajah Renata.

Renata tak menjawab, hanya tersenyum saja lalu berlalu menuju ke ruang tamu kantor desa Wanaraja.

Wati segera mengerling ke arah Bu Santi, dengan segera dua perangkat desa itu beringsut ke arah ruang tamu kantor desa.

Adi masih asyik menghisap rokok nya saat Renata datang sambil membawa sebuah buku tebal yang bertuliskan buku tamu desa.

"Ini mas,

Mas silahkan isi data dan tujuan datang ke Desa Wanaraja. Jangan lupa untuk tanda tangan di ujung barisan yang mas isi", ujar Renata sambil membuka lembar buku tamu usai duduk di kursi sebelah Adi.

Baru saja Adi hendak menulis di buku tamu, Wati dan Bu Santi segera masuk ke ruang tamu.

"Woh ini to tamunya.

Selamat datang di desa Wanaraja pak eh mas saja ya", ujar Wati sambil tersenyum simpul.

"Oh iya Bu. Terima kasih atas sambutan nya", jawab Adi dengan sopan.

"Jangan panggil Bu dong mas. Saya masih singgel loh, nanti dikira saya sudah ibuk ibuk", ujar Wati dengan senyum manisnya.

"Woh enggeh, maaf ya mbak", Adi mengangguk mengerti.

"Perkenalkan mas,

Saya Ratnawati Dyah Safitri, Kaur Pelayanan Umum Desa Wanaraja, dan ini Bu Santi Maulida, Kaur Perencanaan Desa Wanaraja", ujar Wati sambil mengulurkan tangannya.

Adi segera berdiri dan menjabat tangan Wati.

"Saya Adi Prasetyo, mandor yang menangani proyek pembangunan jalan di dukuh Wanaraja. Mohon kerjasamanya nggeh", ujar Adi dengan sopan. Bu Santi pun juga ikut menyalami Adi.

"Wah mas mandor ini masih muda sudah punya pekerjaan tetap. Ganteng lagi", puji Wati sambil tersenyum simpul.

"Hehehe Bu Wati eh Mbak Wati bisa saja", Adi tersenyum simpul.

"Ya sudah monggo di lanjutkan mas, maaf mengganggu. Kami kembali ke tempat kerja kami dulu. Permisi nggeh", ujar Wati sambil mengedipkan matanya pada Renata.

"Enggeh, monggo silahkan", jawab Adi dengan sopan.

Dua perangkat desa Wanaraja itu segera bergegas kembali ke ruang kerja mereka.

Tinggal Renata dan Adi yang segera mengisi buku tamu di ruangan itu.

Diam diam Renata menatap wajah Adi lekat lekat. Sudut bibirnya terangkat perlahan.

'Benar juga omongan Mbak Wati. Dia ganteng, dan memang tamu hati ku', batin Renata sambil tersenyum simpul.

Sejuta pergolakan batin kini ada di pikirannya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Loh loh loh Bu Carik mau ngapain? 🤔

Ikuti terus kisah selanjutnya kak 😁

Yang suka silahkan tinggalkan jejak kalian dengan like 👍, vote ☝️, favorit 💙 dan komentar 🗣️ nya yah agar author terus semangat menulis 😁

Selamat membaca 🙏🙏🙏🙏

Terpopuler

Comments

Suyatno Galih

Suyatno Galih

beuwhhh sbrp pesonanya Adi bikin gadis janda2 nenek2 pada tersepona sih

2024-01-15

1

Fatur Rohman

Fatur Rohman

emang ganteng nya Adi Prasetyo seganteng apa sih? apa melebihi kegantengan saya?.... hehehehe

2022-11-02

0

Safa Haura Chumairoh

Safa Haura Chumairoh

gejolak hati kian bergemuruh
tanda tanda rasa mulai tumbuh
semoga Adi tak tergoda

2022-10-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!