Rhea terus menatap tubuh kakaknya yang masih terbaring di atas tempat tidur. Ada sesuatu hal yang ingin ia sampaikan.
"Kakak, boleh aku bertanya?" tanya Rhea.
"Apa?" cetus Rara dari balik selimut.
"Kenapa Kakak tidak ikut bekerja denganku? Atau melanjutkan kuliah. Kakak bisa menghasilkan uang sendiri dan juga bisa menata masa depan Kakak agar lebih baik dari ini." Rhea sedang was-was. Ia tahu kakaknya pasti akan marah bila ia mengatakan hal ini. Tapi Rhea sudah tidak tahan melihat kakaknya terus menerus bersikap seperti ini. Rhea sungguh ingin kakaknya nanti menjadi wanita karir yang sukses tanpa harus menggantungkan hidup pada orang lain.
"Kenapa? Kau keberatan kalau aku terus meminta uang padamu? Kau mati-matian bekerja siang dan malam sementara aku hanya bisa bermalas-malasan? Apa kau lupa? Karena siapa aku jadi seperti ini?" Rara mencoba membuat Rhea jadi merasa bersalah.
"Tapi kaki kakak kan sudah sembuh. Tidak ada yang membully kakak lagi sekarang. Kenapa Kakak hanya mengurung diri di rumah sedangkan teman-teman Kakak ada yang sibuk bekerja dan ada juga yang kuliah. Aku tidak keberatan Kakak meminta uang padaku. Aku bekerja juga demi Kakak. Bahkan aku lebih suka jika Kakak ingin melanjutkan kuliah, aku bersedia menanggung semua biaya kuliah Kakak. Sungguh, aku serius."
Bukannya merespons bujukan Rhea, Rara malah tertawa terbahak-bahak. Ia membuka selimut yang menutupi tubuhnya sambil menatap tajam mata Rhea.
"Kau pikir kau itu siapa, ha? Berani mengaturku. Kenapa aku harus merepotkan diriku sendiri kalau nantinya bakalan ada orang yang menanggung biaya hidupku. Bukan kau pastinya, tapi orang lain. Dan orang itu, adalah suamiku. Tapi sekarang, kaulah yang menanggung semua biaya hidupku tanpa terkecuali karena kau sendiri yang berjanji." Rara mulai senyam-senyum sendiri. Entah apa yang sedang ia pikirkan saat ini.
"Sampai kapan Kakak akan seperti ini? Beberapa waktu lalu, kak Alan datang padaku. Ia tanya kenapa Kakak tiba-tiba mutusin dia tanpa sebab. Kakak punya pacar baru lagi, kan?"
"Emang kenapa kalau iya. Jangan sekali-kali kau ikut campur urusanku. Lihat aku, aku sangat cantik dan juga seksi. Semua pria di kampung ini jatuh cinta padaku. Wajar jika aku gonta ganti pacar. Tidak sepertimu yang buluk dan kucel begitu. Sampai sekarang, tidak ada seorangpun yang mau denganmu." Rara menatap Rhea dari atas sampai bawah.
Pakaian yang dikenakan Rhea cuma itu-itu saja. Rara benar-benar jijik melihat penampilan Rhea yang kampungan itu tanpa ia tahu bahwa Rhea yang ia lihat sekarang, bukanlah Rhea yang sebenarnya. Jika saja Rara tahu seperti apa Rhea diluar sana, mungkin dia bakalan shock berat.
"Baiklah, aku tidak akan ikut campur urusan Kakak lagi, terserah Kakak mau melakukan apa. Aku pergi dulu, aku sudah terlambat." Rhea mengalah dan tidak ingin berdebat dengan Rara.
"Rhea!" panggil nenek Haida dari luar kamar.
"Iya Nek," jawab Rhea.
"Ayo berangkat," teriak nenek Haida lagi.
"Baik, Nek." Rhea bergegas keluar kamar meninggalkan Rara sendirian.
"Jangan lupa, berikan aku uang setelah kau pulang kerja !" Seru Rara sebelum Rhea menutup pintu kamarnya dan Rhea hanya mengangguk saja.
"Aku harap dia segera berubah," gumam Rhea sambil berjalan menghampiri neneknya yang sudah menunggunya diluar.
"Apa yang sedang kau lakukan di dalam kamar kakakmu?" tanya nenek Haida setelah keduanya keluar rumah dan berjalan bersama menuju tempat tujuan mereka.
"Hanya membangunkan kakak supaya mau sarapan, Nek." Rhea tersenyum manis pada nenek angkatnya.
"Jangan terlalu memanjakannya, apa yang kau lakukan ini sudah lebih dari cukup. Bersikap tegaslah padanya dan jangan mau disuruh ini itu. Aku tidak suka kau mengalah padanya sekalipun ia adalah cucu kandungku satu-satunya."
"Tidak apa-apa, Nek. Yang aku lakukan tak sebanding dengan apa yang kak Rara alami gara-gara aku. Aku tidak keberatan selama kakak senang."
"Tapi kau tidak bisa membuatnya terus-terusan bergantung padamu. Kau dan Rara tidak mungkin hidup bersama selamanya. Suatu hari kau akan menikah begitu juga dengan Rara. Jika gadis tengik itu bermalas-malasan aku khawatir hidupnya tidak akan bahagia. Mana ada mertua yang mau menerima menantu pemalas seperti dia," ujar nenek Haida dengan ekspresi sedih.
"Itulah kenapa aku membujuk kakak agar mau melanjutkan kuliah, Nek. Kalau kakak punya pendidikan tinggi dan pekerjaan yang layak, tidak akan ada yang meremehkan kakak." Rhea memeluk bahu neneknya seolah mengerti kerisauan yang dirasakan nenek angkatnya ini.
"Apa dia setuju?"
"Belum, nanti aku bakal bujuk dia lagi. Nah, kita sudah sampai, Nek." Rhea mengantar neneknya ke sebuah tempat balai persembahan yang biasanya digunakan penduduk desa untuk melakukan ritual rutinan dari turun temurun nenek moyang desa ini.
"Ya sudah, sekarang pergilah!" suruh Nenek sambil tersenyum.
"Nanti setelah urusanku di kampus selesai, aku akan datang kemari untuk latihan. Nenek jangan sampai kelelahan. Biarkan ibu-ibu saja yang melakukan tugas berat, aku berangkat dulu Nek." Rhea mencium punggung tangan Neneknya dan bersiap datang ke pabrik seperti yang biasa ia lakukan.
"Ehm, hati-hati di jalan. Bilang pada Bibimu Riska untuk datang kemari jika ada waktu." Nenek mengusap lembut kepala Rhea.
"Baik, Nek. Akan aku sampaikan." Rhea pun berjalan ke arah pabrik besar yang letaknya tidak jauh dari balai tempat neneknya saat ini.
Sebentar lagi akan ada upacara persembahan untuk menyambut datangnya musim hujan dan neneklah yang bertugas menyiapkan semuanya. Upacara itu bukan upacara sembarangan dan tidak bisa dilakukan oleh setiap orang. Hanya orang-orang tertentu saja yang diperbolehkan melakukan upacara tesebut dan disaksikan oleh seluruh penduduk yang ada di kota kecil ini.
BERSAMBUNG
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Aqiyu
cinderella baik hati
2022-09-23
0
clararine
wah rhea hatimu sanggat baik
2021-11-25
0
Shakila Rassya Azahra
aku menunggu pertemuan rey & rhea..
2021-08-11
0