Meski pun semua masalah antara Davendra dan Asmi sudah diluruskan oleh Salman, tapi itu tidak begitu saja mengubah pandangannya kepada lelaki yang baru saja dia kenal ini.
Berjabat tangan, dan tersenyum, tapi tidak bisa dibayangkan untuk menulis sebuah deskripsi tentang senyum aneh yang melengkung di wajah Asmi.
Tapi sedikit mampu untuk Davendra mengartikan ekspresi yang dia tunjukan, seperti... 'Jika kau masih mencari masalah denganku, akan aku potong kepalamu itu.'
Davendra bisa melihat pisau yang dia genggam erat bisa melayang kapan pun sesuka hati.
Dan Asmi pun berkata....
"Jika kau masih mencari masalah denganku, aku pastikan besok kau akan kehilangan kepalamu." Saat mengatakan itu pun Asmi masih tersenyum.
Sungguh nyaris sekali tebakan Davendra dari raut wajah tersenyum cantik namun memiliki makna yang sangat dalam, karena keduanya memiliki arti sama-sama ingin memotong kepalanya.
"Sungguh aku minta maaf, tapi aku masih membutuhkan kepalaku ini, jika sampai hilang, aku akan terlihat aneh." Tidak hanya aneh, itu juga akan membuatnya tewas.
Davendra mencoba tersenyum, walau semua kejadian adalah kesalahpahaman, tapi dia wanita pendendam, tentu akan sangat berbahaya jika masalah dengannya sampai berlarut-larut.
"Tenang saja, aku akan menyisakan rambutmu, tidak membuatmu menjadi aneh." Asal saja dia menjawabnya.
"Aku tidak suka membayangkan itu."
"Kepala tanpa rambut, atau rambut tanpa kepala, tentu tidak ada bedanya, hanya dua kata yang di bolak balik." Cukup mudah dia bicara seakan tidak memiliki dosa apa pun setelah melakukannya.
"Begitu juga dengan artinya." Lemas Davendra dengan ungkapan aneh dari Asmi.
Salman tahu bahwa Asmi masih menaruh kemarahan kepada Davendra, tapi apa yang bisa dia perbuat hanya berusaha mendamaikan mereka.
Asmi jelas memiliki kekuatan yang sangat tinggi, nama perguruan pedang delapan Matahari sangatlah terkenal di wilayah kerajaan Margasura.
Mereka menjadi generasi penerus dari salah satu seni beladiri pedang kuno yang di turunkan sejak zaman lampau, tentu banyak orang menjadi musuh untuk mereka.
Dan kini, Asmi adalah satu orang terakhir dari keluarga delapan Matahari, membawa kemampuan seni beladiri pedang yang dibebankan sebagai tanggung jawab di atas pundak itu.
Sampai dia menemukan kembali orang yang membunuh keluarganya dan membalas dendam, dia tidak akan meneruskan kemampuan pedang delapan Matahari kepada siapa pun.
"Asmi kau kembalilah, biar aku yang mengurus lelaki ini, aku jamin dia tidak akan membuatmu terganggu." Salman pun memberi kepastian.
"Aku harapkan hal itu tuan Salman." Balas Asmi yang merapikan pisau di tangan, masih menjadi misteri dimana dia meletakkan semua senjatanya di balik baju.
"Ya aku akan melakukannya." Salman bersikap cukup sopan untuk sekedar menjawab perkataan Asmi.
"Padahal Aku tidak melakukan apa pun." Gumam Davendra yang membuat Asmi kembali menoleh dengan tajam.
Meski dia tidak lagi berniat membunuhnya, tapi tetap saja tatapan mata melotot itu seakan menghujam tepat ke jantung dan orang yang melihat akan takut.
Tapi kini Salman mengalihkan perhatian kepada Davendra, bagaimana dia menggambarkan raut wajah lelaki paruh baya itu, seperti sedang mendapat musibah hidup yang tidak tertanggungkan.
"Jadi begini Davendra...." Ucap Salman sedikit berhati-hati untuk memilih kata yang tepat.
"Aku tahu." Davendra pun seakan bisa menebak apa yang ingin dia katakan.
"Apa yang kau tahu ?."
"Tentang Asmi kan tuan Salman."
"Ya begitulah... Jadi kau sependapat."
"Huh ?, Sependapat apa nya ?, Soal kemampuan yang dia miliki jauh lebih hebat dari anda, sehingga harus bersikap sopan." Jawab Davendra karena itulah yang dia sedang bicarakan.
"Bukan, bukan itu." Bergoyang kepala Salman.
"Lantas apa yang sebenarnya kita bicarakan ini." Davendra jelas bingung dengan percakapan aneh dan memang tidak searah.
"Jadi... Apa pakaian dalam yang Asmi pakai barusan." Itu yang dipertanyakan oleh Salman.
"Hitam bertali ada renda-rendanya." Jawab Davendra karena memang ingat setelah satu kali melihat.
"Hmmm, itu cukup seksi, si*al harusnya aku juga melihat ****** ********." Salman merasa kesal untuk dirinya sendiri.
Tapi dari belakang suara batuk yang disengaja pun terdengar, Sintia nyatanya mendengar percakapan Davendra dan Salman.
Dia menatap, menghela nafas dan menghembuskan dengan berat, seberat masalah yang dia miliki, karena orang tuanya lebih mementingkan masalah ****** ***** daripada putrinya sendiri.
"Sintia, kau belum pergi." Salman tersenyum lemas karena cara Sintia melihat jelas menyakitkan.
"Sudah tua, Bau tanah pula, masih memikirkan hal seperti itu, sebaiknya sekarang ayah bersikap lebih pantas sebagai orang tua." Tegas ucapan dari Sintia.
Tidak berani Salman membantah perkataan sintia yang secara terang-terangan mengomentari prilakunya kepada Asmi.
"Ya baiklah... Tapi Sintia, Davendra akan tetap menjadi pengawal pribadimu."
"Sudah aku katakan..." Sintia mencoba melawan.
"Untuk hal ini kau harus menuruti perintah ayah." Dan terdengar suara tegas dari Salman.
"Terserah ayah saja." Sintia lekas pergi karena tidak ingin berpanjang lebar membicarakan tentang itu.
Saat ini Davendra tidak bisa berbuat banyak, dia hanya mengikuti apa yang memang di inginkan oleh Salman, jika diharuskan mengawal Sintia maka itu akan menjadi tugas.
Bagaimana pun juga dirinya tidak memiliki tujuan pasti, demi mendapatkan informasi mengenai asal usul yang belum diketahui, Davendra tentu tidak ingin menggelandang ke sana kemari.
"Davendra, aku katakan kepadamu, jika Sintia itu memang keras kepala, cara bicara kasar dan tidak sopan, tapi dia adalah gadis baik." Bagaimana Salman membicarakan Sintia, lelaki paruh baya ini benar-benar mencerminkan sosok ayah yang khawatir kepada anaknya.
"Meskipun ayahnya tidak ?." Tambah Davendra.
"Ya itu benar... tunggu apa yang kau katakan ?."
"Aku menang baru mengenal nona Sintia tidak lama, tapi dia mau menerima kehadiranku, aku yakin dia adalah gadis luar biasa." Davendra mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Kau benar, ya... Sintia memang sangat cantik dan luar biasa." Dan itu berhasil.
"Tidak seperti ayahnya ?." Kembali Davendra menambahkan fakta itu.
"Memang aku seperti apa ?." Bertanya Salman merasa tersinggung.
"Ya kalau Sintia seperti ayahnya, dia akan memiliki janggut dan kumis."
"Ah begitu... Memang dia lebih mirip dengan mendiang ibunya." Salman pun paham tentang ungkapan Davendra.
Terlintas sebuah ekspresi rumit di wajah Salman ketika membicarakan mendiang ibu dari Sintia, entah itu menunjukkan sebuah tragedi, atau kenangan yang dia miliki.
"Aku takut, jika ada seseorang yang berniat mencelakakan dia." Lanjut Salman bicara.
"Aku tidak bisa menjanjikan bahwa aku adalah pengawal yang hebat, tapi aku akan berusaha menjaganya tuan Salman." Cukup meyakinkan jawaban dari Davendra.
Davendra hanya orang luar yang baru saja dibawa masuk kedalam klan harimau api, entah seperti apa kehidupan dari Sintia, tapi dia merasa akan ada masalah rumit untuk dihadapi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 316 Episodes
Comments
Teguh Santoso
up saja
2024-05-13
0
AngGa
Tujuan cari kebebasan seperti Luffy
2022-01-26
1
Pendekar
diserahi tugas ngawal Sintia ama Salman
2022-01-25
0