Seusai meninggalkan kamar Alfin, Kenanga berdiri di depan jendela rumah sakit. Dia menatap malam yang hendak beranjak pagi. Fikirannya berkelana dan tak tentu arah.
Kenanga jelas tahu apa yang tengah dia rasakan. Rasa yang sama yang pernah melilitnya di masa silam. Rasa bersalah dari hutang budi seseorang yang rela menyelamatkannya dengan menawarkan nyawanya. Dan Kenanga tak pernah suka perasaan itu. Dia tidak suka harus berhutang nyawa lagi pada orang lain.
Kenanga terus berdiri diam, tak peduli dengan waktu yang beranjak naik. Dan Panji yang menemaninya menghampirinya.
“Kita pulang?” tanyanya dengan nada hati-hati.
Kenanga menggeleng, “Saya akan tetap disini.” Jawabnya.
Pnaji menganggukan kepalanya. “Saya akan menemani Letnan.” Tandasnya.
“Tidak perlu. Kau pulanglah. Masih ada waktu beberapa jam lagi sebelum pagi. Tidurlah.” Tukas Kenanga.
“Tidak apa-apa. Lagipula di situasi seperti sekarang, bisakah saya tidur? Anggota-anggota yang lain pun pasti tidak bisa tidur.” Ujar Panji.
Kenanga hanya terdiam tak menanggapi. Dan Panji menganggapnya sebagai jawaban iya.
Mereka terdiam, menciptakan keheningan. Panji yang merasa Kenanga ingin sendirian, akhirnya pergi. Lelaki itu duduk di bangku. Sedangkan Kenanga masih berdiri diam di posisinya.
Pagi menjelang tiba. Kenanga terjaga terus sepanjang malam. Disampingnya ada Panji yang tidur sembari duduk. Katanya lelaki itu tidak akan tidur, tapi biarlah, Panji sudah melalui malam yang berat, tenaganya pasti sudah habis.
Drrt
Kenanga mengambil ponselnya dari saku celananya. Panggilan dari Bagas tertera di layar ponselnya. Kenanga mengangkatnya.
“Halo.” Ucapnya.
“....”
“Baik. Saya segera kesana. Tapi sebelum itu, biarkan mobil Satya berangkat lebih dulu. Kita akan mengawal mereka di belakang.” Ucap Kenanga.
“...”
“Terima kasih.” Ucapnya.
Panggilan pun terputus. Kenanga menaruh kembali ponselnya setelah itu melirik Panji yang masih tertidur pulas. Kenanga membangunkan Panji. Panji langsung terbangun, dia meregangkan tubuhnya yang kaku. Lehernya pegal karena tidur dengan posisi duduk.
“Selamat pagi, Letnan.” Sapanya sambil menguap.
“Pagi. Katamu kau tidak bisa tidur.” Sindir Kenanga.
Panji menyengir, “Saya terlalu lelah ternyata.” Akunya jujur.
Kenanga hanya diam. Dia lalu beranjak berdiri dan Panji menatapnya dengan bingung.
“Letnan mau kemana?” tanyanya.
“Ke ruangan Alfin. Kau basuh wajah dulu. Kita akan pulang.” Jawabnya.
“Siap, Letnan.” Ucap Panji. Lelaki itu langsung bangkit dan pergi ke toilet untuk membasuh wajahnya.
Kenanga lalu melangkah menuju ruangan inap Alfin. Begitu masuk, terlihat Alfin masih tertidur pulas di ranjang sedangkan Satya sudah bangun dan sedang bermain ponsel di sofa. Satya langsung mematikan ponselnya kala melihat kedatangan Kenanga.
“Bangunkan dia. Kita akan pulang satu jam lagi.” Beritahunya sambil menunjuk Alfin dengan dagunya.
“Mobil saya bagaimana Letnan?” tanya Satya.
“Mobilmu sudah ada di markas. Nanti Dani yang akan membawakannya. Jadi nanti kita konvoi. Kau di depan, kami di belakang.” Jelas Kenanga.
Satya menganggukkan kepalanya mengerti.
“Kalau begitu saya tinggal dulu.” pamit Kenanga.
“Tunggu, Letnan.” Cegah Satya. “Letnan tidak tidur semalaman?” tanyanya tepat sasaran.
“Terlihat jelas?” tanya balik Kenanga.
“Tentu saja. Wajah Anda jadi kusam dan kantung mata Anda tebal. Anda pasti tidak tidur semalaman. Pasti karena merasa bersalah kan?”
Kenanga terdiam. Dia lalu menganguk kecil.
“Sudah ya, saya tinggal dulu. Kita bertemu di lobi satu jam lagi.” Pamitnya tiba-tiba. Setelah itu Kenanga keluar dari ruangan.
Sepeninggal Kenanga, Satya langsung membangunkan Alfin. Alfin pun langsung bangun
“Kau sepertinya tidur dengan nyenyak. Tidak bermimpi?” tanya Satya.
Alfin mengangguk sambil meregangkan otot-ototnya yang kaku. Lelaki itu tertidur pulas akibat obat yang disuntikkan ke lengannya tadi malam saat anestesi dari jahitan sudah hilang. Dan berkat obat itu pula, dia bisa tertidur pulas tanpa bermimpi sama sekali. Suatu keajaiban yang langka.
“Tadi Letnan Kenanga kesini. Dia bilang kita akan pulang satu jam lagi.” Beritahu Satya.
Alfin terdiam sesaat, “Dia hanya mengatakan hal itu?” tanyanya.
“Dia juga bilang, mobilku ada di markas setempat dan akan dibawa oleh salah satu rekannya. Nanti kita pulang bersama, konvoi.” Lanjut Satya.
“Lalu?” tanya Alfin lagi.
Satya mengernyitkan keningnya bingung, “Lalu apa?”
“Hanya itu yang dia katakan?” Alfin jelas penasaran. Dia berharap Kenanga mengatakan sesuatu yang lain.
“Hanya itu. Memangnya kau berharap dia mengatakan apa?”
Raut Alan seketika keruh. Dia menggeleng pelan.
"Aku ke kamar mandi dulu." ucap Alfin. Satya hanya mengangguk.
***
Rombongan Tim Rajawali tengah dalam perjalanan kembali ke Jakarta. Mereka mengawal tak hanya Alfin dan Satya, tapi juga para pelaku kasus narkoba itu. Jasad Mila dan Arman dibawa oleh ambulans sedangkan Nurman, satu-satunya pelaku yang masih hidup dibawa oleh Tim Rajawali sendiri di mobil mereka. Jaga-jaga bila insiden Ahmad kembali terulang. Karena Arman adalah satu-satunya kunci penting di kasus ini. Jelas mereka harus melindunginya dengan baik karena menurut dugaan Kenanga, Nurman pasti akan dalam bahaya. Ditilik dari kasus Ahmad silam.
Tapi perjalanan mereka berjalan lancar dan mulus. Mereka sampai di Jakarta pukul sepuluh pagi. Nurman langsung dibawa ke ruang interogasi.
Ketika anggota lainnya sedang menginterogasi Nurman, Kenanga menyeret Alfin ke rumah sakit lagi. Perempuan itu masih yakin bahwa Alfin belum sembuh sepenuhnya. Dia ingin Alfin diperiksa sekali lagi.
Jadilah Alfin dirawat di RSAM, rumah sakit tempat Satya bekerja. Menurut dokter, Alfin perlu waktu paling tidak seminggu untuk sembuh.
"Jadi berapa lama saya disini?" tanya Alfin.
"Satu minggu." jawab Kenanga.
"Satu minggu?" seru Alfin terkejut.
"Kenapa?" tanya Kenanga.
"Letnan, satu minggu sangat lama. Lagipula yang cedera adalah tangan saya bukan seluruh tubuh. Saya akan mati kebosanan. Belum lagi saya harus bekerja." jelas Alfin merasa keberatan.
Kenanga hanya mengangguk, "Oh." tanggapnya.
"Apa maksudnya dengan 'oh'?"
Kenanga berdeham singkat, "Kita lihat hingga tiga hari kedepan. Lagipula kau akan bekerja disini, jadi tidak ada masalah."
"Kau tahu darimana?" tanya Alfin syok. Dia tidak pernah memberitahu hal ini pada siapapun apalagi Kenanga. Kapan dia mengatakannya?
"Dari direktur rumah sakit. Rumor dirimu yang terluka karena insiden itu sudah menyebar lalu kabarnya kau adalah dokter baru."
Alfin terdiam makin syok.
"Intinya, lakukan apa perintah dokter. Kau seperti ini karena saya dan saya harus bertanggung jawab." lanjut Kenanga.
"Saya tidak ingin Anda membebani diri sendiri." tukas Alfin.
"Itu sudah terjadi, saya bisa apa lagi?" balas Kenanga. Alfin seketika diam.
"Saya ada urusan, saya pergi dulu." pamit Kenanga langsung pergi.
Sepeninggal Kenanga, Satya masuk tepat kemudian. Lelaki itu duduk di kursi menghadap Alfin.
"Mereka pasti akan kena amuk paling tidak." komentarnya.
"Kenapa?" tanya Alfin.
"Misi mereka bocor ditambah lagi ada sipil yang terluka. Setidaknya mereka akan mendapat hukuman administratif mungkin."
"Tapi misi mereka berhasil." tukas Alfin tidak mengerti.
Satya berdecak kecil, "Tapi ada banyak kecacatan dalam misi mereka. Mereka adalah grup 3, aku bahkan baru tahu sekarang. Seharusnya baik misi bahkan keberadaan mereka tidak boleh diketahui siapapun. Tapi kita kebetulan bertemu dengan mereka dan kau bahkan bersama Letnan Kenanga menyelidiki pabrik itu. Ditambah kau menyelamatkannya. Dan misi itu jadi bocor karena ada keterlibatan polisi bahkan tentara satuan lain." jelas Satya.
"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Tapi aku tahu, aku telah menempatkan Letnan Kenanga dalam kesulitan." tanggap Alfin lesu.
"Hei, ini bukan salahmu. Wajar kalau kau berlari menyelamatkan Kenanga. Itu naluri." ujar Satya.
"Tapi, gara-gara tindakanku, Letnan Kenanga pasti akan dapat masalah." tukas Alfin sedih.
"Lalu, kau memilih tidak menyelamatkannya? Kau ingin dia meninggal tertembak pistol saja?"
Alfin sontak menggeleng, "Tentu saja tidak." tegasnya.
"Ya sudah. Apa yang kau lakukan sudah benar." timpal Satya.
Alfin terdiam, dia mendesah pelan.
***
Tim Rajawali langsung menghadap komandan mereka. Dan seperti dugaan Satya, mereka dimarahi. Meski misi mereka terbilang berhasil, tapi tetap ada kecacatan dalam jalannya misi ini. Satu, mereka melibatkan orang luar dalam misi ini meskipun tidak disengaja tapi terlukanya Alfin membuat kesalahan mereka makin fatal. Kedua, mereka tidak segera melapor adanya kegiatan ilegal besar-besaran yang terjadi di dalam pabrik. Ditambah soal Riko yang keracunan. Mereka juga kehilangan banyak bukti penting tentang kasus ini. Ledakan yang terjadi menghancurkan gudang dan ruangan rahasia beserta isinya tanpa ada yang tersisa. Setidaknya dua kesalahan itu cukup membuat mereka terkena sanksi.
"Sebelum saya memutuskan sanksi apa yang akan kalian terima. Saya ingin mendengar tentang hasil penyelidikan kalian lebih dulu dan apa alasan kalian mengacaukan misi kalian sendiri!"
Semua saling berpandangan lalu Bagas maju selangkah.
"Lapor, selama kami melakukan penyelidikan selama dua hari, kami menemukan banyak kejanggalan. Pertama, para polisi dan agent yang ditugaskan sebelum kami menghilang. Kami menduga adanya keterlibatan dari warga dan para pelaku terkait menghilangnya mereka. Kedua, saat penyelidikan Letnan Kenanga menemukan ruang rahasia di gudang yang kini telah hancur karena meledak. Disana ditemukan bukti bahwa mereka mengoperasikan pabrik mainan hanya sebagai topeng dari pekerjaan asli mereka. Mereka menyelundupkan heroin, sabu-sabu dan ganja dalam jumlah besar yang diselipkan di dalam mainan untuk pelanggan mereka. Dan para warga yang ada disana telah dicekoki oleh mereka sebagai uang tutup mulut dan perlindungan. Adanya isu kultus agama yang sesat adalah kebohongan belaka yang diciptakan mereka. Nyatanya, insiden zombie itu adalah para warga yang sakau akibat mengosumsi narkoba jenis flakka dalam jumlah besar dan berkelanjutan akibat efek halusinasi hingga keinginan bunuh diri dari alam bawah sadar mereka. Para warga yang terlanjur ketergantungan akhirnya menerima kesepakatan dari para pelaku untuk saling membantu dan bekerja sama. Para pelaku menjalankan pabrik mainan yang menyelundupkan narkoba dan para warga diberi imbalan berupa narkotika jenis flakka secara berkelanjutan." jelas Bagas panjang lebar.
"Dan para pelaku itu meninggal dua dan masih hidup satu?"
"Siap benar!"
"Lapor, Ndan!" Kenanga maju selangkah dengan ragu. Semua atensi mengarah pada prajurit wanita itu.
"Ada yang ingin kau sampaikan?" Kenanga menganggukan kepalanya.
"Silakan."
Kenanga terdiam sesaat lalu mulai berbicara, "Saat di ruang rahasia itu saya menemukan hal lain selain narkoba. Yaitu sebuah lemari yang penuh dengan potongan anggota tubuh manusia."
Semua orang yang ada di dalam ruangan seketika syok. Mereka menatap Kenanga dengan sejuta ketidakpercayaan karena apa yang mereka dengar.
"Potongan tubuh?" tanya komandannya.
Kenanga mengangguk, "Dimulai dari gigi, mata juga jari. Ada beberapa tingkatan dalam lemari itu dan di bagian paling atas--" Kenanga menjeda ucapannya dan itu membuat semua orang yang mendengarkannya seketika gugup. "Beberapa kepala manusia." lanjut Kenanga.
"Hah?" seru semua orang ngeri. Komandan mereka bahkan sampai berdiri dari duduknya.
"Kau yakin apa yang kau katakan?" tanyanya.
"Saya yakin. Saya juga bisa membuktikan ucapan saya." Kenanga mengambil ponsel dari saku celananya lalu memberikan ponselnya yang menampilkan hasil fotonya saat memotret isi lemari itu.
"Aa!" Komandan mereka hampir saja melemparkan ponsel Kenanga saking syoknya. Anggota Tim Rajawali yang penasaran juga melihatnya dan mereka seketika syok dan hampir menjerit.
"Itu--su-sungguhan...kepala asli?" tanya komandan terbata-bata.
"Benar, Nda. Oh ya kalau diizinkan, saya ingin melihat semua wajah para polisi dan agent yang menghilang. Siapa tahu..."
Dani, Angga, Bagas, Riko dan Panji seketika menatap Kenanga kembali. Raut mereka menunjukkan rasa syok dan ngeri.
***
Setelah menyelesaikan urusannya di kantor, Kenanga pulang ke rumah tantenya. Dia mandi, dan makan siang setelah itu kembali ke rumah sakit. Perempuan itu ingin mengecek kondisi Alfin.
Tapi Kenanga tengah dalam suasana hati yang buruk. Dia berjalan dengan enggan menuju ruangan Alfin. Dan ada yang aneh, di tangan perempuan itu tergenggam sebuket bunga tulip putih. Dan pemandangan langka itu menjadi perhatian bagi semua orang terutama yang mengenal Kenanga. Karena perempuan itu baru pertama kali terlihat membawa bunga saat mengunjungi orang yang sakit.
Kenanga sampai di ruangan rawat Alfin tapi dia tidak langsung masuk melainkan hanya berdiri diam. Kenanga berkali-kali menggelengkan kepalanya.
Ini terasa tidak benar.
Nanti saja aku menjenguknya. Masih ada waktu lain. fikir Kenanga.
Perempuan itu hendak berbalik arah tapi sebuah tangan menghentikan niatnya.
"Tante!" seru Kenanga terkejut. Dia tidak menyadari bahwa tantenya mengikutinya ke rumah sakit.
"Masuk." titah Meilani. Kenanga menggeleng tidak mau.
Akhirnya Meilani yang membuka pintu. Kenanga terkejut tak percaya dengan ulah tantenya.
"Letnan Kenanga?" ucap Alfin dari kamar.
Kenanga terdiam mendengar suara Alfin. Dan parahnya tantenya langsung kabur begitu saja setelah menempatkannya dalam situasi canggung. Kenanga bahkan tak bisa membalikkan badannya. Dia sudah terlalu malu.
"Letnan Kenanga? Mau masuk atau tidak?" ucap Alfin lagi.
Kenanga menutup matanya sebelum dia membalikkan tubuhnya. Tapi betapa terkejutnya dia kala tak hanya ada Alfin di ruangan, melainkan beberapa dokter dan perawat juga ada disana. Mereka semua menatap Kenanga.
Sial, umpat Kenanga dalam hati. Perempuan itu lekas menyembunyikan bunga di balik punggungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Suci Waty
mdh"an awal yg baik utk kenanga & alfin..
tetap semangat thorr...💪💪💪😘
2021-07-28
0
zae
semangat kak
2021-07-28
0