Bab 14. Dia Rela Menawarkan Punggungnya

Kenanga membuka matanya perlahan. Samar-samar dia melihat dinding kusam penuh darah dengan lampu temaram. Dia mengedip-ngedip hingga pandangannya mulai jelas.

Kenanga jelas tahu dia ada dimana. Dia terkurung dengan tali melilit seluruh pergelangan tangan dan kakinya di ruangan rahasia yang berada di gudang. Dia melirik ke samping, ada Angga yang juga masih pingsan dengan kondisi sama terikat.

Kenanga menendang kaki Angga, berharap Angga terbangun. Tapi Angga masih bergeming. Kenanga pun menendang lebih kencang hingga Angga akhirnya mulai tersadar.

Angga membuka matanya. Dia mengerutkan dahinya kala tidak mengenali ruangan tempat dia berada. Lelaki itu menoleh ke samping kanannya, ada Kenanga yang sedang menatapnya.

“Letnan! Kita ada dimana?” tanyanya panik.

“Di gudang. Ada sebuah ruangan kecil di gudang yang tersembunyi. Kau lihat itu.” Kenanga mengendikan dagunya. Menunjuk sebuah simbol besar yang ada di dinding. Angga seketika berjengit syok.

“Mi-miracle?” gagapnya.

“Ini jelas kasus kriminal. Kultus agama dan zombie itu hanya topeng. Aslinya semua warga dicekoki narkotika yang menyebabkan mereka halusinasi parah hingga sampai bunuh diri. Mereka tidak hanya menjual ‘mainan’ melainkan juga narkotika.” Jelas Kenanga.

“Jadi maksudnya semua warga itu terus diberi narkotika dan sebagai gantinya mereka menyediakan fasilitas dan lahan untuk mengembangkan bisnis narkotika ini?” tanya Angga.

Kenanga menganggukkan kepalanya.

“Lalu menurutmu siapa saja yang terlibat? Maksudku otak dibalik ini semua?” tanya Angga.

“Nurman, Arman dan Mila. Merekalah biang keladinya. Dan mereka pasti juga adalah anggota Miracle.” Tandas Kenanga.

“Dari saya tahu soal Miracle, saya fikir mereka adalah organisasi mafia yang mengembangkan kerajaan bisnisnya melalui cara elit. Bukan dengan kultus agama seperti ini.” komentar Angga.

Kenanga terdiam. Gara-gara kasus ini, dia jadi gagal memahami pola kerja Miracle. Bagaimana tingkah laku, pola dalam membangun kerajaan bisnisnya dan lain-lain. Seperti yang dikatakan Angga, tidak masuk akal sebuah organisasi mafia terbesar di dunia menggunakan cara seperti ini.

“Kita akan mencari tahu itu. Sekarang kita harus melepaskan diri dulu.” ujar Kenanga.

Angga menganggukan kepalanya. Dia mengangkat kedua kakinya menyamping ke arah Kenanga. Kenanga mencoba membuka risleting tersembunyi di celana yang dikenakan Angga. Disana terdapat pisau kecil didalamnya.

“Sudah belum, letnan?” tanya Angga sambil meringis. Dia tidak bisa diam terus di posisi seperti itu.

“Sebentar lagi.” Jawab Kenanga singkat. Dia sudah berusaha keras tapi kesulitannya meningkat karena tangannya terikat kencang.

Tak lama kemudian, Kenanga berhasil membuka risleting di celana bawah Angga dan mengambil pisau lipat itu. Angga pun menurunkan kembali kakinya. Dia menghela nafas lega. Kakinya pegal tapi dia cukup senang karena berhasil.

Tanpa membuang waktu, Kenanga langsung memotong tali ditangannya. Setelah berhasil, dia juga memotong tali di kakinya. Dan setelah semua ikatan terlepas, dia beralih memotong tali yang mengikat Angga. Dan Angga pun sudah bebas.

“Disini baunya busuk sekali.” Keluh Angga menutup hidungnya. Dia sedari tadi ingin menutup hidungnya tapi tidak bisa karena masih terikat.

“Ayo.” Ajak Kenanga.

Angga dan Kenanga keluar dari ruangan dan juga gudang. Mereka mengendap-endap keluar menuju ruang produksi utama lagi. Angga dan Kenanga juga sudah berusaha menghubungi rekan-rekannya yang lain, tapi tidak ada balasan apapun. Membuat kedua tentara itu seketika dirundung kekhawatiran.

Dan begitu mereka sampai di ruang produksi utama, mulut mereka menganga dan mata mereka terbelalak kaget kala semua rekan mereka duduk di kursi kayu yang berada di hadapan puluhan warga yang tengah sakau. Para warga itu tengah pesta narkoba!

“A-apa yang ha-harus ki-kita lakukan, Letnan?” seru Angga panik.

Kenanga terdiam. Dia mencoba memikirkan solusinya bagaimana menyelamatkan semua rekannya tanpa membuat mereka harus berhadapan dengan puluhan orang yang tengah pesta narkoba itu. Karena kalau sampai mereka terlibat kontak fisik, mereka kalah jumlah.

Kenanga lalu teringat dengan alat yang dia berikan pada Alfin untuk berjaga-jaga. Dia menatap Angga.

“Tekan tombol merahnya sekarang.” Titahnya.

Angga langsung mengerti. Dia mengeluarkan alat yang sama dan langsung menekan tombol merah. Layar merah langsung muncul. Kalau Alfin dan Satya sadar dengan sinyal itu, mereka pasti akan segera mendapat bantuan.

“Sekarang, mereka sedang dalam kondisi sakau atau apapun akibat narkoba itu. Kita tidak bisa menghadapi mereka semua berdua saja. Jadi cara yang aman adalah kita mengendap-endap kesana dan melepaskan mereka satu persatu tanpa ada yang menyadarinya.” Jelas Kenanga.

“Tapi itu terlalu beresiko. Apalagi mereka dalam keadaan pingsan.” Tukas Angga cemas.

“Lalu kita punya pilihan apa lagi? Menembak semua orang? Atau melemparkan bom asap?” Tiba-tiba Kenanga tersadar. Dia menatap Angga yang juga menatapnya.

“Bom asap boleh juga.” cetus Angga.

Kenanga mengangguk setuju. Dia harus bersyukur ada solusi lebih baik yang terfikirkan di detik-detik terakhir.

“Kita lihat dimana posisi mereka dan titik butanya sejauh mana. Saya akan menyelamatkan kapten dan Riko lalu kamu selamatkan Panji dan Dani. Waktu penyelamatan itu hanya semenit. Kita langsung keluar dari pabrik saat itu juga.” tekan Kenanga.

“Anda yakin akan berhasil dalam satu menit?” tanya Angga memastikan.

“Kita tidak punya pilihan lain.” Tandas Kenanga. Angga mengangguk menyetujui.

“Semua solusi yang kita fikirkan berisiko tinggi dan tingkat keberhasilannya rendah. Tapi kita tidak punya pilihan lagi. Bagaimana hasilnya nanti, kita lihat nanti saja.” Ucap Kenanga. “Siap?” tanyanya menoleh pada Angga.

Angga menganggukan kepalanya.

“Dalam hitungan ketiga, keluarkan semua bom asap yang kita punya. Waktu kritis misi ini adalah satu menit, kau paham?”

“Siap paham, letnan.”

“Satu.”

“Dua.”

“Tiga.”

Angga mulai melemparkan bom asap satu persatu. Asap langsung menyebar ke seluruh ruangan. Setelah asap menyelubungi, Kenanga dan Angga langsung berlari menuju tempat dimana rekan-rekannya terikat. Karena sudah terlatih dan mengamati sebelumnya, mereka tidak kesulitan menemukannya meski jarak pandang terbatas karena terhalang asap.

Di tengah keributan yang bising, Kenanga berhasil melepaskan ikatan Bagas, dia membangunkan Bagas dengan keras hingga lelaki itu akhirnya tersadar. Setelah Bagas sadar, Kenanga membebaskan Riko dan menyadarkannya.

Waktu tinggal sepuluh detik, dan Angga sedang berusaha melepaskan ikatan Panji. Ikatan Dani sudah terlepas tapi Angga kesulitan dengan tali yang mengikat Panji. Kenanga ingin membantu, tapi dia tidak tahu ada dimana Angga sekarang. Dia hanya bisa memprediksinya lewat suara.

“Angga cepat!” tekan Kenanga.

Angga tak menjawab. Dia tetap fokus memotong tali Panji yang kini sudah sadar dari pingsannya. Dalam hati, Angga berdecak kesal. Andai dia bisa memakai senter, maka pekerjaannya akan lebih cepat selesai. Tapi memakai senter untuk situasi saat ini terlalu berbahaya. Karena musuh jadi tahu keberadaan kita.

“Selesai.” Desah Angga lega. Angga pun membantu Panji melepaskan ikatan yang sudah longgar itu.

Setelah memastikan semua rekan mereka baik-baik saja, Tim Rajawali langsung berlari menuju pintu keluar. Tepat ketika mereka menghilang di balik kelokan, asap menghilang. Para warga terlihat kebingungan sekaligus masih terkejut dengan asap dan apa yang terjadi sebenarnya.

Tapi masalah kembali muncul, pintu kecil itu tidak bisa dibuka.

“Sepertinya mereka sengaja mengunci pintu.” Ucap Bagas.

Semuanya ingin mengumpat kesal. Lolos dari satu hambatan kini ada hambatan lainnya.

Dor

Semua menoleh kala terdengar suara tembakan yang mengarah ke dinding samping Panji berdiri.

“Lari!” seru Bagas.

Keenam anggota elit itu berlari menjauh. Tembakan itu seperti tanda bahwa musuh mereka sudah mengetahui apa yang terjadi. Mereka terus berlari hingga sampai pada ruangan yang tak kalah luas dengan banyak tiang-tiang. Semua ruangan di pabrik ini nyaris kosong. Seperti bukan pabrik sesungguhnya.

Tiba-tiba puluhan orang berjas hitam dengan pistol yang tertodong menyerbu masuk. Semua anggota terpaksa berpencar mencari tempat aman.

Kenanga bersembunyi dengan Angga di balik tiang besar di sudut kiri. Kenanga mengintip dari balik tiang, orang-orang itu ada disana. Mencari keberadaan mereka dengan hati-hati.

Kenanga kembali bersembunyi. Dia bersandar di dinding.

"Ada jalan keluar yang kau ketahui?" tanua Kenanga.

"Saya sudah memonitornya lewat drone saat tengah malam. Ada pintu bawah tanah yang jalan keluarnya dari sisi sebaliknya. Dekat dengan air terjun itu." jawab Angga.

"Air terjun?" Angga mengangguk.

Kenanga kembali mengintip. Sudah tak ada orang-orang berjas hitam itu lagi. Kenanga mengisyaratkan Angga untuk keluar. Mereka harus bergerak perlahan untuk pergi dengan selamat.

Angga memandunya. Setelah mengabari para rekan tim lainnya yang terpisah, mereka sama-sama bergerak menuju timur. Ada sebuah pintu besi yang merupakan jalan menuju basement yang jalan keluarnya dekat air terjun.

Di sepanjang jalan, Kenanga dan Angga tak henti terus berkontak senjata dengan musuh-musuh mereka. Mereka berganti senjata, menembak, membunuh dan mengambil peluru. Tak terhitung berapa lawan yang sudah tumbang.

Kenanga dan Angga makin dekat ke tempat tujuan. Mereka menembak satu orang tersisa sebelum masuk ke pintu besi yang dimaksud Angga. Angga mengawasi setelah itu menyusul Kenanga yang sudah masuk ke dalam.

Kenanga langsung menyalakan senter kecilnya. Begitupun Angga. Basement itu terlalu gelap dan buruk sekali. Suara air yang mengalir deras makin lama makin terdengar.

Hingga di pertengahan, mereka bertemu dengan Panji, Riko, Bagas dan Dani. Mereka saling menunggu.

"Kenapa kalian lama sekali?" seru Panji cemas.

"Musuhnya terlalu banyak." jawab Angga kelelahan.

Bagas mengecek arlojinya, "Kita tidak ada waktu lagi. Kita harus segera keluar dan memanggil bantuan. Para warga itu sedang sakau dan harus ditenangkan atau kalau tidak maka insiden zombie itu terulang lagi." ucap Bagas.

Kenanga dan keempat rekannya mengangguk menyetujui. Mereka pun kembali bergerak menuju pintu keluar.

Lama berjalan, suara air yang memercik deras makin terdengar. Hingga mereka sampai di pintu keluar.

Mereka berhati-hati sebelum keluar. Bagas yang pertama keluar sebagai ketua tim. Setelah dipastikan aman, Dani, Angga, Riko menyusul kapten mereka. Diikuti dengan Panji dan Kenanga.

Mereka berhasil keluar. Tapi belum juga menghembuskan nafas lega, masalah muncul lagi. Kali ini Nurman, Arman dan Mila yang menghadang mereka dengan todongan senjata laras panjang.

Penampilan mereka juga berubah. Yang awalnya terlihat polos, baik dan ramah kini menjadi beringas dan tampak seperti mafia sungguhan. Mila bahkan melepaskan hijabnya dan sebuah tato kalajengking terpampang jelas di lehernya.

"Wah, tidak kusangka kalian lolos." celetuk Nurman. Ekspresinya licik.

"Salahkan pada pemikiran ceroboh menempatkan dua orang terpisah di ruangan berdarah itu." jawab Kenanga.

"Ah itu bukan ceroboh kok. Sengaja. Lagipula kalian sudah tahu ruangan apa itu jadi tidak perlu menyembunyikannya lagi." balas Arman santai.

"Kultus agama, pabrik mainan, desa zombie, tidakkah ini seperti drama? Bagaimana bisa organisasi elit seperti Miracle melakukan cara murahan ini untuk membangun bisnisnya?" ujar Kenanga dengan bibir berkedut.

"Ah itu, pemimpin kami juga tidak tahu tentang hal ini. Kami sengaja melakukannya karena otak orang Indonesia masih kolot." hina Mila.

"Eh, jangan mengatai ya! Kau fikir semua orang Indonesia sama?!" seru Panji kesal.

Mila hanya mengendikkan bahu acuh.

"Kalau sampai pemimpin kalian tahu, dia pasti akan marah besar. Secara imej nya dirusak oleh tikus seperti kalian." ucap Riko.

"Kami sudah menghasilkan banyak keuntungan dari trik murahan ini, kenapa dia harus marah?" balas Arman santai.

Dor

Tiba-tiba sebuah tembakan dilayangkan dari suatu arah menuju dada kiri Arman. Arman pun tumbang seketika.

Semua orang terkejut. Terlebih Tim Rajawali yang tidak menyangka ada tembakan begitu saja. Semua menjadi waspada.

"Sialan." geram Mila marah.

Mila mengangkat senjatanya. Dia menembak sembarang ke arah Tim Rajawali. Semua anggota tim berlari berpencar. Berlindung dari serangan membabi buta Mila.

Namun setelah beberapa tembakan itu, senjata Mila sudah tidak bisa dipakai lagi karena pelurunya sudah habis. Dan ini menjadi kesempatan bagi Tim Rajawali untuk menyerang. Bagas menendang senjata yang dipegang Nurman ketika dia lengah.

Mereka langsung terlibat perkelahian cukup alot. Meski Mila dan Nurman harus menyerang lebih dari satu orang, mereka tidak kalah. Tenaga mereka besar dan perkelahian menjadi imbang.

Tim Rajawali mulai kehilangan tenaga. Mereka mulai kelelahan akibat berkelahi dengan ratusan orang di pabrik. Satu persatu mulai terjatuh. Dan hanya tersisa Kenanga yang sedang melawan Mila dan Bagas yang melawan Nurman.

"Letnan!" teriak seseorang.

Di tengah perkelahiannya dengan Mila, Kenanga menoleh ke atas, ada Alfin yang sedang berlari menuruni bukit. Tadi Alfinlah yang berteriak.

Melihat Kenanga yang lengah, Mila menendang perut Kenanga keras hingga dia terjerembab.

"Kenanga!" seru Bagas di tengah perkelahiannya dengan Nurman.

Mila langsung menyerang Kenanga lagi sebelum Kenanga sempat bangun. Dia lalu mengeluarkan pisau dan menempelkannya ke leher Kenanga.

"Hentikan atau kubunuh dia sekarang!" ancam Mila.

Bagas menghentikan perkelahiannta hingga dia jatuh karena perutnya di tendang Nurman.

Tiba-tiba Mila mengeluarkan pistol Kenanga dari saku dan menempelkannya ke pelipis Kenanga. Semua anggota syok.

"Mundur, kalian semua mundur." titah Mila.

Bagas, Anggga, Riko, Panji dan Dani mundur sesuai perintah Mila.

"Angkat tangan!" teriak Mila.

Mereka menurut.

Nurman bergabung dengan Mila. Mereka tersenyum kemenangan, "Beginilah cara kami membunuh para polisi dan agent sialan itu. Ini juga berlaku untuk kalian. Setelah aku membunuh perempuan kurang ajar ini, kalian akan satu persatu menyusulnya ke neraka." desis Mila tertawa-tawa.

"Kau yang ke neraka, brengsek." umpat Panji pelan.

Kenanga tahu hidupnya diambang kematian. Dan dia tidak bisa diam saja. Begitu Mila teralihkan perhatiannya sesaat, Kenanga langsung merebut pistol yang dipegang Mila.

Dor

Dor

Tembakan diletuskan dari perebutan senjata antara Kenanga dan Mila. Semua anggota tim bahkan Nurman berlindung dari tembakan membabi buta itu. Hingga mulut pistol itu mengarah pada Dani. Dani ketakutan setengah mati.

Mila menyunggingkan senyum iblisnya, dia menekan pelatuk tapi tidak ada letusan senjata lagi. Pelurunya sudah habis.

Mila mengamuk emosi. Dia hendak menyerang Kenanga tepat sebelum Kenanga mengeluarkan pistol lain dari balik kaus belakangnya.

Dor

Dia menembak tepat di dada kiri Mila. Mila seketika terkapar.

Keenam tentara itu menghela nafas lega. Kini giliran Nurman yang berdiri kaku.

"Menyerah atau mau kutembak?" tanya Kenanga dingin. Dia menodongkan pistolnya ke arah Nurman.

Nurman langsung mengangkat kedua tangannya pertanda menyerah.

Angga langsung memborgol Nurman agar tidak bisa berkutik lagi. Kenanga berjalan menghampiri rekannya-rekannya. Pistolnya terlepas dari tangannya begitu saja. Tenaganya sudah habis dan dia sangat lemah sekarang. Kenanga berjalan perlahan dengan nafas berat. Dia bahkan tak sadar bahwa dia sudah tak memegang senjatanya lagi.

Tapi tanpa disadari oleh siapapun bahkan Kenanga, Mila masih bernafas. Perempuan itu berusaha menggapai pistol yang ditinggalkan Kenanga dengan sisa tenaganya. Tangan penuh darah itu berhasil mendapatkannya.

Dan Mila langsung menembakan pistolnya ke arah punggung Kenanga yang sedang berjalan.

Dor

Semua anggota terkejut dengan tembaka tak terduga itu. Mila sang pelaku seketika menghembuskan nafas terakhirnya.

Dan Kenanga berbalik kala merasakan ada kedua tangan yang merengkuh punggungnya. Kedua tangan itu lama kelamaan turun dan akhirnya terlepas dari tubuhnya.

Kenanga syok dan wajahnya seketika kosong dengan mata memburam. Ketika dia mengetahui siapa yang telah menawarkan punggungnya untuk menyelamatkannya.

"ALFIN!"

Terpopuler

Comments

Mhimiens

Mhimiens

hais...bukanx td alfin tau kenanga pakai rompi anti peluru, pakai acara dilindungi pula...didorong kan bisa

2021-08-16

0

Suci Waty

Suci Waty

hmm mdh"an alfin gak knp"..

2021-07-26

0

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 Bab 1. Dua Orang Asing
3 Bab 2. Misi
4 Bab 3. Hujan di Spanyol
5 Bab 4. Miracle
6 Bab 5. Bungaku Telah Gugur
7 Bab 6. Ada Apa?
8 Bab 7. 3 Tahun
9 Bab 8. Pertemuan Kedua
10 Bab 9. Gembala
11 Bab 10. Pertemuan Ketiga Bukan Takdir, kan?
12 Bab 11. Ruang Berdarah dengan Simbol itu...
13 Bab 12. Terseret Masa Lalu
14 Bab 13. Ritual
15 Bab 14. Dia Rela Menawarkan Punggungnya
16 Bab 15. Amarah Bersalah
17 Bab 16. Bunga Tulip Putih
18 Bab 17. Permintaan Maaf
19 Bab 18. Tato Kupu-kupu
20 Bab 19. Pertemuan 'Tak Disengaja'
21 Bab 20. Perjodohan
22 Bab 21. (Jangan) Batalkan
23 Bab 22. Hati Saya Menghangat
24 Karya Baruuu!!
25 Bab 23. Kamu Bisa Menangis Dihadapanku
26 Bab 24. Waktu dan Maaf Tak Selalu Jadi Obat Luka
27 Bab 25. Angga Tahu
28 Bab 26. Bocor
29 Bab 27. Jatuh Hati
30 Bab 28. Selamat Datang di Musim Panas
31 Bab 29. Tanpamu, Aku Baik-Baik Saja
32 Bab 30. Ilusi itu Menyakitinya
33 Bab 31. Babak Baru
34 Bab 32. Kini Ada yang Menunggu Pulang
35 Bab 33. Kekasih?
36 Bab 34. Sebuah Kebenaran?
37 CAST
38 Bab 35. Menunggu Pulang
39 Bab 36. Pulang
40 Bab 37. Here I am
41 Bab 38. Cha Cha Cha
42 Bab 39. Milikku adalah Milikku
43 Bab 40. Zona A-31
44 Bab 41. Sudah Suka?
45 Bab 42. Janji
46 Bab 43. Dingin yang Menghangatkan
47 Bab 44. Hadiah Perkenalan
48 Bab 45. Bekerjasama
49 Bab 46. Dancing in the Rain
50 Bab 47. The Night
51 Bab 48. Aku akan Memanggilmu dengan Nama
52 Bab 49. Melihat Salju di Rumah
53 Bab 50. Camp
54 Bab 51. Who Are You?
55 Bab 52. The Boss
56 Bab 53. Topeng Iblis Part 1
57 Bab 54. Topeng Iblis Part 2
58 Bab 55. Satria yang Meluruh
59 Bab 56. Prince's Tears
60 Bab 57. Runtuh
61 Bab 58.
62 Bab 59.
63 Bab 60.
64 Bab 61.
65 Bab 62.
66 Bab 63.
67 Bab 64.
68 Bab 65.
69 Bab 66.
70 Bab 67.
71 Bab 68. END
Episodes

Updated 71 Episodes

1
PROLOG
2
Bab 1. Dua Orang Asing
3
Bab 2. Misi
4
Bab 3. Hujan di Spanyol
5
Bab 4. Miracle
6
Bab 5. Bungaku Telah Gugur
7
Bab 6. Ada Apa?
8
Bab 7. 3 Tahun
9
Bab 8. Pertemuan Kedua
10
Bab 9. Gembala
11
Bab 10. Pertemuan Ketiga Bukan Takdir, kan?
12
Bab 11. Ruang Berdarah dengan Simbol itu...
13
Bab 12. Terseret Masa Lalu
14
Bab 13. Ritual
15
Bab 14. Dia Rela Menawarkan Punggungnya
16
Bab 15. Amarah Bersalah
17
Bab 16. Bunga Tulip Putih
18
Bab 17. Permintaan Maaf
19
Bab 18. Tato Kupu-kupu
20
Bab 19. Pertemuan 'Tak Disengaja'
21
Bab 20. Perjodohan
22
Bab 21. (Jangan) Batalkan
23
Bab 22. Hati Saya Menghangat
24
Karya Baruuu!!
25
Bab 23. Kamu Bisa Menangis Dihadapanku
26
Bab 24. Waktu dan Maaf Tak Selalu Jadi Obat Luka
27
Bab 25. Angga Tahu
28
Bab 26. Bocor
29
Bab 27. Jatuh Hati
30
Bab 28. Selamat Datang di Musim Panas
31
Bab 29. Tanpamu, Aku Baik-Baik Saja
32
Bab 30. Ilusi itu Menyakitinya
33
Bab 31. Babak Baru
34
Bab 32. Kini Ada yang Menunggu Pulang
35
Bab 33. Kekasih?
36
Bab 34. Sebuah Kebenaran?
37
CAST
38
Bab 35. Menunggu Pulang
39
Bab 36. Pulang
40
Bab 37. Here I am
41
Bab 38. Cha Cha Cha
42
Bab 39. Milikku adalah Milikku
43
Bab 40. Zona A-31
44
Bab 41. Sudah Suka?
45
Bab 42. Janji
46
Bab 43. Dingin yang Menghangatkan
47
Bab 44. Hadiah Perkenalan
48
Bab 45. Bekerjasama
49
Bab 46. Dancing in the Rain
50
Bab 47. The Night
51
Bab 48. Aku akan Memanggilmu dengan Nama
52
Bab 49. Melihat Salju di Rumah
53
Bab 50. Camp
54
Bab 51. Who Are You?
55
Bab 52. The Boss
56
Bab 53. Topeng Iblis Part 1
57
Bab 54. Topeng Iblis Part 2
58
Bab 55. Satria yang Meluruh
59
Bab 56. Prince's Tears
60
Bab 57. Runtuh
61
Bab 58.
62
Bab 59.
63
Bab 60.
64
Bab 61.
65
Bab 62.
66
Bab 63.
67
Bab 64.
68
Bab 65.
69
Bab 66.
70
Bab 67.
71
Bab 68. END

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!