“Kau tahu soal Miracle?” tanya Kenanga. Dia begitu terkejut bahwa Alfin tahu soal organisasi itu.
“Saya awalnya juga tidak tahu. Tapi ada kejadian di masa lalu yang membuat saya tahu ada organisasi Miracle. Mereka mafia, kan? Orang-orang jahat?”
Kenanga mengangguk membenarkan, “Tidak kusangka akan bertemu dengan mereka lagi setelah tiga tahun tidak terjadi apa-apa.” Komentarnya.
“Ada apa dengan tiga tahu lalu?” tanya Alfin penasaran.
Kenanga menoleh, “Kau ingat saat kita bertemu di hotel?” Alfin mengangguk. “Saat itulah aku sedang mengejar anggota Miracle.”
“Tapi kenapa mereka datang kesini?”
“Entahlah. Tidak ada yang tahu dimana markas mereka dan siapa anggota-angggotanya.” Desis Kenanga.
“Berarti Letnan juga tidak tahu.”
Kenanga menganguk lalu dia mendadak menatap Alfin, “Tapi kenapa kita sudah bicara panjang lebar sedangkan kita tidak pernah saling berkenalan?”
Alfin terkesiap, “Hah?”
Kenanga melipat kedua tangannya di depan dada, lalu menatap Alfin dengan datar. “Saya tidak mengenalmu bahkan setelah kejadian tiga tahun itu. Tapi kenapa kau bicara dengan santai?”
Alfin menggelengkan kepalanya, “Saya tidak bicara santai.” Sanggahnya.
“Aku tidak bodoh. Kenapa kau menyebutku letnan dan bersikap sok akrab?”
Alfin seketika terdiam, dia terkejut atas tuduhan Kenanga padanya.
“Saya tidak bersikap sok akrab. Dan panggilan Letnan, bukankah karena kamu memang seorang letnan? Atau haruskah saya panggil Ibu Tentara saja kalau kau tidak suka?”
Kenanga melotot, dia seketika menoleh ke arah lain. “Lupakan saja.” Tukasnya sambil mengibaskan tangan.
Alfin menganggukan kepalanya.
“Tapi bubuk apa ini?” celetuk Alfin sedang melihat-lihat isi rak penyimpanan yang berada di dekatnya.
Kenanga mengikuti arah pandang Alfin, dia menelisiknya bubuk itu yang berada di dalam kotak kaca tembus pandang.
“Heroin?” gumam Kenanga tak yakin.
Alfin membelalakan matanya, “Heroin? Maksud Anda ini narkoba?” serunya.
“Saya tidak yakin. Tapi mengingat ruangan ini sangat mencuigakan dengan banyak darah yang mengering di lantainya, bisa jadi ini bukan sekedar bubuk biasa. Saya harus membawa sedikit untuk sampelnya.” Ucap Kenanga. Dia buru-buru memasukkan sedikit bubuk ke dalam kantung plastik hampa udara yang selalu sedia di sakunya. Setelah itu dia juga memotret bubuk itu.
Selagi Kenanga sibuk berkutat dengan urusannya, Alfin kembali melihat-lihat ruangan itu. Dia berjinjit agar tidak mengenai darah yang mengering di lantai itu. Dia lalu menuju sebuah lemari kayu yang berada di sudut tempatnya berdiri sekarang. Dan begitu dibuka...
“AAA!”
Kenanga menoleh kala terdengar teriakan dari Alfin. Dia bergegas mendekati Alfin yang terduduk ketakutan.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Kenanga panik.
Alfin tak menjawab. Matanya melotot ngeri dengan tangan yang menunjuk-nunjuk isi lemari. Kenanga mengikuti arah telunjuk Alfin dan seketika termundur ke belakang. Dia terkejut dengan apa yang dilihatnya.
Isi lemari yang dibuka Alfin adalah isi paling menyeramkan yang pernah Kenanga lihat. Di lemari itu ada tiga tingkat. Di tingkat terbawah, deretan toples kaca transparan yang isinya berupa cairan berwarna merah pekat yang Kenanga yakini adalah darah. Di tingkatan kedua, deretan anggota tubuh manusia dimulai dari gigi, lidah bahkan bola mata berjajar rapi dengan dimasukman ke dalam kotak kaca kecil. Dan di tingkatan atas, yang paling membuat Kenanga dan Alfin ngeri adalah adanya beberapa kepala manusia yang dipajang rapi disana. Total ada lima kepala, dua diantaranya adalah perempuan dan sisanya laki-laki. Hanya ada kepala saja, dan fitur wajahnya masih ada kecuali bola matanya yang hilang.
“Apa-apaan ini?” seru Kenanga ngeri. Dia menoleh ke sampingnya, ada Alfin yang menutup matanya dengan tangan gemetaran.
Karena takut Alfin akan trauma, Kenanga segera menutup lemari itu. Setelah itu menyentuh bahu Alfin pelan.
“Buka matamu.” Titahnya. Alfin menggeleng keras, dia terlalu takut ketika dia membuka mata, kepala-kepala itu jadi objek pertama yang dilihatnya.
Kenanga berdecak pelan, “Bukalah. Saya sudah menutup lemarinya.” Ucapnya.
Mendengarnya Alfin mulai membuka matanya perlahan-lahan. Pandangannya dari samar-samar hingga lebih jelas, Alih-alih melihat potongan kepala, didepannya ada Kenanga yang menatapnya. Alfin seketika menghembuskan nafas lega.
“Kenapa bisa ada potongan tubuh disana? Ini pabrik mainan atau tempat eksekusi?” desah Alfin masih ngeri.
Kenanga juga berfikir demikian. Sudah dia duga, ada rahasia dibalik pabrik ini. Dan perilaku zombie para warga itu serta hilangnya para polisi dan agent, pasti memiliki hubungan.
“Letnan tidak akan memotretnya?” tanya Alfin sudah pulih dari ketakutannya.
Kenanga baru sadar. Dia lekas mengambil ponselnya tapi sebelum dia memotret, dia menoleh pada Alfin.
“Saya harus membuka lemarinya lagi. Kau tutup mata dulu.” ucapnya.
Alfin dengan senang hati menurutinya. Lelaki itu langsung memejamkan kedua matanya bahkan kedua tangannya juga turut menutupi matanya. Dia amat ketakutan karena baru pertama kali melihat hal seperti itu.
Meski dia seorang dokter yang setiap hari melihat organ manusia. Tapi dia juga manusia yang akan merasa ngeri ketika dia harus melihat potongan kepala yang dipajang bagai aksesoris itu.
Setelah memastikan Alfin sudah menutup matanya, Kenanga kembali membuka lemari itu. Dia berusaha menahan rasa mual dan ngeri melihat isi lemari. Perempuan itu langsung memotret beberapa kali dan setelah selesai, dia buru-buru menutupnya. Kenanga ?menutup mulutnya karena mual yang hampir tak tertahankan.
“Hei, buka matamu.” Titahnya pada Alfin.
Alfin langsung membuka matanya. Dia lalu menatap Kenanga yang terdiam.
“Apa penyelidikan Anda sudah selesai?” tanyanya.
“Kenapa?”
Alfin menyengir tipis, “Saya ingin segera keluar.”
Kenanga menganggukan kepalanya, “Ayo kita pergi.” Ajaknya. Kenanga keluar lebih dulu disusul Alfin.
Kenanga dan Alfin berjalan menuju pintu keluar. Kenanga dengan tenang berjalan di depan sementara Alfin mengekor di belakang. Hingga Kenanga menghentikan langkahnya tiba-tiba.
“Ada apa?”
“Shut.” Telunjuk Kenanga berada di depan bibirnya menyuruh Alfin agar diam. Kenanga mengintip dari balik dinding. Alfin yang penasaran ikut mengintip.
Ada tiga orang asing yang sedang berbincang di ruang produksi utama. Yang Kenanga kenali sebagai Arman, Nurman dan Mila.
“Siapa mereka?” tanya Alfin sambil berbisik.
“Mereka orang-orang desa.” Jawab Kenanga pelan.
Lalu ketiga orang itu mulai membicarakan sesuatu. Kenanga dan Alfin mendengarkannya dengan seksama.
“Ketua bilang, tim yang mengaku sebagai kelompok pemecah misteri itu sebenarnya adalah TNI yang menyamar. Mereka kesini untuk mencari tahu soal insiden itu.” celetuk Nurman.
“Sudah kuduga, mereka pasti bukan orang sembarangan. Aku sudah mencurigainya lebih awal. Dasar keparat sialan. Mereka pasti ingin bernasib sama seperti rekan-rekannya.” Balas Mila kesal.
“Kita harus bagaimana?” tanya Arman.
“Tenang saja, semua warga desa sangat memercayai kita. Mereka tidak akan mungkin buka mulut untuk orang asing. Aku bahkan sudah memerintahkan agar makanan mereka diracuni.” Jawab Nurman santai.
Kenanga dan Alfin terkejut.
“Tapi bagaimana dengan perempuan itu? dia kelihatan tidak bisa ditipu.” Sela Mila.
“Dia hanya perempuan, untuk apa merisaukannya? Cukup cekoki mereka dengan flakka dan buat mereka bunuh diri, urusannya selesai.” Balas Nurman santai.
“Tapi bagaimana kalau ada yang masuk ke pabrik ini? kau tadi lihat, pintu samping terbuka.” Ujar Arman risau.
“Aku tahu. Ketua sudah mengatakannya padaku bahwa akan ada yang masuk ke dalam pabrik. Tapi pabrik ini sangat luas. Mereka mana mungkin bisa menemukan ruangan rahasia kita?”
“Tapi bagaimana kalau mereka menemukannya?”
“Kalaupun iya, mereka pasti akan sangat ketakutan hingga pingsan. Dan pasti mereka tidak akan bisa keluar dari pabrik ini karena rasa ngeri. Seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya.”
Kenanga mengepalkan tangannya mendengar percakapan ketiga orang ini. Terutama Nurman, yang amat percaya diri. Sudah dia duga, bahwa ketiga orang ini tidak sebaik dan sepolos kelihatannya. Mereka lah otak dibalik ruangan rahasia mengerikan itu.
Lalu ketiga orang itu tiba-tiba saja pergi. Dan Kenanga menggunakan kesempatan itu untuk keluar. Dia dan Alfin akhirnya berhasil keluar dari pabrik.
Mereka berjalan dengan sejuta keterdiaman menuju penginapan. Satya mengabari bahwa Riko sudah dibawa ke penginapan. Jadi mereka tidak perlu datang ke klinik.
Kedatangan mereka disambut oleh tatapan semua orang.
“Kalian darimana saja?” celetuk Panji.
“Dari menyelidiki.” Jawab Kenanga singkat, “Bagaimana keadaannya?” tanyanya menunjuk Riko dengan tatapannya. Saat ini Riko sedang tertidur akibat obat.
“Dia baik-baik saja. Dokter bilang hanya keracunan ringan. Sepertinya dia salah makan atau ada yang alergi. Tidak ada yang perlu dicemaskan.” Jawab Angga.
“Salah,” tukas Kenanga.
“Hah? Apa maksudmu?” tanya Dani.
Kenanga menatap Riko dalam-dalam, “Jangan mempercayai siapapun yang ada di desa ini. Mereka sengaja mencelakainya.”
Semua orang terkejut kecuali Alfin yang sudah tahu. Raut mereka menunjukkan rasa penasaran.
"Apa maksud Anda?" tanya Dani.
Kenanga terdiam sebentar, "Saya hanya berasumsi. Mereka terlihat tidak ramah. Dan sangat konyol kalau Riko keracunan makanan setelah makan di salah satu warung. Seharusnya bukan hanya dia kan." jelas Kenanga. Mereka menganggukan kepalanya membenarkan penjelasan Kenanga yang terdengar masuk akal.
"Jadi apa hasil penyelidikanmu?"sela Baags.
“Ketua bilang, tim yang mengaku sebagai kelompok pemecah misteri itu sebenarnya adalah TNI yang menyamar. Mereka kesini untuk mencari tahu soal insiden itu.”
Kenanga teringat dengan perkataan Nurman. Dia merasa ada sesuatu yang janggal. Jadi Kenanga memilih untuk tak mengatakannya dulu.
“Tidak ada yang berarti. Selain pabrik yang sudah lama didirikan.” Bohongnya. Alfin menatap Kenanga terkejut.
Kenapa Letnan Kenanga tidak mengatakannya dengan jujur? Fikirnya.
Bagas mengangguk mengerti, “Terimakasih atas kerja kerasnya. Kita lanjutkan penyelidikan nanti malam saja. Sekarang sudah sore. Dan Satya.” Satya menoleh begitu namnaya dipanggil.
“Tolong rahasiakan keterlibatan kalian dalam misi ini. Dan berliburlah yang nyaman, jangan pedulikan kami.” Ucap Bagas.
Satya mengangguk, “Baik Kapten.”
Karena sudah sore, Satya dan Alfin memutuskan untuk kembali ke penginapan mereka. Mereka juga sudah lelah. Apalagi Alfin yang sudah mengalami banyak kejadian yang paling mengerikan dalam hidupnya.
“Alfin.” panggil Kenanga begitu mereka hendak masuk ke dalam rumah.
Alfin dan Satya berbalik. Ada Kenanga yang berdiri di bawah tangga.
“Ada yang ingin saya bicarakan denganmu.” Ucap Kenanga.
Satya mengerti bahwa mereka ingin berbicara berdua, “Kalau begitu, aku masuk dulu. Mari Letnan.” Pamit Satya masuk duluan ke dalam rumah.
Sepeninggal Satya, Alfin langsung mengikuti Kenanga menjauh dari penginapan. Mereka duduk di gazebo tak jauh dari sana.
“Ada apa, Letnan?” tanya Alfin.
“Soal kejadian tadi, saya merahasiakannya dari yang lainnya karena punya alasannya. Seperti yang sudah kamu dengar, bahwa mereka sudah diberitahu soal identitas kami dan misi kami oleh seseorang yang dipanggil ketua. Saya curiga ada pengkhianat di dalam satuan kami.” Ucap Kenanga.
Alfin mengangguk mengerti, “Begitu. Saya juga curiga. Rasanya seperti desa ini menerima kita sekaligus ingin mengusir kita. Selagi berjalan-jalan, tatapan para warga terlihat ramah juga menakutkan.”
“Ada yang ingin kutanyakan padamu.” Ucap Kenanga serius. Alfin mendengarkannya dengan seksama.
“Kau bilang Miracle mencuri kebahagiaanmu tiga tahun silam, apa maksudnya?”
“Kenapa Letnan penasaran?” tanya balik Alfin.
“Hanya ingin tahu saja. Kalau kau tidak ingin menceritakannya, ya sudah.” Ucap Kenanga datar.
“Tiga tahun lalu, setelah saya bertemu dengan Anda tanpa sengaja di Bali, sebenarnya setelah itu saya ke Spanyol.” Cerita Alfin. kenanga mendengarkannya dengan fokus.
“Saya ingin mengunjungi kekasih saya yang sedang melanjutkan studi disana. Tapi begitu saya kesana, ada ambulans dan mobil polisi terparkir di depan gedung flatnya. Disana sangat ramai, bahkan para tetangga pun keluar dari rumah dan mengerumuni tempat itu. Saat saya bertanya, katanya ada yang meninggal dunia.” Alfin berkata dengan nada penuh kesedihan.
“Kekasihmu?” tebak Kenanga tepat sasaran. Alfin mengangguk pelan.
“Dia bunuh diri katanya.” Jawab Alfin, “Tapi saya tidak percaya. Hingga saya menemukan sebuah simbol lingkaran dengan busur ditengahnya di belakang lehernya. Satya bilang itu simbol Miracle.”
Kenanga terdiam. Dia tiba-tiba kefikiran soal berita yang pernah dibacanya tiga tahun silam saat Panji menghampirinya.
“Jadi mahasiswi asal Indonesia yang meninggal karena menenggak racun itu adalah kekasihmu?”
Alfin menganggukan kepalanya.
Kini sudah jelas, alasan kenapa Alfin bisa tahu soal Miracle.
“Tapi kenapa Anda bertanya soal Miracle?” tanya Alfin.
“Karena saya juga sedang menyelidikinya.” Jelas Kenanga.
"Izinkan saya ikut serta." celetuk Alfin.
Kenanga mengerutkan keningnya, "Apa?"
"Saya tahu bahwa kematian kekasih saya bukanlah kecelakaan karena bunuh diri. Kematiannya pasti ada hubungannya dengan Miracle. Saya yakin itu." ucap Alfin bersungguh-sungguh.
"Lalu?"
"Saya ingin membuktikannya. Saya ingin menemukan pelaku sesungguhnya."
Kenanga mengangkat satu alisnya dan menatap Alfin dengan datar, "Kau membuktikan hipotesa hanya dari spekulasi? Kau mabuk?"
Alfin menggeleng, "Saya bicara seperti ini karena saya memiliki buktinya. Saya menemukan diari milik kekasih saya, dan di salah satu tulisannya, dia bilang dia takut, dia dikejar oleh seseorang."
"Lalu?"
"Lalu saya yakin, yang dia maksud adalah Miracle." tandas Alfin.
"Kau yakin itu ulah Miracle?" tanya Kenanga sangsi.
Alfin mengangguk mantap, "100% saya yakin!"
Kenanga hanya mengangguk kecil sebagai tanggapannya.
"Letnan, tolong bantu saya. Saya sudah mencari-cari selama tiga tahun ini dan saya tidak menemukan bukti apapun. Saya bahkan sudah mengubek-ubek semua tempat di Spanyol. Tapi nihil." ucap Alfin penuh keputusasaan.
"Aku menolaknya." cetus Kenanga.
"Apa?" seru Alfin terkejut.
"Terlalu berbahaya bagi seorang sipil mencampuri urusan Abdi Negara. Terlebih soal geng mafia itu. Karena jangankan kamu, saya yang lebih berpengalaman dan tentunya profesional tidak menemukan petunjuk apapun. Jadi itu mustahil." jelas Kenanga acuh.
"Tapi letnan, saya yakin kalau kita mencari cara, kita pasti bisa menemukan celahnya. Miracle tidak selamanya tak akan terdeteksi." ucap Alfin mencoba meyakinkan.
Kenang tersenyum sinis, "Permisi, tuan. Kita ibaratkan Miracle adalah jarum yang tersembunyi di tumpukan jerami, apa kau bisa menemukannya?"
"Tentu saja. Hanya perlu sedikit waktu dan kesabaran lagi." jawab Alfin cepat.
"Kalau begitu, anggap kau sudah menemukannya. Lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"
Alfin terdiam. Dia baru sadar bahwa dia tak punya jawaban atas pertanyaan Kenanga barusan.
Kenanga tersenyum kecil kala melihat raut Alfin yang kebingungan.
"Lupakan soal tiga tahun yang lalu, lupakan soal Miracle dan lupakan soal masa lalu." ucap Kenanga bangkit berdiri.
Kenanga hendak pergi tapi ucapan Alfin membuatnya mengurungkan niatnya.
"Lalu apa yang akan tersisa dari Anda ketika Miracle mengambil semua hal yang berharga di hidup Anda? Anda hanya akan terdiam? Bagaimana rasanya kalau negara yang Anda lindungi mati-matian dihancurkan oleh mereka?"
Kenanga berbalik menghadap Alfin yang menatapnya lurus-lurus. "Tidak ada yang bisa mereka ambil dariku. Aku tidak punya hal berharga apapun." ucap Kenanga datar.
"Keluargamu? Sahabatmu? Rekan-rekanmu, kau yakin mampu menerima kehilangan mereka?" tanya Alfin lagi.
"Maaf, saya bukan orang yang tidak akan bisa berdiri setelah diberi ujian."
"Kau yakin baik-baik saja?"
"Saya mungkin akan menangis sebentar tapi setelah itu saya harus bangkit lagi. Hidup itu sulit. Ada banyak kehilangan di dunia ini. Dan akan ada banyak yang kau dapatkan setelah kehilangan-kehilangan itu."
"Cukup main-mainnya. Istirahatlah lebih awal." lanjut Kenanga. Perempuan itu kembali berbalik arah hendak pergi.
"Anda bohong." Lagi-lagi Kenanga menghentikan langkahnya kala suara Alfin terdengar lagi. Tapi kenanga tak berbalik seperti tadi.
"Siapa manusia yang tidak bisa lepas dari masa lalu? Kita punya jutaan sel otak yang mengingat setiap kenangan dari masa lalu. Siapa yang bisa pulih dari luka secepat itu? Dan siapa yang rela diam dan menganggap semuanya baik-baik saja padahal ada bagian dari hidup kita yang telah hilang?"
Alfin menatap lurus-lurus pada Kenanga yang tak mau membalikkan badan menghadapnya.
"Anda juga pasti memiliki luka masa lalu. Luka dari sebuah ketidakadilan yang terjadi pada Anda. Dan kalau sungguh Anda bisa mengabaikannya, maka saya akan memberi Anda jempol sebagai robot manusia yang tak bisa patah hati."
Kenanga mengatupkan mulutnya. Tak tahan, dia lalu menatap Alfin dengan tatapan paling dingin yang pernah dia perlihatkan.
"Kamu benar, saya adalah robot paling jenius dalam mengabaikan luka hati." desis Kenanga.
"Karena bagi saya, masa lalu adalah sampah." tekan Kenanga. Setelah itu dia pergi begitu saja tanpa menoleh kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
꧁༺Clemira_Ayumna༻꧂
kpn cinloknya y Alfin m Kenanga
hehehe gk sabar nunggu part bucin mereka
2021-07-24
0
zae
next kak
2021-07-24
0