Malamnya, para anggota kembali berkumpul. Di depan mereka, seperangkat komputer canggih berdiri tegak di meja. Wajah mereka sama-sama tegang.
Tak ada yang bersuara sedikitpun. Semuanya saling terdiam. Dan Riko fokus menatap jam tangannya.
"Tiga, dua, satu." Riko menghitung mundur waktu, "Sekarang." tandasnya.
Dani langsung bergerak cepat. Jemarinya langsung menari di atas keyboard. Panji pun langsung bangkit, berdiri di depan jendela yang terhampar pemandangan malam desa. Sedangkan yang lainnya fokus memerhatikan Dani dan komputernya.
Begitu Dani menekan tombol Enter, lampu tiba-tiba saja mati. Panji yang bersiaga di depan jendela langsung menyaksikan pemandangan gemerlap desa menjadi gulita tiba-tiba. Panji pun mengangkat satu jempolnya pertanda misi berhasil. Dia kembali ke meja.
"Kita laksanakan rencana selanjutnya besok." pungkas Bagas.
Semua anggota mengangguk.
***
Tim Rajawali kini dibagi dalam tiga kelompok. Angga dan Dani tetap di penginapan untuk memonitor penyelidikan rekan-rekan mereka. Sedangkan Panji dan Riko, berkeliling di sekitaran desa, mencari tahu seperti apa kegiatan para warga. Dan dua lainnya, Kenanga dan Bagas diam-diam menempelkan banyak kamera kecil di setiap sudut desa sambil berjalan-jalan. Gaya penyamaran mereka kali ini diubah lebih santai dan kasual khas mahasiswa. Mereka harus terlihat ramah dan tak mencurigakan.
Kenanga dan Bagas berjalan mengelilingi desa. Ketika melihat tiang di setiap sudut belokan, Kenanga akan menempelkan kamera seperti CCTV tapi dalam bentuk mini dengan Bagas yang mengalihkan perhatian. Caranya adalah dengan berpura-pura sebagai petugas PLN yang sedang memperbaiki listrik. Rencana mereka tadi malam berhasil. Mereka sengaja mematikan aliran listrik agar para warga akan menghubungi petugas PLN dan meminta memperbaikinya. Tentu saja mereka akan datang keesokan harinya, itu sebabnya mereka mematikan lampunya di tengah malam.
Dan pekerjaan mereka selesai dalam waktu satu jam. Total lima kamera telah terpasang di setiap sudut.
"Saya akan mulai mensettingnya, kapten." ucap Dani melalui earphice.
Dani adalah anggota paling jago soal IT dan kawan-kawannya. Dia mengerti teknologi dan sangat pandai dalam hal meng-hack. Itu sebabnya dia anggota yang paling diberi tanggung jawab soal IT dalam tim. Tapi bukan berarti anggota yang lainnya tidak jago. Ada alasan kuat kenapa mereka semua dimasukkan ke dalam grup 3. Salah satunya kecakapan dalam hal teknologi dan inteligensi. Tapi memang Dani yang paling jago soal komputer dan IT.
Di penginapan, Dani mulai menyetting kamera-kamera yang sudah dipasangkan diam-diam oleh ketua dan wakil ketua tim. Angga sebagai support membantunya. Dan lima belas menit kemudian, lima gambar muncul di laptop canggih Dani.
"Kamera sudah termonitor, kapt." beritahu Angga.
Kenanga dan Bagas menganggukan kepalanya. Mereka pun mulai membereskan peralatan dengan tenang seperti tak terjadi apapun. Hingga seorang warga datang menghampiri mereka.
"Kalian sedang apa?" tegurnya.
Kenanga dan Bagas terkejut. Tapi wajah mereka seketika kembali tenang. Bagas pun mulai menjawab pertanyaan dengan logat Sunda yang kental.
"Kami teh baru selesai ngebenerin listrik pak. Katanya teh konslet kemarin." jelas Bagas dengan nada ramah.
Bapak-bapak itu mengangguk membenarkan, "Iya kemarin mati lampu. Saya kira teh kalian datangnya kemarin." ucapnya dengan nada cukup kesal.
"Maaf pak, kemarin teh lagi sibuk-sibuknya." balas Bagas pura-pura merasa tidak enak.
"Lain kali datangnya cepat ya. Jangan nunggu paginya. Masa dari tengah malam sampai pagi, listriknya mati. Para warga kesusahan ini." omelnya.
"Maaf ya pak. Soalnya tidak ada yang berjaga pas kemarin malam nya. Jadi weh gak ada yang langsung gerak cepat." ujar Bagas sambil mengusap tengkuknya.
"Ya sudahlah, penting sudah beres. Terima kasih ya." ucap bapak itu meski berterima kasih, wajahnya tetap menunjukkan kekesalan dan ketidakramahan.
"Sama-sama pak. Kalau gitu kami permisi."pamit Bagas dan Kenanga.
"Iya, hati-hati di jalan." ucap bapak itu.
Kenanga dan Bagas kemudian langsung pergi setelah bertukar senyum terakhir dengan bapak-bapak itu. Mereka diam-diam masuk ke dalam mobil tanpa ketahuan.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Bagas masih di dalam mobil.
"Beliau sangat kesal karena listrik mati. Seakan-akan bahwa mereka tidak bisa hidup tanpa listrik sedetikpun. Tapi keseluruhan mereka baik-baik saja." jawab Kenanga.
Bagas setuju. Para warga nampak baik-baik saja terlepas kekesalan atas listrik yang putus. Sepanjang mereka memperhatikan, tak ada hal yang aneh. Mereka berinteraksi dan berkegiatan seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada perilaku seperti zombie yang merusak.
"Sekarang kita kemana?" tanya Bagas.
"Kita harus berkeliling desa. Tapi sebelum itu ubah dulu penampilan kita seperti biasa saat bertemu dengan ketiga orang tadi." jawab Kenanga. Pasalnya saat menyamar jadi petugas PLN tadi, Kenanga dan Bagas memang menyamarkan penampilan mereka dengan memakai topi, kumis hingga wig. Bahkan Kenanga berubah penampilan menjadi laki-laki agar tidak dicurigai sebagai petugas PLN.
Kenanga dan Bagas pun bergantian berganti baju. Di mobil ada sekat khusus di jok paling belakang. Mobil yang sudah di-setting sedemikian rupa itu memiliki ruang sedikit luas di bagian belakang untuk para anggota berganti-ganti penyamaran. Disana banyak peralatan dan aksesoris yang berguna untuk menunjang penyamaran mereka.
Setelah selesai berganti baju, Kenanga daj Bagas keluar dari mobil dengan diam-diam. Mereka tidak perlu khawatir ada warga yang memergoki karena letaknya di tempat cukup sepi. Kenanga dan Bagas pun pergi melanjutkan penyelidikan mereka.
Tak lama, siluet seseorang dengan pakaian serba hitam datang menghampiri mobil. Angga masuk ke dalam mobil dan mulai menjalankan mobil meninggalkan lokasi.
***
Di sisi lain, Riko dan Panji sedang berjalan-jalan mengelilingi desa. Mereka bergaya layaknya mahasiswa yang sangat ceria dan penasaran akan banyak hal. Mereka masuk ke dalam pasar.
Banyak para warga desa sedang berbelanja bahan makanan. Mereka menjual dan membeli seperti biasa. Perbincangan akrab antara penjual dan pembeli juga terdengar riuh disana sini. Seperti khas pasar tradisional pada umumnya.
"Tidak ada hal yang mencurigakan." bisik Riko pada Panji yang berjalan disampingnya
"Kita jangan hanya melihat permukaannya saja. Ingat, mereka adalah para zombie." bisik balik Panji.
"Tapi kelakuan mereka tidak mencerminkan ada penyimpangan kepribadian." tukas Riko bingung.
Akhirnya, Riko dan Panji memutuskan untuk makan di salah satu warteg. Mereka dilayani dengan baik dan langsung makan dengan lahap.
"Wah, makanannya enak sekali." puji Riko takjub.
"Iya, belum pernah aku makan makanan seenak ini." timpal Panji.
Mereka terus makan dengan lahap sampai tak menyisakan nasi sedikitpun. Setelah membayar, mereka kembali berkeliling dengan perut penuh.
"Gara-gara makan enak, aku sampai lupa dengan tugas kita." komentar Panji sambil mengusap perutnya yang kekenyangan.
"Aku setuju, rasanya sangat en--" Belum selesai Riko berbicara, dia tiba-tiba memegang perutnya.
"Ashh aw shh." ringis Riko nampak kesakitan.
"Ada apa?" tanya Panji cemas tatkala Riko tiba-tiba saja berhenti melangkah dan memegang perutnya kesakitan.
"Perutku sakit sekali." keluh Riko.
"Kau ingin buang air besar?" tanya Panji.
"Entahlah, tapi rasanya sakit sekali." jawab Riko dengan wajah memucat. Keringat dingin tiba-tiba mengaliri wajah rekannya.
"Kalau begitu kita ke penginapan saja." tandas Panji.
Riko mengangguk. Panji segera memapah Riko menuju penginapan. Tapi baru saja sampai di beranda penginapan, Riko tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri.
***
Disisi lain, Kenanga dan Bagas masih berkeliling desa setelah berganti pakaian. Tujuan mereka adalah menuju ke pabrik mainan yang bangunannya tak jauh dari alun-alun.
"Ini adalah pabrik yang sudah didirikan sejak tahun 2004. Salah satu produsen mainan yang terkenal hingga ke mancanegara." jelas Bagas.
"Bangunannya serba biru. Menarik." komentar Kenanga terus memerhatikan bangunan di hadapannya itu.
"Bagaimana kalau kita masuk kesana?" ajak Bagas.
"Bagaimana caranya?" tanya Kenanga.
"Ada pintu kecil di paling barat dari bangunan ini. Itu khusus staf tapi saat ini pabrik sedang tutup jadi kita bisa menyelinap." jawab Bagas sambil menunjuk pintu kecil yang tadi dikatakannya.
Kenanga mengangguk setuju, "Ayo." ajaknya
"Ayo."
Bagas dan Kenanga berjalan mengendap-endap menuju pintu itu. Mereka berusaha membuka pintu dengan paksa. Akhirnya mereka berhasil masuk ke dalam pabrik. Begitu masuk, mereka langsung dihadapkan banyak lorong kecil dengan suasana suram.
Kenanga dan Bagas terus berjalan menelusuri satu lorong. Hingga mereka sampai di sebuah tempat produksi yang luas. Deretan mesin-mesin besar berjajar rapi. Dus-dus berisi mainan produksi di pabrik ini tertata di rak-rak penyimpanan.
"Sekarang aku mengerti kenapa bapak itu marah-marah karena kita tidak segera memperbaiki listrik, ternyata karena ini. Mereka butuh listrik untuk menggerakan mesin-mesin itu." ucap Kenanga.
"Selain pariwisata, penghasilan warga juga bergantung pada pabrik ini. Pabrik ini terus beroperasi setiap hari, dan sedetik saja terhambat, kerugiannya pasti besar." timpal Bagas.
"Tidak kusangka, di desa yang hutannya masih cukup rimbun, ada pabrik tekstil yang berdiri sudah belasan tahun." komentar Kenanga dengan sudut bibir tersungging.
"Kita harus melihat-lihat pabrik ini." lanjutnya.
"Kenapa?" tanya Bagas.
Kenanga menoleh bingung, "Tentu saja untuk menyelidikinya." jawabnya.
"Ini hanya pabrik, apa ada hubungannya dengan kasus kita?"
"Justru itu yang harus kita cari tahu. Bisa saja kan, labelnya sebagai pabrik mainan hanyalah topeng belaka."
Bagas terdiam.
"Kenapa? Kapten tak setuju?" tanya Kenanga menatap Bagas.
Bagas nampak cukup tersentak, dia lalu segera menggeleng, "Tidak. Tentu aku setuju. Seperti katamu, bisa saja ini hanyalah topeng belaka. Kita harus melihat-lihat sebentar." ujar Bagas.
Kenanga mengangguk-anggukan kepalanya, "Kalau begitu, ayo." ajaknya.
Bagas mengangguk. Dia mengikuti Kenanga dengan ekspresi tak biasa.
Kenanga dan Bagas berjalan menuju lorong-lorong lain. Hingga mereka sampai di gudang. Deretan rak berisi mainan terjajar penuh.
Kenanga mengambil satu mainan dari rak penyimpanan, "Ini boneka Nana. Aku ingat pernah memilikinya begitu boneka ini booming."
"Tidak disangka, Letnan punya kenangan seperti itu." komentar Bagas dengan senyum kecil.
"Anda fikir saya tidak cukup feminim hingga tidak pantas punya boneka?" seru Kenanga kesal.
Bagas terkekeh kecil, "Saya tidak berani mengiyakannya."
Kenanga memukul pelan tangan Bagas kesal.
Drrt
Ponsel Bagas tiba-tiba bergetar. Dia langsung mengambil ponselnya di saku dan langsung melihat panggilan dari Panji.
"Halo." sapa Bagas.
"...."
"Apa?" seru Bagas terkejut. Dia beradu pandang dengan Kenanga.
"Saya kesana sekarang." tandas Bagas.
Begitu panggilan terputus, Kenanga langsung menanyakan apa yang terjadi.
"Riko keracunan makanan. Dia sekarang sedang dibawa ke klinik terdekat." jawab Bagas.
Kenanga terkejut mendengarnya, "Apa?"
"Kita harus segera kesana." putus Bagas. Kenanga mengangguk. Bagas lebih dulu berlari pergi.
Tapi ketika Kenanga hendak menyusul, tali sepatunya lepas. Kenanga pun terpaksa menalikannya dulu kalau dia tidak ingin tersandung. Sedangkan Bagas sudah tidak kelihatan. Lelaki itu sudah pergi jauh.
Tuk tuk
Kenanga terkesiap kala mendengar suara ketukan sepatu mendekat ke tempatnya.
Tuk tuk
Kenanga harus sembunyi. Dia tidak punya waktu untuk melarikan diri. Perempuan itu lalu melihat pintu lain, cukup tersembunyi diantara rak-rak bahan.
Kenanga tak punya pilihan lain. Dia segera menyelesaikan tali sepatunya dan setelah itu langsung masuk ke pintu kecil itu. Suasananya yang gelap membuat Kenanga tak tahu ruangan apa itu.
Ceklek
Kenanga mendongak dengan wajah pias kala suara pintu gudang terbuka. Dia berusaha diam tidak menimbulkan suara. Hanya detak jantungnya saja yang terdengar cepat.
Suara derap langkah itu makin mendekat hingga gagang pintu dimana Kenanga bersembunyi bergerak. Kenanga melotot kesal. Dia hanya bisa mengandalkan keberuntungnnya saat ini. Perempuan itu langsung berdiri di balik pintu.
Ceklek
Bug
Pintu dibuka dan Kenanga langsung menyerang orang yang membuka pintu itu. Dia terus menyerang membabi buta, tanpa peduli siapa yang dia serang.
"Aw! Ampun! Sakit!" seru orang itu kesakitan.
Kenanga berhenti memukuli kala suara itu terdengar tidak asing. Dia langsung menyalakan senter di ponselnya dan mengarahkannya ke wajah orang itu.
Dan betapa terkejutnya kala dia melihat wajah tak asing yang baru saja dia temui beberapa hari lalu.
"Kau?" seru Kenanga tak percaya.
"Iya saya. Alfin!" jawab orang itu sambil meringis kesakitan, yang tak disangka adalah Alfin.
Kenanga terdiam tak percaya. Dia menatap Alfin yang masih meringis akibat pukulannya.
Tapi tunggu, ini adalah yang ketiga kalinya. Dan pertemuan ketiga bukan takdir, kan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Suci Waty
tegaaanngg..trnyata Alfin...
aku padamu thor...
lanjut thorrr...
tetap semangat thor..💪💪💪
2021-07-21
0
fitriaqfi
udah tegang banget tadinya, eh ternyata alfin yg nongol.dan naas nya alfin harus jd org salah target dan celaka lg🤦🏻♀️😂🤭
yang sabar ya alfin...
next..
2021-07-21
0