Beberapa hari kemudian, berita mengenai kecelakaan Ahmad itu hilang bagai ditiup angin. Berita tentang selebriti yang terkena skandal narkoba malah menjadi trending topic. Seperti sudah diatur dan direncanakan sebelumnya.
Kenanga sedang dalam perjalanan menuju rumah Om dan Tantenya. Meilani memintanya untuk datang makan malam bersama. Dan Kenanga menyetujuinya karena tidak ada makanan apapun di markas. Jadi daripada dia mati kelaparan lebih baik datang ke rumah tante dan omnya.
Setelah sampai, Kenanga langsung memarkirkan mobilnya di carport dan masuk ke dalam rumah. Dia langsung menuju ruang makan. Terlihat om dan tantenya sudah duduk menunggunya di meja makan.
“Malam.” Sapa Kenanga langsung duduk di samping Meilani.
“Malam, anak jomblo. Bertemu lelaki tampan di jalan tidak?” balas Meilani.
“Banyak.” Sahut Kenanga singkat.
“Serius? kenapa kamu tidak bawa satu?” seru Meilani.
“Suami orang soalnya.” Tandas Kenanga acuh.
Meilani berdecak, “Pilih yang single dan non gandengan dong. Masa lihat yang masih sendiri, kamu buta?” sungutnya.
Kenanga mendesah pelan, dia menatap Meilani dengan tatapan lelah. “Tanteku, tolong jangan mengajak ribut malam-malam.”
“Tante itu bicara seperti itu supaya kamu cepat punya pacar. Usiamu sudah matang. Dan seharusnya kalau kamu dari dulu sudah menikah, saat ini kamu sudah punya anak dua!”
Kenanga kembali menghembuskan nafas pelan. Inilah resikonya datang ke rumah Akra. Istri omnya itu selalu tak ketinggalan mencercanya dengan topik lelaki. Dikira Kenanga sudah tua makanya tantenya seperti cacing kepanasan. Terus mengingatkannya bolak-balik agar segera dapat pasangan.
“Atau kamu sebenarnya tidak berniat menikah?” tuduh Meilani dengan tatapan menelisik.
“Aku bukannya tidak mau menikah, aku hanya masih ingin sendiri. Aku mana punya waktu memikirkan pernikahan.” Jelas Kenanga.
Meilani membulatkan matanya. Dia menunjuk Kenanga dengan sendok yang dipegangnya. “Kenanga, kamu—“
“Sudah-sudah. Jangan diteruskan lagi. Kita hendak makan malam bukannya berdebat.” Lerai Akra menyadari bahwa raut keponakannya yang mulai lelah akibat istrinya.
“Om Akra memang yang terbaik!” desah Kenanga lega.
Meilani berdecak sebal, “Nanti kita bahas ini lagi.” Pungkasnya menatap Kenanga.
Dan Kenanga hanya bisa mendesah keras.
***
Setelah makan malam, Kenanga langsung naik ke kamarnya. Dia cepat-cepat mengunci pintu kamarnya agar Meilani tidak bisa masuk dan menganggunya lagi. Setelah mengunci pintu, perempuan itu langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang empuk. Dia mendesah pelan. Punggungnya amat pegal karena duduk berjam-jam di depan layar komputer sepanjang hari.
Tok Tok
Kenanga membuka matanya yang sempat terpejam.
“Kenanga buka pintunya! Tante mau bicara.” Panggil Meilani dari luar.
Kenanga mendesah pelan. Dia mengambil bantal dan menutup kepalanya dengan bantal. Berusaha mengabaikan panggilan Meilani.
Tok Tok
“Kenanga, buka dong. Kenapa malah mengunci pintu.”
Kenanga tak menanggapinya. Dia tetap membenamkan diri dan tak berniat sedikitpun untuk berpindah.
“Tante kasih kamu dua pilihan. Kamu akan terlibat kencan buta saat ini juga atau buka pintu!” Meilani kini mengancam Kenanga.
Kenanga menggeram kesal. Dia melemparkan bantal yang menutupi kepalanya setelah itu bangkit berdiri. Dia membuka pintu kamar.
“Sudah puas?” ucap Kenanga datar.
“Puas.” Ucap Meilani tersenyum kemenangan. Dia langsung masuk ke dalam kamar Kenanga sebelum si empu menutup pintunya lagi.
Kenanga menghela nafas dan menutup pintu kamarnya. Setelah itu dia duduk di meja belajarnya dan membuka sebuah buku.
“Jangan pura-pura lagi. Sini tante mau bertanya.” Ucap Meilani.
Kenanga tak menghiraukannya. Dia tetap fokus pada bukunya.
“Apa?” tanyanya tanpa menoleh ke arah Meilani.
“Kamu sudah punya pacar?” tanya Meilani untuk keseribu sekalian kalinya.
Dan Kenanga kembali menghela nafas yang keseribu sekian kalinya dalam sehari. Dia sungguh lelah menghadapi Meilani dan pertanyaannya ini.
“Jawab tante.” tuntut Meilani.
“Punya.”
“Siapa?” tanya Meilani antusias.
“Negaraku.” Tandas Kenanga enteng.
Pletak
"Ah!" ringis Kenanga kala dahinya dijitak oleh Meilani.
"Bicara sembarangan lagi, tante datarkan dahi kamu." ancam Meilani.
Kenanga memutar bola matanya malas.
"Intinya, sebelum usia kamu tiga puluh tahun kamu harus menikah." ucap Meilani kembali serius.
"Masih ada empat tahun lagi. Kenapa tante ribut duluan?" decak Kenanga.
"Sebenarnya tipe yang kamu cari seperti apa hingga kamu tidak menemukannya sama sekali?"
Kenanga terdiam sesaat, "Tipeku? dia mengerti pekerjaanku, tidak masalah bila aku harus meninggalkannya tugas hingga bertahun-tahun, tidak menuntut anak padaku, tidak memintaku menemaninya selama hari libur apapun, berusaha tidak selalu di dekatku dan pura-pura tidak ada." jelas Kenanga panjang lebar.
"Kamu cari suami atau tuyul? Syaratmu tidak masuk akal." tukas Meilani sebal.
"Mau bagaimana lagi. Tuntutan sebagai pasangan abdi negara memang berat." tukas Kenanga acuh.
"Kenanga, kamu harus memiliki target dalam masa depanmu. Tante tahu kamu sangat mencintai pekerjaanmu tapi kamu jangan lupa dengan hakikatmu sebagai perempuan. Meski sayapmu terbang tinggi pada akhirnya kamu akan tetap kembali ke bumi. Tidak selamanya kamu akan menjadi tentara yang terus terjun ke lapangan, mempertaruhkan nyawamu setiap saat. Ada kalanya kamu akan merasa kesepian dan menyesal atas keputusan yang tidak kamu ambil dulu. Jadi untuk mencegah itu, kamu harus bijak dalam mengambil keputusan. Mungkin saat ini kamu merasa pernikahan bukan prioritasmu tapi nanti, begitu kamu tiba di masa tua, kamu akan bahagia dikelilingi anak dan cucumu." jelas Meilani panjang lebar.
Kenanga terdiam mendengar ucapan Meilani. Dia tahu dan mengerti apa yang dibicarakan tantenya. Dia bukannya tak ingin menikah, hanya saja di masa seperti sekarang, membangun rumah tangga amat sulit untuknya. Bagaimana bisa dia mengurus orang lain sedangkan dirinya saja belum bisa mengurus diri sendiri. Dan pemikiran soal harus hidup menua dengan pasangan memang indah bila dibayangkan. Tapi bagaimana kalau itu kebalikannya? Dia tidak ingin bercerai atau meninggalkan keluarganya.
"Kenanga, fikirkan baik-baik perkataan tante." Kenanga menganggukan kepalanya, "Tante akan memberimu waktu tiga tahun. Gunakan itu untuk memikirkan keputusannya. Kalau bisa sebelum usia kamu tiga puluh, kamu sudah menikah." lanjutan ucapan Meilani membuat Kenanga menoleh tak percaya.
"Apa? Tiba-tiba saja?"
"Usia kamu tiga tahun kemudian adalah usia paling kritis yang akan menentukan masa depanmu. Jadi fikirkan baik-baik." Meilani beranjak dari duduknya.
"Kita lihat saja nanti." balas Kenanga malas.
"Atau, bagaimana kalau coba kencan buta dulu? Siapa tahu ada yang membuatmu tertarik?" tawar Meilani.
"Aku yang akan mencarinya sendiri." tegas Kenanga.
Meilani mengangguk, "Ya sudah, ingat jangan asal-asalan hanya karena kamu ditekan harus punya pacar. Pilih yang bibit, bebet, bobot nya bagus." pesan Meilani.
Kenanga mengangguk lelah, "Silakan tuan ratu beristirahat." ucap Kenanga mengusir halus tantenya keluar dari kamarnya.
"Ingat ya, makhluk hidup bukan benda mati." seru Meilani yang masih berdiri di depan pintu.
"Selamat malam, tuan ratu." ucap Kenanga datar.
Brak
Dan pintu ditutup seketika oleh Kenanga tanpa memberi kesempatan Meilani untuk berkoar lagi.
***
Alfin mengurung diri di kamar dengan selimut membungkus seluruh tubuhnya. Dia kehujanan akibat lari sore. Tubuhnya hangat dan kepalanya pening. Energinya terkuras habis. Lelaki itu tumbang begitu saja.
Tok tok
Alan mengetuk pintu kamar adiknya. Karena tak ada sahutan apapun, Alan langsung masuk dan mendapati adiknya tengah terbaring lemah.
"Cuaca akhir-akhir ini sedang tidak menentu. Kenapa kamu malah hujan-hujanan?" ucap Alan duduk di samping Alfin.
"Minum obat dulu." Alan menyerahkan dua butir obat pada Alfin.
Alfin bangun dengan susah payah. Dia menarik ingusnya dulu setelah itu menelan obat yang diberikan Alan. Setelah selesai, dia meminum air hangat yang diangsurkan Alan.
"Untung kamu sadar diri langsung minum obat." ejek Alan menaruh gelas kosong tadi ke atas nakas.
"Kalau aku pingsan dan di infus, siapa nanti yang akan menjagaku." timpal Alfin lemah.
"Tentu saja dirimu sendiri, masa mas?" balas Alan enteng.
Alfin mendelik, "Kusumpahi pernikahan kalian--" Alfin menghentikan ucapannya kala Alan menatap tajam padanya. "Bahagia." tandasnya mengalihkan pandangannya.
Alan tersenyum senang, "Terima kasih atas doanya." ucap Alan menepuk pundak Alfin.
"Mas pulang dulu ya. Kamu tidak masalah sendirian disini?"
Alfin mengangguk, "Aku masih waras untuk tidak terjun dari balkon." ujarnya malas.
Alan menganggukkan kepalanya, "Mas pergi dulu ya. Kasihan Kansha tidak ada yang mengeloni."
Alfin berdecak kesal. Alan lagi-lagi memamerkan hubungannya.
"Enyahlah."usir Alfin kesal.
Alan terkekeh berhasil membuat adiknya kesal. "Mas pergi. Ingat, tidur yang nyenyak."
Alfin mengangguk. "Aku tidak mengantar." Setelah itu Alfin kembali berbaring di kasurnya.
"Mas pergi." pamit Alan.
Melihat Alfin yang sudah menutup matanya akhirnya Alan pulang.
Blam
Sepeninggal Alan, Alfin membuka matanya. Dia mendesah pelan. Lelaki itu menggapai laci nakasnya, mencari sebuah buku diari pink milik Syafira yang dia simpan tadi pagi.
Setelah mendapatkan buku itu, Alfin menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Dia membuka buku diari Syafira dan membaca satu demi satu halaman meski kepalanya tengah pening.
^^^Barcelona, Spanyol 19^^^
Satu tahun kuliahku sudah terlewati! Aku mau mengucapkan terima kasih pada diriku sendiri yang mau disiksa oleh pelajaran teori seni kelas hipnotis Ms. Twirty dan ceramah kehidupan Mr. Robert. Tubuhku, kerja bagus setahun ini!
Tapi kita masih punya satu tahun lagi. Satu tahun dengan cobaan dan siksaan jauh lebih berat. Demi mendapatkan gelar magister, tubuhku, kamu harus kuat!
Oh ya, Alfin baru saja mengirimkan biskuit coklat kesukaanku. Dan gara-gara biskuit itu, energiku terasa habis diisi ulang. Penuh semangat dan harapan baru. Alfin, terima kasih atas kirimannya :)
Alfin menyunggingkan senyumnya begitu selesai membaca tulisan Syafira itu. Lelaki itu pun membaca lebih banyak halaman lagi. Hingga dia tiba di suatu halaman yang membuat dahinya mengerut. Senyumnya luntur seketika.
^^^Barcelona, Spanyol 20^^^
Dia mengikutiku!
Aku tidak bersalah apapun. Tapi kenapa mereka terus mengancam kehidupanku? Hanya karena aku melihat wajahnya?
Dia bukan manusia. Dia sungguh kejam, biadab. Dia iblis sungguhan!
Aku takut. Di setiap malam yang kulalui setelah bertemu dengannya, bagaikan waktu kematian. Aku takut.
Alfin terdiam membaca tulisan Syafira itu. Terasa ada yang aneh. Tulisan Syafira yang biasanya rapi dan cantik, kini terlihat berantakan dan kacau. Belum lagi dengan apa yang dituliskannya. Syafira pasti menulis ini penuh rasa ketakutan. Tapi ada apa?
Dia mengikutiku!
Siapa yang mengikutinya?
Dia bukan manusia. Dia sungguh kejam, biadab. Dia iblis sungguhan!
Siapa yang Syafira maksud?
Aku takut. Di setiap malam yang kulalui setelah bertemu dengannya, bagaikan waktu kematian.
Alfin membeku. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan kematian Syafira?
" Ada yang salah disini. Syafira tidak mungkin bunuh diri begitu saja." gumam Alfin.
Alfin pun membalik lembaran lain. Tapi tulisan itu adalah tulisan terakhir di buku itu. Halaman selanjutnya kosong hingga halaman terakhir.
"Aku harus menyelidikinya. Ada apa dengan Syafira selama ini." tandas Alfin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Suci Waty
semangat..💪💪💪
2021-07-17
0
zae
next kakak
2021-07-16
0