“Ta…tapi apa bang ?” Gintani semakin penasaran melihat diamnya Alex.
“Tapi dia menginginkanmu malam ini, Tan !” jawab Alex.
Gintani terhenyak, dia tidak pernah menyangka semuanya akan secepat ini terjadi. Gintani pikir, akan susah untuk bang Alex mencari seorang lelaki hidung belang yang akan membelinya dengan harga yang cukup tinggi. Meskipun harga itu tidak akan pernah sebanding dengan akibat yang akan ditanggungnya nanti.
Alex menyadari keraguan terpampang nyata di raut wajah Gintani. Sejenak dia menghela napasnya.
“Sebaiknya kamu urungkan niatmu itu, Tan !” pinta Alex. “Kita akan berusaha untuk mencari jalan lain. Bukankah kita masih memiliki waktu sebelum jatuh tempo yang diberikan rentenir itu ?" lanjutnya.
Gintani hanya memejamkan matanya mendengar perkataan Alex. Kata hatinya tengah berdebat antara menerima atau tidak kesepakatan tersebut.
“Pikirkan kembali, Tan !” ujar Alex menepuk bahu Gintani seraya pergi meninggalkannya di kamar itu.
Gintani berdiri dan mendekati jendela kamarnya. Dia menatap lurus ke luar jendela. Mungkin benar kata bang Alex, aku tidak perlu tergesa-gesa. Aku masih memiliki waktu selama 3 hari. Aku akan mencoba menemui paman Arman. Jika perlu, aku akan berlutut di hadapannya agar paman bisa membebaskan kakek. Kata hati gintani.
Di ruang 9. Telpon Alex terus berbunyi menyanyikan sebuah lagu milik Iwan Fals, pertanda jika seseorang sedang menghubunginya. Alex yang sedang berada di kamar mandinya, segera keluar untuk mengangkat telpon tersebut.
“Darimana saja kamu ? Kenapa lama sekali mengangkat telponnya !” suara bariton yang setengah berteriak terdengar di ujung telpon.
Alex hanya bisa mengusap dadanya mendengar teriakan si pemilik suara yang tak lain adalah Argha.
“Aku baru selesai mandi, Ar.” Jawab Alex.
“Hmm ! Mana nomor rekeningnya, biar aku transfer sekarang juga !” pinta Argha.
“Dia belum mengambil keputusan. Jadi aku tidak bisa mengirimkan nomor rekeningnya sekarang.” jawab Alex.
“Ish, niat nggak sih dia menjual dirinya !” dengus Argha terdengar kesal.
Alex mengepalkan tangannya mendengar kata tak senonoh sahabatnya.
“Lo pikir jual diri itu segampang menjual oncom !” teriak Alex kesal. “Apalagi dia masih virgin ! Sudahlah, lupakan saja ! Aku tidak akan menyerahkan dia kepada pria yang tidak punya perasaan seperti lo !” lanjut Alex, geram.
“Hey ! Awas aja kalau lo berani menggagalkan kesepakatan tadi ! Gue nggak akan segan-segan mencabut semua fasilitas lo !”
Ancaman.., ancaman dan selalu hanya ancaman yang digunakan Argha untuk membuat Alex tak berkutik. Sejurus kemudian sambungan telpon pun terputus karena Alex sudah tak tahan lagi harus mendengar ancaman sahabatnya.
☘️☘️☘️
Keesokan harinya, Gintani pergi ke rumah pamannya untuk meminta bantuan. Tiba di sana, Gintani disambut oleh tangisan mbok Inem yang merasa bersalah karena telah mengemasi dan menyimpan koper Gintani di luar dulu.
“Sudahlah, mbok ! Semua itu bukan salah mbok.” Ujar Gintani seraya mengusap-usap punggung mbok Inem.
“ta…tapi non ! Mbok merasa bersalah banget ! mbok merasa jika mbok yang sudah mengusir non !” jawab mbok Inem masih terisak.
“Gintan baik-baik aja, mbok ! Lagipula Gintan jauh lebih baik hidup di luar daripada tinggal di rumah ini.” Jawab Gintani mencoba menenangkan mbok Inem.
“Bagus ! Jadi selama ini, lo nyesel tinggal di rumah ini, hah !” teriak Celine yang tanpa sengaja mendengar obrolan Gintani dan pembantunya.
Siang itu Celine baru saja pulang kuliah. Dia melihat Gintani sedang berpelukan dengan pembantunya. Dia mendekati Gintani untuk mengusirnya. Namun tanpa sengaja, dia mendengar ucapan Gintani yang membuat hatinya meradang.
“Nyesel kamu tinggal di rumah ini, hah ! Dasar pelacur gila ! Jadi lo lebih memilih hidup di luar karena bisa bebas melakukan apa pun, kan ! Kalau begitu, kenapa nggak dari dulu saja lo keluar dari rumah ini ! Supaya rumah ini tidak menanggung sial akibat pekerjaan hina lo !”
Celine terus menghardik dan menghina Gintani seraya menjambak rambut Gintani dan mendorongnya dengan keras.
“Aww…!”
Gintani menjerit saat tubuhnya jatuh terjerembab sehingga kepalanya membentur lantai.
“Ada apa ini ?”
Tiba-tiba, paman Arman dan bibi Shella sudah berdiri di hadapan Gintani. Paman Arman berjongkok hendak membantu Gintani berdiri. Namun tangannya yang telah terulur, ditepiskan dengan kerasnya oleh bibi Shella.
“Ngapain sih, kamu bantu dia ?” tanya bibi Shella, ketus.
Paman Arman hanya bisa menghela napasnya. Tanpa mempedulikan pertanyaan istrinya, tangan paman Arman kembali terulur untuk membantu Gintani berdiri.
“Ada apa kamu kemari, nak ?” tanya paman Arman setelah melihat Gintani berdiri dan tengah menepuk-nepuk rok nya yang terlihat kotor.
Seketika Gintani menghentikan kegiatannya. Dia menatap sendu ke arah pamannya.
“Gi…Gintan mau minta to…tolong paman ! To…tolong pinjami Gintan uang untuk menyelamatkan kakek !” ujar Gintani seraya mengatupkan kedua tangannya untuk memohon kepada pamannya.
“Apa ! Apa kamu sudah tidak waras ? Kamu pikir, pamanmu sekaya apa sampai dia bisa membantumu, hah ! Kalaupun dia punya uang, lebih baik dia gunakan untuk keperluan kuliah anaknya !” teriak bibi Shella, geram.
“Dengar wanita sialan !” ujarnya bibi Shella seraya menjambak rambut Gintani.
“Ish….!” Gintani hanya bisa meringis menahan sakit di kepalanya. Rasanya rambutnya seolah terlepas dari kulit kepalanya.
“Urusan kakekmu, itu adalah urusanmu sendiri ! Salah sendiri, kamu tidak ingin diperistri oleh tuan Broto. Sekarang, tanggung sendiri akibatnya !” ujar bibi Shella seraya mendorong Gintani hingga kembali terjatuh.
Saat paman Arman hendak kembali menolong Gintani. Tangan bibi Shella segera menarik pergelangan tangan suaminya.
“Ayo masuk !” ajaknya seraya menyeret paman Arman untuk memasuki rumahnya. “Semuanya, masuk !” perintah bibi Shella kembali.
Celine dan mbok Inem pun ikut masuk ke dalam rumah. Gintani segera berdiri, dia kemudian berlari untuk ikut masuk dan membujuk pamannya. Sayangnya, dia kalah cepat dengan pergerakan tangan bibi Shella yang telah mengunci pintu.
Dug….dug….dug….!
“Tolong Gintan, bi ! Selamatkan kakek ! Gintan janji, Gintan akan mematuhi perintah bibi ! Tapi tolong selamatkan kakek !”
Dug….dug….dug…!
Gintani berteriak memohon seraya menggedor-gedor pintu rumah paman Arman. Namun tak ada seorang pun yang menggubrisnya. Setelah cukup lama Gintani memohon dengan berderai air mata, Gintani merasa lelah. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke pub. Pikirannya benar-benar kosong.
Saat berjalan keluar dari gerbang rumah pamannya, tiba-tiba ponsel Gintani berbunyi. Sebuah notifikasi pesan WhatsApp masuk.
Hai Tan, ini aku, Nadhifa ! Bisakah hari ini kita ketemu ?
From Nadhifa
Boleh, dimana ?
From Gintani
Tamkot pusat
From Nadhifa
Oke ! Jam berapa ?
From Gintani
Sekarang. OTW, 15 menit lagi aku sampai.
From Nadhifa
Oke.
From Gintani
Setelah berkirim pesan dengan Nadhifa, Gintani pun memesan ojek online menuju taman kota.
Perjalanan yang ditempuh Gintani 10 menit lebih lambat karena terjebak kemacetan. Tiba di sana, Gintani melihat Nadhifa tengah duduk dengan anggunnya di kursi yang pernah Gintani duduki dengan papahnya Nadhifa dulu. Gintani kemudian menghampiri Nadhifa.
“Maaf menunggu lama !” ujar Gintani seraya membungkukkan badannnya.
“Ah nggak kok, aku juga baru sampai.” ujar Nadhifa. “duduk Tan !” tawarnya lagi.
Gintani tersenyum seraya mendaratkan bokongnya di kursi di samping Nadhifa.
“Minum ?” tawar Nadhifa seraya menyodorkan gelas cup berisi orange juice.
Gintani menerima minuman tersebut. Dia pun segera menusukkan sedotannya dan mulai menyedot orange juice yang diberikan teman barunya.
“Tan, aku minta maaf soal tindakan mamah waktu itu !” ujar Nadhifa membuka pembicaraan.
Gintani tersedak mendengar perkataan Nadhifa.
“Ish, hati-hati dong, Tan !” ujar Nadhifa seraya mengusap-usap punggung Gintani.
Gintani menatap lekat ke arah Nadhifa. Dia harus meluruskan permasalahan ini. Dia yakin jika Nadhifa bukan orang yang hanya bisa menghakimi dari sekedar melihat saja.
“Fa, aku minta maaf atas kejadian waktu itu ! aku tahu, aku telah begitu tidak sopan dengan meminta ayahmu untuk menemuiku di taman waktu itu. Tapi percayalah, Fa ! Aku bukanlah simpanan papahmu ! Aku bukan orang seperti itu, dan aku sendiri baru mengenal papahmu hari itu juga. Aku…, aku hanya ingin papahmu menyadari ke…..”
Gintani tidak melanjutkan ucapannya. Karena terbawa suasana, Gintani hampir saja membocorkan hubungan gelap ayah Nadhifa dengan temanya.
“Aku tahu, Tan ! Aku tahu jika mamahku telah salah sasaran. Aku tahu jika simpanan papahku bukanlah kamu, tapi sahabatmu !”
Deg….!
Jantung Gintani terasa copot dari tempatnya. Gintani menatap Nadhifa seraya mengernyitkan dahinya.
“Kamu kaget kan, kenapa aku bisa mengetahui semua itu ?” tanya Nadhifa.
Gintani mengangguk.
“Aku pernah memergoki papah sedang makan malam dengan seorang gadis belia. Sejak saat itu, aku sering memata-matai papah. Aku tahu jika gadis itu salah satu karyawan di pub kak Alex. Awalnya aku marah, tapi saat aku melihat perubahan papah yang jauh lebih bisa tersenyum sejak mengenal gadis itu, aku pun tidak bisa berbuat apa-apa. Aku menyadari jika selama ini, papah selalu merasa tertekan dengan sikap mamah.”
Satu lagi kejutan yang membuat mulut Gintani semakin menganga lebar. Jadi selama ini Nadhifa tahu jika papahnya memiliki simpanan ? Ya Tuhan, keluarga seperti apa mereka ini, batin gintani.
Saat Gintani tengah asyik melamun. Tiba-tiba ponselnya berdering. Gintani pun merogoh saku tasnya dan melihat siapa orang yang menghubunginya.
“Unknown nomor !” gumam Gintani.
“Siapa Tan ?” tanya Nadhifa
Gintani hanya menggelengkan kepalanya.
“Angkat saja, siapa tahu penting !” ujar Nadhifa.
Gintani mengangguk. Dia pun kemudian menggeser tombol hijau di ponselnya.
“Hallo !” ucap Gintani.
“Jika kau ingin kakekmu hidup, antarkan uang itu besok ke sebuah gudang di sebelah barat pinggir kota ! Jika sampai jam 12 siang aku tidak menerima uangku kembali, akan ku pastikan jika semua organ vital kakekmu akan ku jual di pasar gelap !”
Wajah Gintani seketika berubah pucat. Dia segera berlari meninggalkan Nadhifa yang berteriak-teriak memanggilnya. Tiba di jalan raya, Gintani segera menghentikan taksi yang sedang melintas di depan taman kota. Dia menaikinya dan meminta taksi tersebut mengantarkannya pulang. Tiba di pub, Gintani segera mencari Alex
BRAKK….!!
“Aku terima kesepakatannya !”
Bersambung....
Jangan lupa like vote n komennya 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
Sani
jan nekat gintan
2022-07-11
1
Titik pujiningdyah
lagian arman jadi suami kalah bngt sama dadengkot itu
2021-09-12
3
GYouL
degdegan mau lanjut bacanya, takut si gintan beneran di anu sama di Argha.
STAY With Me Tonight
CINTA 5300km
lagi mampir nih Thor ,,, nyicil baca plus like 😉😉
2021-08-13
4