"Bisakah abang mencarikan seorang mucikari untuk Gintan ?"
Ciiitttt.....!
Jeduk....!
"Aww...!"
Tiba-tiba Alex menginjak rem secara mendadak hingga membuat dahi Gintani membentur dashboard mobil. Gintani memekik, kaget.
"Ish, bang ! Hati-hati dong !" protes Gintani seraya meringis menyentuh dahinya.
"Maaf ! Lagian kamu kenapa nggak pakai safety belt-nya ?" tanya Alex mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Lupa !" jawab datar Gintani seraya mengusap-usap dahinya yang mulai terasa berdenyut.
Untung saja jalanan cukup lengang, hingga perbuatan Alex yang berhenti mendadak, tak menimbulkan kecelakaan. Alex pun kembali melajukan kendaraannya.
"Gimana bang, bisa kan ?" tanya Gintani lagi.
Alex masih diam. Sejurus kemudian, dia mulai menepikan mobilnya dan berhenti. Alex menatap lekat gadis yang sedang duduk dengan perasaan cemas di sampingnya itu.
"Jangan nekat, Tan !" ujar Alex sedikit penuh penekanan.
Bukannya menjawab, Gintani malah membuka pintu mobil. Dia pun keluar dan mulai melangkahkan kakinya ke arah taman.
Alex hanya diam melihat tingkah Gintani. Sejenak dia mulai mengedarkan pandangannya. Dia pun sadar kalau ternyata dia telah menepikan mobilnya di depan taman kota. Alex kemudian membuka pintu mobil, dan bergegas menyusul Gintani yang telah memasuki taman.
Tiba di taman, Alex pun mendapati Gintani yang tengah duduk di sebuah bangku taman. Alex menghampirinya, dia melihat Gintani kembali melamun seraya menggigit ujung kukunya.
"Tan, are you oke ?" tanya Alex seraya memegang pundak Gintani.
"Apa menurutmu, aku terlihat baik !" ujar Gintani ketus mendengar pertanyaan unfaedah Alex.
Alex hanya bisa tersenyum mesem. Dia kembali melangkahkan kakinya dan duduk di samping Gintani.
"Katakan !" ujar Alex.
"Apa ?" jawab Gintani masih terdengar judes.
"Apa saja yang ingin kamu katakan ! Aku siap mendengarkan." jawab Alex seraya menatap lurus ke tengah taman.
Gintani menarik napasnya dalam, sejurus kemudian dia menghembuskannya dengan kasar.
"Gintan lelah, bang ! Hidup Gintan selalu dipenuhi penderitaan ! Entah kenapa, kebahagiaan seolah tidak pernah menghampiri kehidupan Gintan. Sepertinya Gintan terlahir hanya untuk menderita." ujarnya.
"Tidak usah berprasangka buruk. Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuk kita." ucap Alex.
"Gintan tahu. Tapi sekarang, jujur Gintan sudah tidak sanggup lagi bertahan, bang. Karena itu, tolong carikan Gintan seseorang yang bisa membeli diri Gintan." ujar Gintani, menatap nanar lurus ke depan.
"Jangan gila kamu, Tan !" ujar Alex, geram.
Secepat kilat Gintani menatap Alex. "Gintan memang sudah gila, bang !" ujar Gintani sedikit berteriak. "Abang lihat sendiri, hidup Gintan sudah hancur dengan pemberitaan itu. Nyawa kakek Gintan sedang berada dalam bahaya, dan Gintan..., Gintan butuh uang untuk menyelamatkan kakek dari tangan tuan Broto !"
"Abang tahu, Tan ! Tapi bukan berarti kamu berhubungan dengan mucikari ! Kita pikirkan cara lain untuk menebus kakekmu dari tangan mafia itu !"
"Bagaimana caranya, bang ! Jumlah uang yang dia minta itu sangat banyak, bang ! 500 juta ! Darimana Gintan harus mendapatkan uang 500 juta dalam waktu 3 hari ! Gintan bingung, bang ! Gintan benar-benar bingung !" ujar Gintani seraya menangkup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Lalu, apa yang akan kamu lakukan jika aku mendapatkan seorang mucikari untukmu ?" tanya Alex dingin.
Gintani mengangkat wajahnya. "Aku ingin menjual kesucianku !" ujar Gintani datar.
Jleb...!
Bagaikan ditusuk ribuan pisau, hati Alex terasa sakit mendengar ucapan Gintani.
"Mak... maksud kamu ?" tanya Alex dengan suara yang bergetar.
Sejenak, Gintani menengadahkan wajahnya. Hatinya sendiri sakit mengatakan hal hina itu. Tapi dia tidak punya pilihan lain.
"Gintan tidak mau jadi seorang pelacur. Gintan juga nggak mau menjadi simpanan om-om. Jika Gintan memiliki barang berharga yang bisa menghasilkan uang lebih dari 500 juta, mungkin Gintan akan menjualnya. Tapi Gintan tidak punya berlian, Gintan tidak punya mobil mewah, rumah mewah. Gintan tidak punya barang-barang berharga untuk Gintan jual. Satu-satunya hal yang berharga yang Gintan miliki, adalah kesucian Gintan. Gintan ingin menjualnya, bang ! Sekali saja ! Setelah itu, Gintan akan melepaskan semua mimpi Gintan tentang masa depan ! Gintan akan menyembuhkan dan merawat kakek hingga akhir hidup Gintan ! Satu-satunya tujuan Gintan saat ini, menyembuhkan penyakit kakek, bang ! Hanya kakek Wira yang Gintan miliki ! Gintan tidak mau kehilangan kakek, hu...hu...hu...!" Gintani pun mulai terisak.
Alex segera memeluk Gintani untuk menenangkannya. Tiba-tiba,
"Ehm....! Ehm....!"
Dehaman seseorang membuat mereka saling melepaskan pelukannya.
"Kalau mau berbuat mesum, carilah hotel ! Jangan berbuat mesum di alam terbuka seperti ini !" ujar penjaga keamanan taman yang sedang berkeliling.
Wajah Gintani seketika memerah menahan rasa malunya. Sedangkan Alex hanya bisa tersenyum mesem seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Maaf, pak ! Kami hanya sekedar berbincang saja." ujar Alex.
"Ini sudah lewat tengah malam. Pulanglah !" perintah penjaga keamanan taman.
"Ba..., baiklah !" ujar Alex seraya meraih tangan Gintani dan mengajaknya untuk segera pergi.
"Abang lihat ! Bahkan orang yang tidak Gintan kenal saja sudah menganggap Gintan buruk seperti itu ! Hidup Gintan tuh sudah tidak berharga ! Kenapa tidak sekalian saja Gintan wujudkan anggapan mereka !" ujar Gintani ketus dan terkesan tanpa beban saat mengucapkannya.
"Hus ! Jangan sembarang kamu ! Ayo pulang !" jawab Alex seraya membukakan pintu mobilnya untuk Gintani.
Setelah mereka masuk, Alex mulai menyalakan mesin mobilnya dan melajukannya menuju pub.
Waktu sudah menunjukkan pukul 02.25. Tiba di tempat, ternyata pub sudah tutup. Setelah memarkirkan mobilnya, Alex pun segera membuka pub tersebut dengan kunci cadangan yang dia miliki. Pintu pub terbuka, mereka pun masuk ke dalam pub.
"Istirahatlah !" ujar Alex
Gintani mengangguk. Setelah itu dia pergi ke kamar untuk beristirahat. Namun sebelumnya, dia pergi ke toilet pub dulu untuk membasuh tangan dan kakinya.
Tiba di ruang 9 yang telah berubah fungsi menjadi kamar pribadinya, Alex merebahkan tubuhnya di atas sofa. Pikirannya benar-benar kacau. Di satu sisi, dia tidak rela jika Gintani sampai harus menjual tubuhnya demi menyelamatkan kakeknya. Namun di sisi lain, dia tidak bisa membantu Gintani untuk menyediakan uang sebesar itu. Apalagi, Gintani juga membutuhkan uang tambahan untuk biaya operasi pencangkokan ginjal kakeknya.
"Ish, apa yang harus aku lakukan ?" gumam Alex mengusap kasar wajahnya.
Tiba-tiba, Alex teringat akan sahabatnya Argha yang sangat terobsesi dengan Gintani.
Apa aku harus memberitahukan hal ini kepada Argha ? Berdosakah aku jika aku menyerahkan Gintani kepada Argha ? batin Alex. Tidak...! Tidak...! Aku tahu Argha sanggup mengeluarkan banyak uang demi tubuh gadis itu, tapi aku juga tahu jika Argha melakukan itu hanya untuk membalas dendam atas harga dirinya yang terluka akibat perbuatan Gintani ! Aku tidak ingin Gintani menjadi korban sikap arogannya Argha. Tapi, apa aku juga rela mengenalkan dia kepada seorang mucikari ? Bagaimana jika mucikari itu hanya akan memanfaatkannya ? Bagaimana jika mucikari itu menjebaknya dan memaksa Gintani untuk menjadi seorang wanita panggilan selamanya ? Bagaimana jika yang membeli Gintani adalah seorang pria hidung belang yang sudah tua, botak, pendek seperti laki-laki yang tadi datang ke tempatku ? Ish..., tidak...! Lebih baik si Argha saja yang membeli kesucian Gintani, daripada orang lain, orang yang tidak aku kenal. Kata hati Alex pun mulai berperang.
Alex merogoh ponselnya dari saku celananya. Jari-jarinya mulai mengetikan sesuatu di ponselnya.
To Argha
Besok kita ketemu di kafe Zdulur, jam makan siang. Ada hal yang mau gue omongin. Ini tentang cewek incaran lo !"
Alex segera mengirimkan pesannya. Setelah itu, dia menaruh ponselnya di atas meja dan mulai memejamkan matanya.
Di waktu yang sama, di sebuah apartemen mewah. Sang CEO tampan itu terlihat menyeringai begitu membaca pesan dari sahabatnya. Sejurus kemudian, dia pun mulai mengetikan sebuah balasan untuk sahabatnya.
To Alex
Oke ! Private room nomor 9. Gue tunggu ! Nggak pake telat !
Setelah mengirimkan pesannya, Argha menaruh ponselnya di atas nakas. Sejenak dia memejamkan matanya seraya mengusap pipi yang pernah ditampar oleh Gintani.
Tunggu saja, nona ! Sebentar lagi, kau akan membayar dengan mahal tamparanmu ini
☘️☘️☘️
Pukul 08.15. Alex pergi ke kamar Gintani untuk mengajaknya sarapan. Kebetulan, dia telah memesan makanan online untuk sarapan mereka.
Tok...tok...tok...!
"Tan, apa kamu sudah bangun ?" tanya Alex seraya mengetuk pintunya.
Ceklek !
Pintu terbuka. Gintani muncul di ambang pintu dengan matanya yang terlihat bengkak. Semalaman dia menangis memikirkan keselamatan kakeknya.
"Cuci muka dulu, Tan ! Wajahmu terlihat berantakan !" ujar Alex
Gintani mengangguk.
"Aku tunggu kamu di depan ! Kita sarapan bareng !" teriak Alex seraya pergi ke meja depan.
Tiba di meja itu, Alex pun mulai menata sarapannya sambil menunggu kedatangan Gintani. Tak lama kemudian, Gintani muncul dan duduk berhadapan dengan Alex
"Makan, Tan !" tawar Alex seraya membuka bungkusan bowl cup yang berisi paket nasi goreng spesial.
Meskipun tak berselera, Gintani pun memaksakan dirinya untuk makan. Dia tidak boleh sakit. Dia harus tetap kuat demi keselamatan kakeknya.
"Bagaimana bang, apa abang sudah mencarikan mucikari itu ?" tanya Gintani datar.
Entah kenapa Gintani bisa begitu santai menanyakan hal itu. Seolah dia sudah tidak memiliki rasa malu lagi untuk membahas harga dirinya. Namun sepertinya, Gintani memang sudah tidak memiliki rasa lagi. Semua rasa seakan telah mati, seiring dengan bertubi-tubinya penderitaan yang harus dia alami.
Alex menghentikan kunyahannya. "Apa kamu yakin, Tan ?" tanya Alex mencoba memberikan kesempatan kepada Gintani untuk berubah pikiran.
Namun hanya anggukan yang terlihat mantap yang dijadikan jawaban oleh Gintani atas pertanyaan Alex.
Alex menyandarkan punggungnya. Sejenak dia memejamkan matanya, kemudian membukanya kembali.
"Baiklah jika keputusanmu sudah bulat. Sebenarnya, aku sudah menemukan orang yang menyanggupi harga yang kau inginkan. Dan rencananya, hari ini aku berniat menemuinya untuk membuat kesepakatan dengannya."
"Benarkah ?" tanya Gintani masih datar.
Alex mengangguk. "Tapi jika kau berubah pikiran, aku akan membatalkannya. Aku yakin orang itu tidak akan keberatan." jawab Alex, meskipun dia tidak yakin apa Argha akan melepaskan kesempatan ini begitu saja.
"Tidak, bang ! Gintan tidak akan berubah pikiran ! Buatlah kesepakatan yang bisa membuat Gintan keluar dari masalah ini ! Setelah itu, Gintan akan pergi dari kota ini untuk memulai kehidupan baru. Tolong jangan beritahu siapa pun tentang semua ini. Termasuk Alya !" ujar Gintani seraya beranjak berdiri dari kursinya.
Gintani sudah tidak berselera untuk makan. Dia pun kembali ke kamarnya dan mengunci dirinya di kamar.
Ya Tuhan...! Maafkan aku...! Aku terpaksa melakukan semua ini. Aku janji, ini adalah pertama dan terakhir aku melakukan hal hina ini ! Semoga saja kesepakatan yang mereka buat, bisa mengeluarkan aku dari semua kesulitanku !
Bersambung....
Semoga masih suka dengan ceritanya...
Jangan lupa like vote n komennya ya 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
Resti Oktaviani
kesepakatan konyol nih
2022-07-25
1
Sani
jangan nekat gintan
2022-05-02
2
Marni Honey
cerita y bguss skali
2022-01-03
2