"Apa ! Dijemput paksa ? Tapi, siapa yang telah menjemput paksa kakek saya ?" teriak pelan Gintani.
"Dewi tidak tahu, mbak ! Mereka cuma bilang jika tuan Broto menjemput calon kakek mertuanya. Pihak rumah sakit juga sudah menghubungi tuan Arman." ujar perawat Dewi di ujung telpon.
Pluk...!
Seketika ponsel yang dipegang Gintani terjatuh begitu mendengar nama tuan Broto.
"Kenapa Tan ?" tanya Alex yang merasa kaget melihat Gintani menjatuhkan ponselnya.
"Ka...kakek Gintan !" ujar Gintani lirih.
Alex segera mendekati Gintani, "Kakek kamu kenapa, Tan ?" tanya Alex, cemas.
"Seseorang membawa paksa kakek Gintan, kak !" jawab Gintani.
"Ya sudah, kita ke rumah sakit sekarang !" ajak Alex.
Gintani mengangguk, sejurus kemudian dia pun pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian. Tak berapa lama, Gintani yang telah memakai celana jeans beserta kaos oversize nya, sudah berdiri di hadapan Alex.
"Ayo, bang !" ajak Gintani.
"To, titip pub ya ! Bilang sama anak-anak, abang sama Gintani ada urusan dulu di luar !" perintah Alex kepada Anto yang tak lain orang kepercayaannya.
Tiba di parkiran, Alex membukakan pintu mobil untuk Gintani. Setelah menutupnya, dia kemudian mengitari mobilnya untuk membuka pintu depan dan memasuki mobilnya. Alex segera menyalakan mesin mobilnya dan melajukannya dengan cukup kencang.
Hati Gintani menangis, tapi entah kenapa air mata seolah tak pernah ingin keluar. Gintani hanya menatap lurus ke depan seraya menggigit ujung kuku jari kelingkingnya.
Setengah jam kemudian, mobil yang mereka naiki, tiba di rumah sakit Harapan. Alex menurunkan Gintani di depan lobi hotel, sedangkan dia kembali melajukan mobilnya menuju tempat parkir. Setelah memarkirkan mobilnya dengan aman, Alex pun segera menyusul Gintani.
Tiba di lobi hotel, Alex sedikit terpaku melihat Gintani yang sedang diguncang-guncangkan tubuhnya oleh seorang wanita yang sebaya dengannya. Alex pun berjalan pelan mendekati mereka.
"Puas kamu, Gintan ! Puas kamu membuat kakek menderita ! Dasar anak pembawa sial ! Sejak kecil kau hanya bisa membuat kakek menderita ! Kaki kakek pincang, gara-gara menyelamatkanmu dari tabrak lari itu ! Kakek sakit, itu juga karena kamu yang selalu pulang malam hingga kakek harus menunggumu ! Dan sekarang, bos mafia itu menculiknya, itu gara-gara kamu yang menolak menikah dengannya ! Cucu macam apa kamu Gintan ! Kenapa kamu selalu saja menyusahkan kakekku !" teriak gadis itu.
PLAKK...!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Gintani hingga dia pun tersungkur. Pelipis kanannya membentur ujung kursi tunggu yang terbuat dari besi, hingga berdarah.
Melihat hal itu, Alex segera menghampiri dan merangkul Gintani. Dia mencoba menarik pelan tubuh Gintani agar bisa berdiri kembali.
"Dasar cewek murahan ! Ternyata, kau bukan hanya simpanan om-om, tapi kau juga berani berkeluyuran dengan seorang lelaki di tengah malam begini, hah ! Gadis macam apa kamu !" Celine kembali berteriak ketika melihat seorang lelaki menolong Gintani berdiri.
"Cukup Celine ! Kendalikan dirimu ! Ini rumah sakit !" bisik ibunya.
"Tapi, bu !"
"Ssst...! Diamlah !"
"Kami mohon maaf atas kelalaian pihak rumah sakit, pak ! Kami berjanji, kami akan segera menghubungi polisi untuk meminta bantuan supaya kakek Wira bisa segera dibebaskan." ujar salah seorang dokter yang menjabat sebagai humas di rumah sakit itu.
"Aah, tidak perlu ! Ini hanya sekedar kesalahpahaman saja. Jadi, orang-orang yang menjemput ayah mertua saya itu, mereka adalah orang-orang suruhan calon mantu kami. Karena kebetulan, keponakan kami sedang bermasalah dengan calon suaminya, jadi beliau melampiaskannya kepada ayah mertua saya. Tapi kalian tidak usah khawatir. Sebenarnya, calon keponakan mantu saya orang baik, hanya saja terkadang dia suka sedikit memaksa. Saya yakin, dia tidak akan berani menyakiti ayah mertua saya. Bukan begitu, kan pah !" ujar bibi Shella panjang lebar.
Paman Arman hanya bisa tersenyum tanpa ekspresi.
"Baiklah kalau begitu, kami tidak akan melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian. Kami akan menganggap jika kakek Wira mengajukan pulang paksa. Silakan bapak urus administrasi kepulangan beliau di bagian administrasi dan pembayaran.
Paman Arman pun mengangguk. Bersama anak dan istrinya, dia pun segera melangkahkan kakinya menuju bagian administrasi. Sedangkan Gintani dan Alex hanya bisa menunggunya di lobi rumah sakit.
Setengah jam kemudian, terlihat paman Arman beserta anak dan istrinya telah keluar dari ruang bagian administrasi. Saat Gintani berdiri hendak mendekatinya, tiba-tiba bibi Shella mendekati Gintani duluan.
Tangan bibi Shella mencengkeram kuat kedua rahang Gintani.
"Dengar anak sial ! Aku tidak pernah peduli dengan keselamatan si tua bangka itu ! Tapi jika kamu ingin kakekmu selamat, aku sarankan kamu harus segera membayar hutangmu pada tuan Broto ! Camkan itu !" ujar bibi Shella seraya melepaskan cengkeramannya dengan kasar.
Puas memberikan ancaman kepada Gintani, bibi Shella kembali menggandeng tangan suaminya dan mengajaknya pulang. Dengan langkah gontai, terlihat paman Arman hanya mengikuti langkah bibi Shella tanpa menoleh ke arah Gintani.
Sakit ! Hati Gintani sakit melihat perlakuan pamannya kepada dirinya. Sedari kecil, paman Arman tidak pernah bisa membela Gintani dari kekejaman bibi Shella dan Celine. Padahal menurut sang kakek, paman Arman adalah kakak seayah dari ayahnya Gintani. Seharusnya, paman Arman adalah orang yang akan melindungi Gintani selepas kedua orang tua Gintani neninggal. Tapi ternyata, sekali lagi takdir tak berpihak padanya.
"Ayo kita pergi, Tan !" ujar Alex seraya memapah Gintani menuju mobilnya.
☘️☘️☘️
Di mansion Amijaya.
"Hentikan Argha ! Jangan kekanak-kanakan seperti ini !" ucap tuan Jaya yang berusaha menghentikan langkah putranya untuk keluar dari kediaman orang tuanya.
"Argha tidak kekanak-kanakan, pah ! Argha hanya bosan melihat semua kekacauan yang ada di rumah ini." ujar Argha.
"Oke ! Papah akui, papah salah ! Tapi tolong jangan hukum papah seperti ini ! Kamu adalah pewaris di keluarga ini. Jadi papah mohon, jangan tinggalkan papah !" ujar tuan Jaya memelas.
"Papah, Argha mohon, jangan halangi Argha ! Argha hanya ingin pindah ke apartemen, bukan ingin meninggalkan papah ! Argha mohon, mengertilah !"
Tuan Jaya diam.
"Argha janji, setiap hari Minggu, Argha pasti datang ke rumah ini untuk menemui papah !" ujarnya lagi.
"Pergilah, nak ! Jika itu memang keinginanmu, pergilah !" Akhirnya hanya kata itu yang mampu tuan Jaya ucapkan untuk anaknya.
Setelah mengizinkan anaknya pergi, tuan Jaya pun kembali ke ruang kerjanya dan mengunci diri di sana. Tuan Jaya mengeluarkan ponselnya, dia kemudian menghubungi seseorang.
"Anakku pergi dari rumah. Kau pantau setiap pergerakannya ! Aku tahu jika anakku seorang pria yang sangat arogan dan ceroboh, aku takut jika suatu hari nanti dia harus menanggung akibat fatal karena kecerobohannya. Ku mohon, jaga dia ! Aku sangat percaya padamu !"
"Baik tuan !"
Di ruang tengah, Argha hanya mampu menghela napasnya sejenak, melihat sikap ayahnya. Setelah itu, dia melangkahkan kakinya menuju pintu utama.
"Kakak...!" panggil Nadhifa yang seketika menghentikan langkah kakaknya.
Argha membalikkan badannya, sejurus kemudian dia merentangkan kedua tangannya.
Nadhifa berlari menuruni anak tangga dengan cepat. Dia kemudian menghambur ke dalam pelukan kakaknya.
"Jangan pergi !" ucap Nadhifa seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Fa...hiks...Fa.., nanti sama siapa tinggal di sini...?" ujar Nadhifa yang mulai terisak dalam pelukan kakaknya.
"Sst..., jangan menangis dek !" ujar Argha seraya mengusap punggung adiknya.
Argha kemudian melepaskan pelukannya, dia menatap hangat adiknya.
"Dengar, kakak hanya pindah ke apartemen, bukan mau pindah ke luar negeri. Kalau kamu kangen, kamu tinggal datang saja ke apartemen kakak. Tapi ingat, datangnya harus sendirian ! Nggak boleh sama mamah, apalagi sama teman-teman kamu, he...he..." ujar Argha sedikit memberikan candaan agar adiknya tersenyum.
"Iya kak, Dhifa pasti datang sendiri kalau mau main ke apartemen kakak." ujar Nadhifa.
Argha tersenyum. Dia mengusap air mata adiknya dengan kedua tangannya. "Anak yang baik." ujarnya seraya mengecup kening Nadhifa. "Kakak pergi dulu ya !" pamitnya.
Setelah mendapatkan persetujuan dari adik kesayangannya, Argha pun mulai melajukan mobilnya menuju sebuah apartemen mewah yang akan ditempatinya.
☘️☘️☘️
Mobil melaju dengan perlahan. Kecanggungan terjadi di antara mereka. Alex dan Gintani terlalu sibuk dengan pemikirannya masing-masing.
Gintani memejamkan matanya sejenak. Dia benar-benar lelah dengan semua kejadian dalam hidupnya. Sejak kecil, sedikitpun kebahagiaan tak pernah menghampirinya. Seandainya waktu bisa diputar kembali, Gintani lebih baik hidup di panti asuhan daripada tinggal bersama orang-orang yang katanya keluarganya. Kini, Gintani mulai menyesali keputusannya untuk ikut bersama kakeknya.
Perlahan, Gintani mulai membuka matanya. Pandangannya terlihat sangat kosong. Kembali Gintani menggigit ujung kukunya. Rasa cemas akan keselamatan sang kakek mulai terlihat di wajahnya.
Kemana aku harus mencari uang yang banyak untuk menyelamatkan kakek ? gumam Gintani dalam hati.
Tiba-tiba Gintani teringat akan ucapan Alya. "Tapi yang aku pelajari sejak bekerja di dunia malam, ada 2 cara untuk mendapatkan uang dengan mudah. Pertama, melayani hasrat pria hidung belang dan yang kedua, menjadi simpanan om-om. Kamu pilih yang mana, Tan ?"
Gintani kembali menghela napasnya berat.
Aku tidak mungkin memilih satu di antaranya. Semua itu sangat berat untukku. Lagipula, meski aku menjalani semuanya, belum tentu aku bisa mendapatkan uang yang sangat banyak hanya dalam waktu yang singkat. Waktuku hanya tinggal menghitung hari. Ya Tuhan..., apa yang harus aku lakukan ? Bagaimana caranya aku mendapatkan uang yang banyak dalam waktu beberapa hari ? batin Gintani.
Hidupku sudah hancur dengan adanya rumor itu. Aku juga tidak bisa mencari pekerjaan dengan gaji yang sangat besar dengan ijazah yang kumiliki saat ini. Lalu, apa yang bisa aku lakukan sekarang ? Nyawa kakek sangat bergantung dengan usahaku. Ya Tuhan..., should i sell my virginity ?
Pikiran Gintani kembali melayang dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi kakeknya di tempat tuan Broto. Gintani menarik napasnya panjang, kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Masih menatap lurus ke depan, Gintani pun memulai pembicaraan.
"Bang !" panggilnya lirih.
"Hmmm...!" jawab Alex yang masih fokus menatap jalanan yang mulai terlihat sepi.
"Bisakah abang mencarikan seorang mucikari untuk Gintan ?"
Ciiitttt.....!
Jeduk....!
"Aww...!"
Bersambung....
Jangan lupa like vote n komennya ya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
Resti Oktaviani
noooo!!
2022-07-25
0
El_Tien
"Kenapa, Tan?" Tanya Alex (gak perlu spasi, sebelum sebutan ada koma)
2022-02-16
1
El_Tien
aku kira bakal dipasang sabuk pengaman, gak taunya turun dari mobil
2022-02-13
1