"Karena hanya aku yang berhak menyentuhnya ! Aku yang berhak memberikan pelajaran untuknya !" ujar Argha penuh penekanan.
"Apa maksudmu, Ar ! Mamah tidak mengerti !" tanya nyonya Rosma.
"Anda tidak harus mengerti apa pun, cukup jauhi gadis itu dan jangan coba-coba untuk menyentuhnya kembali !"
Setelah mengatakan apa yang ingin dikatakannya, Argha pun kembali pergi meninggalkan ibu tirinya yang kini tengah mematung. Nyonya Rosma berusaha untuk mencerna semua ucapan Argha, namun semuanya percuma. Otaknya benar-benar terlalu dangkal untuk bisa mengartikan ucapan Argha.
Siapa sebenarnya pelakor ingusan itu ? Kenapa Argha membelanya ? Tapi dari nada bicaranya, terdengar jika Argha membencinya. Ah, bocah yang satu itu, sedari kecil memang sulit untuk dimengerti apa maunya. Huh !
Dengan perasaan kesal, nyonya Rosma pun kembali ke paviliun untuk berkumpul dengan teman-temannya.
Setelah memberikan peringatan untuk ibu tirinya, Argha kembali melajukan mobilnya menuju pub milik sahabatnya.
"Sial...! Sial..! Sial...!" gerutu Argha, kesal. "Berani-beraninya dia mendahuluiku menyentuh gadis itu ! Brengsek !" Argha kembali mengumpat sikap ibu tirinya.
Sepanjang perjalanan, Argha terlihat sangat kesal hingga sesekali dia memukul setirnya.
☘️☘️☘️
Setelah mendapatkan alamat Gintani, Alex pun segera mengeluarkan mobilnya. Dengan kecepatan yang cukup tinggi, dia melajukan mobilnya menuju lokasi yang telah dikirim oleh Alya melalui WhatsApp.
Satu jam berkendaraan, Alex tiba di sebuah kontrakan yang ternyata sudah dipenuhi orang-orang yang berteriak-teriak memanggil Gintani. Alex pun memperhatikan hal itu dari kejauhan. Sebagian orang-orang yang tengah berkumpul adalah perempuan. Dilihat dari penampilan dan usianya, sepertinya mereka telah menikah.
"Kita usir saja dia dari sini !" teriak ibu-ibu yang menggunakan daster merah.
"Tunggu ! Jangan bertindak gegabah ! Sebaiknya kita laporkan saja dulu ke RT !" ujar ibu-ibu yang berhijab memberikan saran.
"Alaaah..., tidak usah dilaporkan dulu bu ustadzah, sebaiknya langsung di usir saja ! Heran, baru tinggal sehari, kok sudah bikin aib di kampung kita. Gimana ibu-ibu, setuju tidak kalau wanita itu kita usir !" teriak wanita yang berdandan sedikit menor berusaha memprovokasi para ibu-ibu.
"Setuju...!" jawab mereka serempak.
"Usir...!
"Usir...!
"Usir...!
Teriak warga di sana.
"Astaghfirullah hal adzim...! Sudah...! Sudah...! Jangan main hakim sendiri ! Sebaiknya kita tunggu dulu kedatangan pak RT !" kembali ibu berhijab itu mencoba menenangkan para ibu-ibu.
Tiba-tiba, seorang pria paruh baya datang bersama dengan seorang wanita paruh baya yang ternyata ibunya Alya.
"Cukup ! Cukup ! Tenangkan diri kalian ! Jangan berburuk sangka dulu kepada gadis itu ! Saya sudah bertanya pada ibu Alya, dan ibu Alya berani menjamin jika dia adalah gadis baik-baik." ucap pria itu yang tak lain adalah pak RT.
"Halaaah..., terang saja ibu Alya membelanya, bukankah gadis itu adalah teman anaknya? Kita sendiri tahu apa pekerjaan si Alya itu. Jadi, sebelas dua belas lah, sama cewek pelakor itu." ujar si ibu berdaster merah tadi.
"Sudah, pak RT, usir saja dia ! Memangnya, bapak mau tanggung jawab jika gadis itu menggoda para warga lelaki di kampung ini ?" ujar wanita yang berdandan menor ikut menimpali.
Sementara itu, dari dalam rumah.
Karena lelah berpikir, akhirnya Gintani pun tertidur dengan lelapnya. Selang beberapa waktu, sayup-sayup Gintani mendengar suara ribut-ribut seorang wanita. Gintani teringat dengan kejadian yang beberapa jam lalu menimpanya. Seketika, Gintani mengerjapkan matanya.
Gintani terbangun karena mendengar keributan di luar. Dia duduk sebentar untuk mengumpulkan kesadarannya. Semakin lama, suara keributan itu semakin jelas terdengar. Gintani pun bangkit dan segera keluar kamar untuk melihat keributan yang tengah terjadi di depan kontrakannya.
Tanpa menaruh curiga, Gintani pun segera membuka pintu.
Ceklek...!
Pluk....!
"Aww....!
Gintani menjerit saat tiba-tiba sebuah batu mendarat di pelipisnya. Entah perbuatan siapa, tapi hal itu malah memicu aksi warga untuk semakin berbuat nekat. Kerikil, sandal jepit bahkan sepatu heels pun kini melayang ke arah Gintani.
Dengan sigap, Alex berlari menerobos kerumunan itu. Dia pun mulai memasang badan. Alex memeluk Gintani agar Gintani terhindar dari benda-benda yang dilemparkan para warga.
"CUKUP ! HENTIKAN SEMUANYA ! JIKA TIDAK, MAKA SAYA AKAN MEMANGGIL POLISI UNTUK MENGAMANKAN KALIAN !" teriak pak RT, mengancam warganya.
Seketika, warga pun menghentikan aksi brutalnya.
"Bubar semuanya !" pak RT kembali memberikan perintah.
"Baiklah, kami akan membubarkan diri. Tapi pak RT harus berjanji untuk mengusir dia dari kampung kita ! Bagaimana ibu-ibu, setuju !" teriak wanita berdaster itu."
"Iya, setuju !"
"Usir dia...!"
"Iya, usir saja pak !"
"Benar, usir pak ! Kami tidak mau kampung kita harus menanggung dosa dari warga yang tidak tahu malu itu !"
"Sudah-sudah ! Bubar kalian ! Biar saya yang mengurus permasalahan ini ! Ayo cepat bubar !" teriak pak RT membubarkan warganya.
"Huuuu ...!"
Warga pun membubarkan dirinya seraya berteriak menyoraki Gintani. Setelah warga bubar, pak RT beserta bu Alya menyuruh Gintani masuk.
Gintani yang memang tidak mengerti apa-apa, hanya bisa mengikuti perintah pak RT. Dengan dipapah Alex, Gintani kembali memasuki rumah kontrakannya. Mereka pun duduk di atas karpet yang digelar di ruang tamu.
"Mohon maaf atas keributan yang dilakukan para warga, nak Gintan !" ujar pak RT membuka pembicaraan.
"Se... sebenarnya, a... apa yang terjadi, pak ? Ke.. kenapa banyak warga yang berteriak-teriak di depan rumah saya. Ke... kenapa mereka hendak mengusir sa... saya, pak ?" tanya Gintani terbata-bata.
Pak RT menarik napasnya panjang, kemudian menghembuskannya dengan perlahan. "Jadi, nak Gintan tidak tahu tentang berita yang tengah membicarakan nak Gintan ?" tanya pak RT merasa heran.
Gintani hanya menggelengkan kepalanya. Dia benar-benar tidak mengerti dengan arah pembicaraan pak RT. Untuk sejenak, Gintani menatap sendu ke arah Alex yang tengah merangkul bahunya.
"Ada apa sebenarnya, pak ? Bisakah bapak memberitahu saya tentang apa yang terjadi ?" tanya Gintani lagi.
Pak RT mengeluarkan ponselnya. Dia kemudian mencari video yang tengah viral hari ini. Setelah mendapatkannya, dia pun menunjukkannya kepada Gintani.
Gintani menerima ponsel itu. Saat dia mulai memutar videonya, seketika wajahnya berubah menjadi pucat. Secara refleks, tangan Gintani pun menutup mulutnya. Dia benar-benar tidak percaya dengan berita yang baru saja menjadi trending topik di media sosial.
Gintani menatap ke arah Alex seraya menggelengkan kepalanya.
"I...ini tidak benar, bang ! Gi... Gintan bu... bukan pelakor ! Gi... Gintan hanya me.. minta om Jaya untuk menjauhi Al..." seketika Gintani menutup mulutnya saat menyadari keberadaan ibunya Alya.
"Aku percaya padamu !" ujar Alex seraya membelai lembut rambut Gintani.
"Mohon maaf, pak ! Ini hanya sekedar salah paham saja ! Sebenarnya, Gintani tidak punya hubungan apa pun dengan laki-laki itu." ujar Alex mencoba membantu Gintani.
"Anda siapa ?" tanya pak RT.
"Eh, perkenalkan, nama saya Alex ! Kebetulan, Gintani adalah salah satu karyawan saya." ujar Alex seraya mengulurkan tangannya.
Pak RT menerima uluran tangan Alex, mereka pun berjabat tangan.
"Apa anda memiliki bukti jika Gintani memang bukanlah pelakor seperti yang dituduhkan wanita itu ?" tanya pak RT.
"Sebenarnya wanita itu hanya salah sasaran, pak ! Saya berani menjamin jika bukan Gintani yang dia maksud, tapi.." Alex menggantung kalimatnya saat dia merasakan tangan Gintani menyentuhnya.
Gintani menggelengkan kepalanya memberikan tanda agar Alex jangan melanjutkan pembicaraannya.
"Tapi ?" tanya pak RT.
"Ta...., tapi..., yang jelas bukan Gintani, pak !" jawab Alex.
"Mohon maaf nak Alex, tapi keterangan yang nak Alex berikan, sama sekali tidak membantu jika tanpa bukti yang kuat. Untuk itu, dengan berat hati, saya minta supaya nak Gintan segera pergi dari kampung ini !" ujar pak RT.
"Ta..., tapi pak !"
"Saya mohon nak Gintan, tolong mengertilah ! Saya hanya tidak ingin ada keributan lagi di lingkungan ini." ujar pak RT.
"Gintan mengerti. Tolong beri Gintan waktu untuk membereskan barang-barang Gintan !" ujarnya.
Pak RT mengangguk dan mempersilakan Gintani meninggalkannya untuk membereskan barang-barangnya.
Dibantu Alex, Gintani pun mulai memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Setelah itu, dia pergi ke dapur untuk membenahi perkakas dapurnya. Tak membutuhkan waktu lama, semua barang Gintani telah siap. Gintani mengeluarkan ponselnya untuk memesan taksi online, namun Alex mencegahnya.
Alex menawari Gintani tumpangan untuk kembali mencari kontrakan baru. Setelah Gintani menyetujuinya, Alex pun segera memasukkan barang-barang Gintani ke mobilnya.
Gintani dan Alex segera berpamitan kepada pak RT. Namun sebelumnya, pak RT mengembalikan uang kontrakan yang pernah diberikan Gintani.
"Kenapa dikembalikan pak ? Gintan ikhlas kok !" ujar Gintani.
"Tidak apa-apa nak Gintan, lagipula nak Gintan baru tinggal sebentar di rumah ini. Sudah kewajiban saya untuk mengembalikan hak nak Gintan." ujar pak RT.
Gintani pun menerima uang tersebut. "Kalau begitu, Gintan permisi dulu, pak, bu !" ujar Gintani seraya mencium punggung tangan kedua orang tua itu.
Alex membuka pintu mobilnya untuk Gintani. Setelah itu dia mulai melajukan mobilnya meninggalkan perkampungan di bantaran sungai tersebut.
"Kita kemana, Tan ?" tanya Alex memecah kesunyian di antara mereka.
Gintani hanya bisa diam seraya menggigit ujung kuku jari kelingkingnya.
"Tan ?" Alex memanggilnya seraya menyentuh bahu Gintani.
"Eh, ke... kenapa bang ?" tanya Gintani, terkejut.
"Sekarang kita mau kemana ?" tanya Alex lagi.
"Aku tidak tahu, bang ! Aku tidak mungkin pergi ke rumah sakit dengan kondisi seperti ini. Sekarang sudah sore, aku sendiri tidak mungkin mencari kontrakan jam segini. Lagipula aku bingung, uangku tidak akan cukup untuk mencari kontrakan baru." ucap Gintani sayu.
"Ya sudah, kita ke pub saja. Kebetulan di sana ada gudang kosong untuk menyimpan barang. Untuk sementara waktu, kamu bisa menggunakan gudang itu sebagai kamarmu !" ujar Alex.
"Tapi bang !"
"Sudahlah ! Ikut saja ! Daripada tidur di jalanan !" ujar Alex.
Merasa tak punya pilihan lain, Gintani pun mengangguk mengikuti ajakan Alex.
Sementara di pub milik Alex.
Argha marah-marah tak karuan saat dia mendapati pub itu terkunci rapat.
"Ish, pergi ke mana si brengsek itu !" ujar Argha kesal seraya menendang ban mobilnya.
Setelah setengah jam menunggu, akhirnya Argha memutuskan untuk kembali ke kantor.
Satu jam kemudian, mobil yang dikendarai Alex tiba di pub miliknya. Alex segera mengeluarkan barang-barang Gintani dari bagasi mobilnya. Dia pun mengeluarkan kunci pub dan membukanya.
Alex membawa Gintani pergi ke sebuah ruangan yang letaknya di belakang rak minuman. jika diperhatikan, ruangan itu tidak mirip sebuah gudang, tapi lebih mirip sebuah kamar dengan ukuran kasur single bed dan sebuah lemari pakaian kecil.
"Bang, apa ini kamarmu ?" tanya Gintani.
Alex hanya mampu menggaruk tengkuknya, mendapati pertanyaan Gintani.
"I..iya, Tan ! Sebenarnya ini bukan gudang, tapi tempat aku istirahat kalau sudah merasa lelah." ujar Alex.
Gintani tersenyum
"Lalu, kenapa abang bilang ini gudang ?" tanya Gintani.
"Kalau aku bilang kamar, apa kamu mau ikut denganku ?" Alex malah balik bertanya.
"He..he..., entahlah !" ujar Gintani tak yakin.
"Ya sudah ! Kamu bantu aku mengeluarkan baju-bajuku ! Biar nanti lemarinya bisa kamu isi dengan bajumu !" perintah Alex.
Gintani pun menurut. Dia dan Alex mulai mengeluarkan barang-barang Alex dari kamar itu, dan membawanya ke ruang 9.
Saat mereka sedang asyik berbenah, tiba-tiba ponsel Gintani berdering. Gintani pun segera mengangkat telponnya.
"Hallo, dengan mbak Gintan ?" tanya seseorang di ujung telpon.
"Iya, saya sendiri ! Maaf, ini dengan siapa, ya ?" tanya Gintani.
"Oh iya, mbak ! Saya Gina, dari bagian administrasi di rumah sakit Harapan. Saya hanya ingin mengingatkan jika biaya cuci darah atas nama tuan Wira sudah keluar. Dua hari lagi, tuan Wira diharuskan menjalani cuci darah agar kondisinya bisa stabil kembali." jawab perawat Gina.
"Ah, ya ! Saya akan usahakan untuk secepatnya membayar biaya tagihan kakek saya. Terima kasih atas informasinya, sus !" ucap Gintani.
"Sama-sama. Kalau begitu saya tutup dulu telponnya ya, mbak ! Selamat sore ! Assalamualaikum !"
"Waalaikumsalam." ucap Gintani lemah seraya menutup telponnya.
Alex melihat perubahan raut wajah Gintani sesaat setelah menerima telponnya.
"Telpon dari siapa, Tan ?" tanya Alex.
"Rumah sakit, bang !" jawab Gintani.
"Kakek kamu kenapa ?" tanya Alex lagi.
"Dua hari lagi kakek hendak cuci darah. Dan tagihan untuk cuci darahnya sudah keluar. Gintan hanya bingung saja, harus kemana lagi mencari uang buat cuci darah kakek." ujar lirih Gintani.
Alex hanya diam menanggapi ucapan Gintani. Bukannya tidak ingin membantu, tapi dia sendiri tidak tahu harus berbuat apa. Sementara untuk pengobatan penyakit ibunya pun, masih Argha yang menanggungnya.
"Kamu yang sabar, ya Tan !" ucap Alex seraya menepuk pelan bahu Gintani.
Gintani hanya menatapnya dan tersenyum manis.
Tak lama berselang, telpon Gintani kembali berbunyi.
"Bibi Shella !" gumam Gintani. Dia pun segera mengangkat telpon dari tantenya itu.
"Hallo ! Gintan ! Kamu di mana ? Apa sudah kamu dapatkan uangnya !" teriak bibi Shella.
"U...uang apa, bi !" tanya Gintani mengernyitkan dahinya.
"Kamu lupa, atau kamu pura-pura lupa, hah ! Bukankah kamu yang menjanjikan akan mengembalikan uang tuan Broto !" teriak bibi Shella di ujung telpon.
Seketika kaki Gintani terasa lemas seakan tak bertulang. Dia mulai sedikit limbung dan memegangi kursi yang berada di hadapannya.
"Hallo ! Hallo ! Gintan...! Gintani !" kembali bibi Shella berteriak.
Namun pikiran Gintani telah kacau. Tanpa banyak bicara, dia kemudian menutup telpon dari bibinya.
Alex kembali memperhatikan raut wajah Gintani yang kini mulai memerah. Matanya mulai berair, namun Gintani tidak kunjung menangis.
"Tan, are you oke !" tanya Alex hati-hati.
Gintani melirik ke arah Alex. Tatapan matanya terlihat sendu.
"kenapa bang ? Kenapa tekanan demi tekanan harus datang dalam kehidupanku ! Aku benar-benar stres, bang ! Semua tekanan ini hampir membuatku gila !" ujar Gintani seraya menjambak rambutnya sendiri.
"Sabar, Tan ! Sabar !"
Bersambung....
Jangan lupa like vote n komennya ya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
Sarah
eis gila, maen usir aja tuh warga
2022-05-03
2
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
kasian gintani y
2021-12-20
1
Elisabeth Ratna Susanti
boomlike sampai sini dulu, plus rate 5 and fav❤️
2021-09-18
1