Argha menghampiri Alex. Dia kemudian menekan bahu sahabatnya dengan kuat.
"Aku menginginkannya !" ujar Argha penuh penekanan.
"Sorry Ar, gue nggak ngerti maksud lo !" ucap Alex seraya menepiskan tangan Argha dari kedua bahunya.
"Lo nggak ngerti atau lo pura-pura nggak ngerti ! Ayolah, Al ! Jangan coba-coba ngelindunginya, atau kau akan menyesali perbuatanmu, nanti !" ujar Argha menyeringai.
"Shitt !" umpat Alex. "Oke ! Sekarang juga, akan kupecat dia !" lanjutnya.
Alex tahu benar bagaimana sifat arogan sahabatnya yang satu ini. Karena itu, dia tidak akan mengambil resiko dengan mengorbankan banyak orang.
"Lo bodoh apa bego ? Sudah kubilang aku menginginkan dia, bukan memintamu memecatnya, dasar idi**t !" ujar Argha menghina.
"Bisa lebih perjelas lagi maksudmu, tuan Argha yang terhormat ?" ujar Alex yang sudah merasa jengah dengan semua kecongkakkan sahabatnya.
"Aku menginginkan tubuhnya !" ujar Argha dingin.
"Ar....!"
"Bos...!"
Seketika Kevin dan Bram berteriak mendengar ucapan Argha. Sedangkan Alex, dia hanya bisa diam karena dia tahu apa maksud dari kata menginginkan. Argha adalah teman sedari kecil. Alex sudah sangat memahami tabiat Argha.
"Cukup, Ar ! Jangan pernah bermain-main dengan kehidupan seseorang !" bentak Alex.
"Shitt ! Lo udah berani bentak gue, hanya karena cewek murahan itu !" Argha semakin meradang.
"Aku tahu bagaimana sifatmu, Ar ! Tapi, please ! Hentikan semua ini ! Dia sudah banyak menderita akibat ulahmu ! Setidaknya, berbaik hatilah sedikit. Biarkan dia bekerja di pub ini tanpa gangguan apa pun dari dirimu ! Dan aku tegaskan kepadamu ! Gintani itu wanita baik-baik, dia datang murni hanya untuk bekerja sebagai waitress di tempatku, bukan sebagai gadis yang akan menjajakan tubuhnya." ujar Alex mencoba bernegosiasi.
"Kalau begitu, lo harus bisa membuatnya agar dia menjual tubuhnya padaku !" ujar Argha penuh penekanan.
"Brengsek lo, Ar !" ujar Alex mengepalkan tangannya.
"Kenapa ? Lo marah ? Apa lo menyukainya ?" tanya Argha menyeringai.
"Gila, lo bener-bener sudah gila !" ujar Alex seraya berdiri hendak meninggalkan ruangan itu.
"Lo serahkan dia padaku, atau gue putus semua pengobatan ibumu !" ancam Argha dingin.
Seketika Alex menghentikan langkahnya. "Lo ngancam gue, Ar !" ujarnya dingin.
"Anggap saja seperti itu." jawab Argha santai sembari menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya.
Alex membalikkan badannya, "dengar, aku tidak bisa menjanjikan apa pun sama lo, tapi jika gadis itu memang menginginkan pekerjaan yang lebih, maka aku sendiri yang akan menyerahkannya kepadamu." ujar Alex seraya pergi meninggalkan ketiga sahabatnya.
Argha meremas batang rokok yang baru saja dihisapnya. Sedangkan Kevin dan Bram hanya bisa bergidik ngeri melihat perubahan raut wajah sahabatnya itu.
Dengan perasaan kesal, Alex mendaratkan bokongnya di kursi pribadinya di balik meja bar. Matanya mulai menatap sendu ke arah seorang gadis yang sedang melayani permintaan costumer. Alex sedikit menyesali keputusannya yang menjanjikan sesuatu yang mustahil kepada Argha. Alex hanya berharap, semoga saja Argha tidak akan menagih janjinya secepat mungkin.
Pukul 23.00, Alya keluar dari ruangan itu bersama seorang pria paruh baya di sampingnya. Gintani memperhatikan kebersamaan mereka. Terlihat Alya menggandeng pria itu dengan sangat nyamannya. Sesekali mereka tertawa dengan tangan sang pria menyurai lembut rambut panjang Alya. Gintani semakin penasaran dengan hubungan mereka. Rasanya Gintani ingin bertanya, tapi dia tidak tahu harus memulainya dari mana.
Setelah mengantarkan pelanggannya ke depan pintu, Alya pun kembali lagi ke meja bar. Alya merasa heran melihat Alex duduk melamun seraya memperhatikan Gintani. Sejurus kemudian, Alya menyenggol bahu Gintani.
"Bang Alex, kenapa Tan ?" tanya Alya.
Pertanyaan Alya berhasil membuat Gintani menoleh kepada atasannya.
"Entahlah ! Aku sendiri nggak tahu, sejak keluar dari ruang 9 beberapa menit yang lalu, dia hanya diam seperti itu." jawab Gintani
Room 9, bukankah itu ruangan khusus tempat dia berkumpul sama teman-temannya. Ish, apa dia sedang bermasalah dengan teman-temannya ? batin Alya mencoba menebak suatu kemungkinan.
"Apa mungkin bang Al sedang memiliki masalah, Tan ?" tanya Alya lagi.
"Sudahlah, bukan urusan kita ! Sebaiknya kita bekerja lagi !" jawab Gintani mencoba mengalihkan perhatian Alya.
Mereka pun kembali melakukan pekerjaannya. Hingga lewat tengah malam, para pengunjung pun mulai pulang satu persatu. Tak ingin keberadaan Argha diketahui oleh Gintani dan Alya, akhirnya Alex menyuruh kedua gadis itu pulang sebelum waktu kerjanya habis.
"Loh, tapi kan tempatnya belum tutup, bang !" ujar Alya saat Alex memesankan taksi untuk mereka pulang.
"Biar abang saja sama karyawan cowok yang membereskannya Al, kalian pulanglah !" perintah Alex.
"Tapi bang, kita bisa kok bantuin abang beres-beres dulu ruangan ini." ujar Gintani.
"Tak apa, pulanglah ! Mumpung abang lagi baik, jarang-jarang kan abang kasih diskon waktu kerja, he...he..he...!" jawabnya terkekeh.
"Beneran nggak apa-apa nih bang, kita pulang duluan ? Jadi nggak enak nih !" ucap Alya lagi.
"Beneran, udah sana gih ! Kasian, abang taksinya udah nungguin dari tadi !"
"Yeay, ngusir ! Ya udah, kita balik dulu ya bang ! Dadah abang !" ujar Alya seraya menarik pelan tangan Gintani.
Dengan bergandengan tangan, mereka pun keluar dari pub itu dan menaiki taksi yang sudah disiapkan oleh bosnya.
Sepanjang perjalanan, Gintani mencoba mencari tahu tentang hubungan Alya dengan pria yang dilihatnya tadi. Tapi sayangnya, Alya hanya menjawab jika laki-laki itu hanya customer tetap di tempat mereka bekerja. Selain itu, Alya tak menceritakan apa pun lagi, membuat rasa penasaran Gintani semakin memuncak.
☘️☘️☘️
Keesokan harinya, Gintani kembali ke rumah sakit untuk menjaga kakeknya. Mulai hari ini, Gintani hanya akan menjaga kakeknya di siang hari.
"Pagi kek, gimana kabarnya ?" tanya Gintani begitu tiba di kamar rawat kakeknya.
"Alhamdulillah, kakek baik-baik saja Tan !" jawab kakek Wira, pelan.
Gintani mencuci tangannya, setelah itu dia menghampiri kakeknya dan duduk di kursi yang berada di samping ranjang kakeknya. Gintani meraih tangan yang tampak semakin kurus itu, kemudian menciumnya.
"Kamu nggak kerja, Tan ?" tanya kakek Wira.
Gintani diam sejenak. Sebenarnya dia bingung harus bicara apa, tapi bagaimanapun juga, Gintani tidak bisa menyembunyikan keadaan. Mau sampai kapan dia membohongi kakeknya. Gintani sendiri bukan tipikal orang yang bisa terus hidup dalam kebohongan.
"Kek, emm..., sebenarnya, Gintan sudah tidak bekerja di perusahaan itu lagi. Ta...tapi kakek tidak usah khawatir, Gintan sudah dapat pekerjaan baru. Hanya saja, Gintan bekerja di ship malam, jadi Gintan tidak bisa menjaga kakek di malam hari." ucap Gintani.
Kakek Wira merasa sedih saat cucunya harus bekerja di malam hari. Dia merasa khawatir akan keselamatan cucunya.
"Nak, sebenarnya pekerjaan apa pun tidak jadi masalah, yang penting halal. Kakek hanya khawatir akan keselamatanmu. Tidak bisakah kau mencari lagi pekerjaan yang memiliki waktu kerja di siang hari ?" tanya kakek Wira.
Gintani tersenyum seraya mengusap pucuk kepala kakeknya. "Tidak usah khawatir, kek ! Gintan baik-baik saja." ucapnya.
"Permisi mbak, kakeknya di periksa dulu ya ?" ujar salah seorang perawat yang memasuki ruangan kakek Wira untuk memeriksanya.
Gintani kemudian menggeserkan kursinya ke belakang. Memberikan ruang agar perawat itu lebih leluasa memeriksa kakeknya.
Setelah selesai melakukan pemeriksaan, kakek Wira pun diberikan suntikan agar bisa kembali beristirahat.
"Maaf mbak Gintan, ini ada beberapa obat yang tidak tersedia di sini. Mbak bisa membelinya di apotek luar." ujar perawat yang tadi memberikan suntikan kepada kakek Wira.
"Oh iya, emm, apotek nya di mana ya sus ?" tanya Gintani.
"Di seberang rumah sakit, sekitar 100 meter di sebelah kanan, di sana ada apotek, mbak. Namanya apotek Surya. Mbak coba saja cari di sana ! Setahu saya di sana obat-obatannya sangat lengkap." jawab sang perawat.
"Ah, baiklah. Kalau begitu saya titip kakek dulu sebentar ya, sus ! Saya mau beli obatnya dulu." ujar Gintani.
Perawat itu mengangguk seraya tersenyum.
Gintani segera keluar dari rumah sakit. Dia menyebrang jalan yang mulai terlihat padat, setelah itu dia berjalan ke arah kanan sesuai dengan arahan perawat tadi. Tiba di apotek, Gintani segera membuka pintu apotek, tiba-tiba..
BRUGH...!
Seorang pria yang tengah berjalan tergesa-gesa seraya menunduk, menabrak Gintani tanpa sengaja. Kantong plastik hitam yang sedang dipegangnya pun terjatuh hingga isinya berceceran.
"Eh maaf !" ujar Gintani seraya berjongkok untuk membantu pria itu membereskan barang-barangnya.
"Tidak apa-apa !" jawab sang pria tanpa menoleh.
"Ko***m ?" gumam Gintani yang masih bisa di dengar oleh pria tadi.
Secepat kilat tangan sang pria menyambar barang yang sedang dipegang Gintani.
Gintani mendongakkan kepalanya karena merasa kaget dengan aksi tangan sang pria. Bola mata Gintani membulat sempurna ketika mendapati pria itu adalah Nando, mantan kekasihnya.
"Na... Nando ?" ujar Gintani.
Nando hanya melengos begitu saja tanpa menghiraukan Gintani.
Sejenak Gintani diam seraya memperhatikan kepergian Nando. Tiba-tiba, mata Gintani menangkap sosok Nadhifa. Seorang gadis cantik yang cukup terkenal di kampusnya saat Gintani masih menjadi mahasiswa.
Nadhifa terkenal karena kecantikan, keramahan dan juga ketulusannya dalam berteman. Dia seolah menjadi paket komplit dari seorang gadis idaman. Berbanding terbalik dengan sosok Nando yang baru saja menabraknya. Apa mereka berpacaran ? batin Gintani saat dia melihat Nando menghampiri Nadhifa dan bersama-sama memasuki mobil Honda jazz berwarna hitam.
"Astaghfirullah...!" gumam Gintani saat menyadari sesuatu. "Apa mungkin Nando akan berbuat tidak senonoh terhadap pacarnya ? Aku harus mengikutinya."
Gintani segera keluar dan menghampiri ojek yang sedang mangkal tak jauh dari apotek Surya.
"Tolong ikuti mobil itu ya, bang ! Tapi jaga jarak, ya !" pinta Gintani.
"Siap neng !"
Ojek pun melaju dengan kecepatan yang cukup untuk mengikuti mobil yang ditunjukkan tadi.
Setelah beberapa menit, mobil pun tiba di sebuah rumah kosong.
"Stop ! Stop, bang !" ujar Gintani.
Ojek pun berhenti.
"Bang tolong tunggu di sini ya ! Nanti kalau saya teriak, abang masuk saja, oke !" Gintani memberikan perintah.
"Siap neng !" jawab abang ojek.
Dengan mengendap-endap, Gintani pergi menuju rumah kosong ini. Gintani tahu apa yang hendak dilakukan oleh Nando kepada gadis itu. Gintani pernah merasakan seperti ini. Saat itu Nando mengajak Gintani ke rumahnya dengan alasan meminta bantuan mengerjakan tugas. Tapi siapa sangka, di rumah kosong ini, Nando justru melecehkannya dengan mengajak Gintani berbuat mesum. Gintani menolak, Nando marah dan akhirnya hubungan mereka pun berakhir.
Di luar, Gintani mulai mendengar suara pertengkaran kecil dari dalam rumah. Gintani juga mulai mendengar tamparan dan suara benda jatuh. Tanpa menunggu waktu, Gintani segera membuka pintu yang ternyata tidak di kunci. Gintani mengedarkan pandangannya di sekeliling ruang tamu, tapi dia tidak menemukan kedua manusia itu.
PLAKK....
"Aaahhhh.. !"
Kembali terdengar suara tamparan diiringi teriakan seorang wanita dari dalam kamar. Dengan sekuat tenaga, Gintani menendang pintu kamar.
BRAKK...!
Pintu terbuka akibat tendangan Gintani sang pemilik sabuk hitam dalam ilmu silat. Gintani merasa geram melihat pemandangan di hadapannya.
Nando yang sudah setengah telanjang tampak sedang menindih seorang wanita yang kepalanya bergerak ke kanan ke kiri untuk menghindari ciuman dari Nando.
"Dasar pria bejat !" teriak Gintani seraya menarik keras bahu Nando hingga terjengkang.
"Lo !" teriak Nando kaget. "Ngapain lo ada di sini ! Pergilah, ini bukan urusan lo !" usir Nando penuh amarah.
"Jelas ini urusan gue, Nadhifa itu sahabat gue ! Apa menurut lo, gue bakalan diam saja melihat mantan kekasih bejat kayak lo berusaha melecehkan teman gue !" teriak Gintani seraya membangunkan Nadhifa.
"Shitt !"
Nando melayangkan tinjunya ke arah Gintani, namun secepat kilat Gintani menangkap lengan Nando dan memutarnya hingga tangan Nando terpelintir ke belakang.
"Dengar sayang, aku yakin kau tidak ingin merasakan kembali tersiksanya hidupmu akibat patah tulang di lenganmu !" bisik Gintani di telinganya Nando.
"Lepasin gue !" teriak Nando.
"Gue lepasin lo dengan satu syarat ! Berhenti lo lecehin cewek-cewek baik ! Atau gue laporin semuanya ke polisi. Kalau emang lo mau enak-enak, nikah dong ! Atau lo jajan noh di tempat yang jualan cewek gituan, biar hidup lo sengsara terkena penyakit Aids. Enak aja lo mau rusak anak orang ! Lo punya adik cewek, lo nggak mikir apa kalau adik cewek lo dilecehin sama pacarnya !" teriak Gintani kesal seraya mendorong tubuh mantan kekasihnya.
"Ayo !" ajak Gintani menarik tangan Nadhifa. "Jangan kejar gue, atau gue jeblosin lo ke penjara !" teriak Gintani yang melihat Nando mengambil ancang-ancang untuk mengejarnya.
Kembali Gintani menarik tangan Nadhifa dan membawanya lari.
"Ayo naik !" perintah Gintani saat mereka tiba di depan ojek yang menunggunya. "Bang, reptil nggak apa-apa kan ?" tanya Gintani.
"Reptil ?" abang ojek mengulang ucapan Gintani.
"Iya, reptil ? Rengkep Tilu....! He...he...he...!" ujar Gintani seraya menaiki ojeknya.
"Aeh, ternyata si eneng teh orang sunda juga, sama atuh neng, mamang ge asli Garut. Hayu, siaplah ! Reptil, ayo berangkat !" ujar abang ojeknya yang membuat Nadhifa terkekeh dan sedikit melupakan kejadian buruk yang di alaminya.
Setelah melewati satu jam perjalanan, akhirnya motor tiba di apotek yang tadi Gintani kunjungi. Gintani pun segera turun.
"Maaf mbak, saya nggak bisa antar mbak pulang. Kalau mbak nya mau, mbak bisa gunakan ojeknya untuk mengantarkan mbak pulang. Saya rasa abang ojeknya tidak akan keberatan, ya kan bang ?"
"Eh siap atuh neng ! Kemanapun tujuannya, pasti mamang antarkan selama masih dibayar mah !"
"He...he...he, iya mang, nanti saya bayar dua kali lipat !" ujar Nadhifa. "Eh, kenalkan, namaku Nadhifa !" ujar Nadhifa seraya mengulurkan tangannya.
"Gintani !" jawab Gintani seraya menjabat tangan Nadhifa.
"Maaf, tadi di rumah Nando, kau bilang kau mengenalku. Apa sebelumnya kita pernah bertemu ?" tanya Nadhifa.
"Siapa sih yang tidak mengenal Nadhifa Putri Adisastra, seorang primadona kampus Nusantara." jawab Gintani.
"Ah, jadi kau mahasiswi di kampus Nusantara juga ? Jurusan apa ?"
"Bukan, mbak ! Saya hanya pernah kuliah di sana, tapi sekarang sudah tidak lagi ! Oh iya mbak, saya harus ke apotek dulu mau beli obat kakek. Permisi !" pamit Gintani seraya melangkahkan kakinya.
"Tunggu !" teriak Nadhifa, turun dari ojeknya dan menghampiri Gintani. "Boleh aku pinjam ponselmu ?" tanyanya.
Meski tak mengerti, Gintani pun menyerahkan ponselnya.
Nadhifa mulai mengetikkan nomornya di ponsel Gintani. Kemudian dia menekan tombol hijau dan tak lama, ponselnya pun berdering.
"Aku sudah save nomorku di ponsel kamu. So, Maukah kau berteman denganku ?" ujar Nadhifa kembali mengulurkan tangannya.
Dengan senyum mengembang, Gintani menerima uluran tangan Nadhifa. Untuk sejenak mereka pun saling berpelukan.
Bersambung...
Jangan lupa like vote n komennya ya 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
🍁ᴬᴿᵂ☕ Rest
ketemu adeknya si argha donk
2022-07-25
0
Adam
itu, bukannya adek si songong, ya
2022-05-02
2
Ilghan
ya, berteman ma adeknya si songong donk
2022-03-29
3