Sepeninggal Alex, Alya pun mengajak Gintani memasuki ruangan di balik meja bar. Dia mulai mengenalkan satu persatu jenis minuman beralkohol kepada Gintani. Dia juga mengajari Gintani cara membuat milkshake dan jenis-jenis minuman bersoda lainnya.
Alya mulai mengenalkan aturan-aturan yang ada di tempat kerjanya.
"Gajinya di bayar harian, Tan." ujar Alya membuka pembicaraan seraya sibuk membuat milkshake orderan pelanggan. "Semalam, kita cuma mendapatkan uang 200 ribu. Karena gajinya harian, jadi bang Alex tidak menerapkan hari libur. Intinya, kalau mau dapat uang ya kita masuk kerja. Tidak masuk kerja pun tak apa-apa, toh bang Alex tidak akan merasa rugi ini." ujar Alya panjang lebar.
"Mbak, susu soda 1 !" ujar salah seorang pengunjung.
"Baiklah !" Gintani pun mulai membuatkan pesanan pelanggannya. Setelah selesai, dia kemudian menyuguhkannya kepada pelanggan yang ada di hadapannya.
Gintani kembali mendekati Alya. "200 ribu ? Hmm, aku rasa itu nominal yang cukup bagi aku, Al." ujar Gintani seraya duduk di kursi.
Alya tersenyum kecut, "Kau tidak tahu dunia malam seperti apa, Tan ? Awalnya, aku juga sama sepertimu, berpikir jika uang segitu cukup untuk menghidupiku. Tapi saat aku semakin terjun mengikuti dunia malam, aku mulai merasa itu tidaklah cukup." lirih Alya.
"Maksudmu ?" tanya Gintani seraya mengernyitkan dahinya.
"Sudahlah, nanti juga kau bisa merasakannya ?"
Tiba-tiba
"Al, gue pergi dulu ya !" pamit Sindi.
"Udah izin bang Alex ?" tanya Alya.
"Sudah ! Eh, aku nggak balik lagi, boleh ya ? Kan sekarang udah ada Gintan !" rayu Sindi kepada rekannya.
"Ish, balik dong ! Gintan kan belum bisa di lepas ke dalam ! Entar kalau ada customer yang minta PL, gimana ? Clara kan nggak masuk hari ini." rengek Alya
"Emang, om mu datang mau datang malam ini ?" Sindi malah balik bertanya.
"Ish, mana aku tahu ?" jawab Alya.
"Emang kamu nggak hubungi dia ?" tanya Sindi lagi.
"Aku nggak punya nomor telponnya." jawab Alya santai.
"Aneh ! Hubungan kalian itu seperti apa sih ? Di bilang jual beli bukan ? Karena buktinya dia cuma mau boking kamu doang. Jangan-jangan, kamu simpanannya ya, Al ?" goda Sindi.
"Sialan !" ujar Alya seraya melemparkan tissue ke arah rekan kerjanya.
"He....he...! Ya udah deh, aku pergi dulu, ya ! Nggak lama kok, paling cuma satu jam ! Maklum, dia udah tuir banget, nggak bakalan kuat lebih dari satu ronde ! Ha...ha...ha...!" tawa Sindi yang berhasil membuat Gintani bergidik.
"Itu maksudnya apaan, Al ?" tanya Gintani setelah melihat Sindi keluar bersama seorang pria lanjut usia.
"Itu yang aku omongin tadi sore ke kamu."
Gintani mengernyitkan dahinya, sejurus kemudian dia menggelengkan kepalanya.
"Maaf Al, aku lupa !" ujarnya pelan.
"Eeh, dasar nenek !" ledek Alya. "Itu yang aku maksud sikap bang Alex yang ngelarang nggak, nyediain juga nggak. Jadi gini loh, Tan ! Bang Alex sadar, jika gaji yang dia berikan untuk karyawannya mungkin tidak akan cukup. Karena itu, dia tidak pernah melarang karyawannya yang hendak melayani nafsu pengunjung, asalkan mereka tidak melakukannya di tempat ini. Dan Sindi, dia termasuk gadis yang sudah terjebak dengan dunia malam. Karena itu dia sering izin keluar hanya untuk melayani hasrat pria-pria hidung belang." ujar Alya.
"Astaghfirullah hal adzim...!" ujar Gintani gusar mendengarkan penjelasan Alya.
"A.. apa Sindi tidak merasa risih ?" tanya Gintani lagi.
"Entahlah ! Tapi yang aku pelajari sejak bekerja di dunia malam, ada 2 cara untuk mendapatkan uang dengan mudah. Pertama, melayani hasrat pria hidung belang dan yang kedua, menjadi simpanan om-om. Kamu pilih yang mana, Tan ? He...he...!" gurau Alya.
"Mohon maaf, tidak untuk keduanya !" gerutu Gintani kesal.
Alya tergelak melihat perubahan raut wajah Gintani. Namun seketika tawa Alya terhenti saat seorang pria paruh baya berjalan melewati mereka. Lelaki itu tampak melirik ke arah Alya. Sejurus kemudian dia menghilang memasuki ruang 15.
"Permisi nona Alya ! Tuan saya sudah menunggu anda !" ujar seorang pemuda yang tadi berjalan di belakang lelaki paruh baya itu.
"Ah, baiklah ! Saya ke sana sekarang juga !" jawab Alya.
"Baiklah, kalau begitu saya pergi dulu, nona !" ujar pemuda itu seraya membungkukkan badannya dan pergi.
"Tan, aku samperin pelanggan dulu, ya !" pamit Alya.
Gintani hanya mengangguk seraya menatap punggung Alya yang mulai menghilang.
Jadi seperti itu yang namanya pekerjaan jadi pemandu lagu itu ! gumam Gintani.
☘️☘️☘️
Room 9
Tampak 3 orang pemuda tengah asyik bercengkrama di ruangan itu.
"Si Argha mana, Bram ? Kok dia belum nongol juga ?" tanya seorang pria bule berambut pirang.
Bukannya menjawab, Bram hanya menggedikkan bahunya sambil terus memainkan stik game nya.
"Ish, bukannya lo asistennya, kok sampai nggak tahu gitu, sih !" pria bule itu berkata lagi seraya melemparkan kulit kacang ke arah temannya.
"Yaaah..., kalah kan ! Gara-gara lo nih !" gerutu Bram melemparkan stik game nya dan berlari ke arah kawannya yang melemparkan kulit kacang tadi.
"Sialan lo Kev, lo udah bikin gue bangkrut nih !" ujar Bram seraya menjitak kepala Kevin, sahabatnya. Pergumulan pun terjadi di antara keduanya.
Alex pun hanya tersenyum melihat tingkah mereka. Dia pun pergi keluar untuk membantu para karyawannya.
"Gimana, Tan ? Ramai ?" tanya Alex berdiri di belakang Gintani.
"Astaghfirullah hal adzim...!" Gintani terkejut melihat kedatangan bos nya yang tiba-tiba.
"Aha...ha..ha...! Maaf, kaget ya ?" tanya Alex lagi seraya menuangkan minuman bersoda di meja kerjanya.
"I..iya, bang !" jawab Gintani gugup.
"Nih, minum dulu kalau kaget !" Alex menyerahkan gelas yang telah diisi minuman bersoda tadi.
"Ti... tidak, bang ! Makasih, tapi Gintan nggak minum soda !" tolak halus Gintani.
"Ups ! Maaf..! Kalau gitu, kamu buat saja minuman yang kamu suka di sini !" perintah Alex.
"Iya, bang ! Gampang itu mah, nanti kalau Gintan haus, Gintan pasti bikin kok !" jawab Gintani.
"Ngomong-ngomong, Alya mana Tan ?" tanya Alex.
"Oh, itu ! Emm, tadi Alya disuruh mendampingi seorang bapak-bapak di room nomor 15." jawab Gintani.
"Oh, jadi om Jaya datang hari ini." gumam Alex.
"Om Jaya ?" tanya Gintani.
"Ah iya, beliau salah satu pelanggan tetap di tempat ini. Kebetulan, kalau kemari beliau hanya mau ditemani oleh Alya." ujar Alex menjelaskan.
"Ta..., tapi, mereka tidak melakukan hal yang macam-macam kan, bang ?" tanya Gintani tampak khawatir
Alex mengernyitkan dahinya, merasa bingung dengan ucapan Gintani. Sepertinya ada nada khawatir di balik ucapannya.
"Kamu kenapa, Tan ? Kok kamu terlihat cemas begitu ?" tanya Alex.
"Ti... tidak bang ! Aku..., aku hanya khawatir kalau pria itu akan melecehkan Alya. Abang bayangin aja, mereka cuma berdua di ruangan tertutup itu. Ba... bagaimana jika nanti pria itu berbuat tidak baik pada Alya ?"
Alex tersenyum mendengar kepolosan Gintani. Dia mendekat ke arah Gintani kemudian menepuk pelan bahu Gintani.
"Tidak usah khawatir, saya bisa pastikan jika om Jaya tidak akan melakukan hal buruk kepada Alya." ujarnya.
"Tapi, bang !" Gintani menatap sendu kepada Alex.
syerrr....
Entah kenapa, tiba-tiba saja Alex merasakan gelanyar aneh di tubuhnya. Darahnya berdesir melihat tatapan sendu Gintani. Tak ingin terjebak dengan perasaan lebih lanjut, Alex pun memalingkan wajahnya.
"Sudahlah ! Kembalilah bekerja !" perintah Alex.
Gintani mengangguk, dia pun mulai kembali ke depan dan melayani beberapa pengunjung yang minta dibuatkan berbagai macam minuman.
Alex tersenyum melihat Gintani yang begitu cekatan. Sepertinya Gintani gadis yang cukup pintar, itu terlihat dari cara dia yang telah mampu mengingat berbagai jenis minuman yang berjejer rapi di rak belakang. Meski sesekali Gintani terlihat bingung bagaimana cara menuangkan takarannya kepada gelas kecil yang dinamakan seloki.
"Sindi belum datang, Tan ?" tanya Alex memecah kesunyian.
"Belum terlihat kembali sih, bang !" jawab Gintani.
"Ah, anak itu ! Kenapa susah sekali diberitahu !" ujar Alex gusar.
"Maksudnya, bang ?"
"Berulang kali aku ingatkan agar tidak melayani pria-pria hidung belang, tapi dia tidak pernah menggubrisnya. Aku merasa bersalah karena tidak mampu memberikan gaji yang besar, sampai akhirnya karyawanku berbuat nekat seperti itu." ujar Alex seraya mengusap kasar wajahnya.
"Kenapa bang Alex khawatir sekali ?" tanya Gintani penasaran.
"Tentu saja aku khawatir, dia karyawanku ? Aku takut terjadi apa-apa padanya ? Apa kau tahu, Tan ? Jika dia terlalu sering bergonta-ganti pasangan, aku takut dia bisa terkena penyakit kelamin !" ujar Alex.
Gintani bergidik ngeri mendengar perkataan bos nya.
"Tenang saja, bang ! Nanti Gintan coba ngomong pelan-pelan sama mbak Sindi, supaya mbak Sindi bisa segera sadar dan tidak mengulangi perbuatan itu lagi."
ujar Gintani seraya memegang tangan bos nya.
Deg....deg...deg....
Jantung Alex berpacu lebih cepat saat Gintani memegang tangannya. Ada sebuah rasa yang pernah hilang, kembali dia rasakan. Tidak bisa dipungkiri, jika tatapan sendu milik Gintani, mengingatkan Alex kepada almarhum tunangannya. Alex pun kembali memalingkan pandangannya. Dia tidak ingin terjebak dengan perasaan yang telah dia kubur.
"Aku ke ruanganku dulu !" ujarnya gugup. "Oh iya, jika ada seorang pria yang menanyakanku, katakan aku sudah menunggunya di ruang 9 !" lanjut Alex memberikan perintah.
Gintani mengangguk.
Alex segera melangkahkan kakinya menuju ruang 9. Saat dia membuka pintunya, pergumulan kedua sahabatnya masih saja terjadi. Sesekali Bram dan Kelvin saling melemparkan kulit kacang. Hingga ruangan yang tadinya bersih, kini tampak seperti kapal pecah.
Alex mendaratkan bokongnya di sofa sudut. Sejenak dia diam untuk mengatur ritme jantungnya yang mulai berantakan. Sosok Gintani telah membuka kembali luka lamanya. Luka saat kekasih yang dicintainya pergi untuk selamanya.
Melihat sahabatnya kembali dan hanya melamun sendirian, Bram dan Kevin pun menghentikan kegiatannya. Untuk sejenak mereka saling pandang, seolah sedang berkomunikasi lewat tatapan. "Eh bro ! Si Alex kenapa tu ?" / "Entahlah !" kira-kira, seperti itulah arti tatapan mereka.
"Lo kenapa, Al ! Kayak patung manekin aja, diem mulu ! Sariawan ya !" ujar Kelvin.
"Ah, nggak ! Gue nggak apa-apa !" hindar Alex.
"Bro, kita tuh berteman sudah sejak SMA, jadi lo nggak bisa bohongi kita. Gue tahu, lo pasti lagi ada masalah." ujar Bram.
"Hhhh...!" Alex menarik napasnya panjang dan membuangnya dengan perlahan.
"Aku hanya sedang memikirkan salah satu karyawanku saja. Hampir setiap malam dia pergi keluar bersama pria-pria hidung bilang. Aku khawatir jika suatu hari nanti, dia bisa terkena penyakit kelamin." ujar Alex.
"Ish, kau ini ? Kenapa kau terlalu baik sampai memikirkan mereka sejauh itu ?" tegur Kevin.
"Mereka karyawanku, Kev. Aku punya tanggung jawab penuh kepada mereka."
"Tapi kan kamu sendiri sudah memperingatkan mereka. Jika mereka masih ngeyel, ya sudah, biar mereka tanggung sendiri akibatnya." ujar Kevin lagi.
"Apa yang diucapkan Alex ada benarnya juga, Kev. Gue sendiri nyesel karena tidak bisa memberikan keadilan pada salah satu karyawan gue." ujar Bram lemah.
Bayangan Gintani yang mendatanginya karena meminta alasan pemecatan, masih membekas dalam ingatannya.
"Maksud lo, cewek yang dipecat si Argha itu ?" tanya Kevin.
Bram mengangguk.
"Ya, lo tahu sendiri kan, gimana sifat Argha. Sudahlah, tidak usah dipikirkan ! Kita ke sini kan buat senang-senang, bukan buat ajang mengumbar kesedihan. Lagian itu kan bukan urusan kalian !" ujar Kevin yang memang selalu menganggap enteng sebuah permasalahan.
"Tapi gue bener-bener penasaran, bro ! Sebenarnya, apa yang sudah gadis itu lakukan, sampai-sampai si Argha memecatnya sepihak seperti itu ?" tanya Alex.
Bram mengeluarkan ponselnya, dia pun mulai mencari berita viral beberapa hari yang lalu. Berita tamparan yang dilakukan seorang gadis terhadap CEO APA Architecture yang paling disegani di kota itu.
Bram kemudian menyerahkan ponselnya kepada kedua temannya yang langsung diikuti tatapan terkejut dari kedua temannya itu. Terlebih lagi Alex, matanya membulat sempurna melihat tokoh utama dalam video itu.
"Ya Tuhan ! Gadis itu !" pekik Alex.
Bram dan Kevin menoleh ke arah sahabatnya.
"Kenapa Al ?" tanya mereka serempak.
"Dia salah satu karyawanku." jawab Alex.
"Apa !!" kembali mereka berteriak.
"Tapi, kenapa bisa ? Sejak kapan ?" tanya Bram beruntun.
"Dia teman dari karyawanku, dan sejak malam ini dia mulai bekerja di sini !" jawab Alex.
"Astaga, Al ! Lo cari masalah aja !" gerutu Kevin.
"Ish, mana aku tahu jika gadis itu memiliki masalah dengan Argha." jawab Alex.
"Sudahlah, lebih baik kamu pecat saja dia ! Daripada nanti si Argha marah besar sama lo !" saran Kevin.
"Ish, enak saja main asal pecat ! Yang aku takutkan bukan masalah marahnya Argha ke gue, tapi gue takut Argha kembali lepas kendali jika sampai bertemu gadis itu lagi." ujar Alex.
"Lo benar, Al ! Untuk malam ini, sebaiknya lo sembunyikan dulu Gintani di tempat aman. Jangan sampai si Argha melihatnya !" timpal Bram.
Tapi ternyata, siapa sangka jika kerisauan mereka di dalam ruangan justru menjadi tak pernah berarti dengan kejadian yang baru saja terjadi di luar beberapa menit lalu.
Argha merasa kesal dengan sikap ibu tirinya yang memaksanya untuk menjemput Jesica di bandara. Belum lagi hilang kekesalannya, tiba-tiba dia melihat gadis yang dibencinya sedang berdiri di balik meja bartender sedang melayani para pengunjung. Seringai licik tersungging begitu saja di kedua sudut bibirnya. Dengan langkah tergesa-gesa, Argha segera menuju ruangan tempat mereka berkumpul.
BRAKK....!
Argha membuka pintu ruangan itu dengan kasarnya. "Alex ! Serahkan dia padaku !" teriak Argha menggema di ruangan yang kedap suara itu.
Semua mata memandang ke arahnya dengan penuh ketegangan.
"Hai, bro !" sapa Kevin mencoba mencairkan suasana.
Argha menghampiri Alex. Dia kemudian menekan bahu sahabatnya dengan kuat.
"Aku menginginkannya !"
Bersambung....
Jangan lupa like vote n komennya ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
Ilghan
dasar gila tuh si argha
2022-03-29
3
🍒 rizkia Nurul hikmah 🍒
aneh Alya udh lama kerja tp masa TDK prnh lihat wajah teman Alex Bram dan Argha
2021-12-08
1
🍒 rizkia Nurul hikmah 🍒
thorrr mau Lo Lo mau km km mau gue gue ... KLO BS jgn d campur
2021-12-08
1