"Perjodohan seperti apa yang meminta bayaran, bi ? Benarkah aku hendak dijodohkan, atau justru dijual olehmu ! Kenapa bibi lakukan itu padaku ? Kenapa bibi tega melakukan semua itu padaku ? JAWAB !!"
PLAKK....!!
Bukan jawaban yang Gintani dapatkan dari bibi Shella, tapi justru tamparan yang semakin keras hingga membuat Gintani jatuh tersungkur ke lantai. Seketika darah segar pun keluar dari sudut bibir Gintani yang terluka.
Gintani memegang pipinya yang semakin merah akibat tamparan bibi Shella. Bukan fisiknya saja yang terasa sakit, hatinya pun lebih sakit dengan semua perlakuan bibinya yang seharusnya bisa menggantikan peran seorang ibu.
Dulu, sejak kakek Wira mengambil dia dari panti asuhan ke rumah ini. Dia berharap dia bisa kembali merasakan kasih sayang orang tua. Tapi ternyata, apa yang dia harapkan, tak pernah terwujud menjadi kenyataan. Kehadirannya di rumah ini tak lebih dari seorang pembantu yang bisa disuruh ini itu dengan gratis.
Demi kakeknya, Gintani coba bertahan di rumah ini. Demi kakeknya yang sangat menyayanginya, Gintani pun mencoba berdamai dengan semua penderitaannya di rumah ini.
"Kenapa menatapku seperti itu ? Tidak suka ? Tidak terima ? Dengar ya anak sialan, jika kau tidak suka dengan semua perbuatanku kepadamu, silakan pergi dari rumah ini !" teriak bibi Shella.
Gintani mengalah. Dia tidak ingin lagi membuat bibinya semakin marah. Gintani pun segera berlari ke kamarnya. Tiba di kamar, dia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Menangis dalam diam seraya mer***s dadanya yang terasa sakit.
Setelah dia mulai merasa tenang. Dia meraih ponselnya yang berada di atas nakas, kemudian menghubungi rumah sakit untuk meminta salah satu perawatnya agar menjaga kakeknya. Malam ini, dia mengurungkan niatnya untuk menjaga kakeknya. Dia tidak ingin membuat kakeknya cemas jika melihat keadaan dirinya yang sangat berantakan.
Gintani bangun, dia berjalan dan duduk di depan meja riasnya. Gintani meraih kapas yang berada di hadapannya. Dia pun mulai membasahi kapas itu dengan cleanser, kemudian membersihkan make up di wajahnya.
Setelah di rasa wajahnya sudah cukup bersih, Gintani segera pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Beberapa menit kemudian, dia kembali ke kamarnya untuk solat isya.
Selepas solat, Gintani menengadahkan kedua tangannya untuk bermunajat kepada Illahi Robbi.
"Ya Allah yang maha pengasih dan penyayang. Ampunilah segala dosaku, dosa kedua orang tuaku. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku. Ya Allah yang maha memiliki jiwa dan ragaku. Tebalkanlah iman dan kesabaranku, agar aku ridho menjalani takdir yang Engkau gariskan untukku. Aamiin ya rabbal alamin."
Selepas berdo'a, Gintani mulai melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Hanya inilah yang membuat hati Gintani merasa tenang. Selesai mengaji, Gintani segera membuka mukenanya dan melipatnya. Setelah itu, dia mulai merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya.
Meski matanya terpejam, namun Gintani tak bisa menghilangkan perasaan gundahnya. Satu masalah belum selesai, sekarang timbul masalah yang baru.
"Hhhh...!" Gintani menghela napasnya. "Ya Allah..., harus darimana aku mendapatkan uang 500 juta dalam waktu seminggu ?" ucap lirih Gintani.
☘️☘️☘️
"Alya, pelangganmu sudah menunggu di room 15. Cepatlah !" ujar Alex sang manager sekaligus pemilik karaoke tempat dimana Alya bekerja di malam hari.
Alya Anandhini, seorang gadis cantik berusia setahun lebih tua dari Gintani. Siang hari, dia bekerja sebagai office girl di salah satu perusahaan arsitektur terbesar di kota ini. Tapi di malam hari, dia bekerja sebagai PL (Pemandu Lagu) di salah satu tempat karaoke yang berada di pusat kota.
Sejak ayahnya meninggal dunia, Alya pun menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Ibunya hanya seorang buruh cuci, dan adiknya masih duduk di kelas 8. Alya tidak ingin adiknya mengalami nasib yang sama dengan dirinya. Karena itu, dia pun berusaha keras untuk mendapatkan uang yang banyak untuk mencukupi kebutuhan adiknya.
Tok... tok...tok...
Alya mengetuk pintu kaca yang berwarna gelap di ruang 15.
"Masuk !" perintah suara berat dari dalam ruangan.
Alya membuka pintu itu, seketika tampak pria paruh baya yang langsung terlihat sumringah begitu melihat Alya memasuki ruangannya.
"Hallo sayang...! Akhirnya kau datang juga !" ujar lelaki itu seraya mengulurkan tangannya.
Alya membalas uluran tangan pria itu. "Maaf ya om, hari ini kerjaan Alya di kantor cukup banyak. Alya jadi terlambat pulang deh. Om nggak marah kan...?" ujar manja Alya seraya duduk di pangkuan pria itu.
"Ah, mana mungkin om bisa marah kepada boneka Barbie om yang cantik ini." puji pria itu seraya menyibakkan rambut Alya yang menghalangi leher sebelah kanan Alya.
"Kenapa akhir-akhir ini kamu sering terlambat datang, cantik ?" tanya pria itu seraya mengendus-endus leher mulus Alya.
"Ish..! Geli om..!" bukannya menjawab pertanyaan, Alya malah memekik pelan karena merasakan hawa panas menyebar di bagian leher kanannya.
"He ..he...he...! Tapi suka kan...?" ujar pria itu terkekeh.
"Ish, om nakal...!" ucap Alya seraya memijit pelan pria yang sedang memangkunya.
"Kenapa kamu sering terlambat pulang ?" tanya pria itu lagi.
"Itu karena teman yang suka membantuku sudah tidak bekerja lagi di kantor itu, om. Jadinya aku harus lembur karena membereskan semua pekerjaan sendirian." ujar Alya seraya melingkarkan kedua tangannya di leher pria itu.
"Sayang, kenapa kamu tidak resign saja dari pekerjaanmu ! Aku tidak mau kamu kecapean ! Lagipula aku masih bisa mencukupi kebutuhan kamu dan keluargamu..., hmmpp...!"
Pria paruh baya itu berkata sambil sesekali mengecup bibir kenyal Alya.
"Ah, om.. hmmm..., Alya tidak mau semua orang curiga terhadap Alya. Hmmpp...ehhmm...," jawab Alya di sela-sela ciumannya bersama pria itu.
"Kamu itu, pasti saja jawabannya seperti itu ! Om hanya tidak mau kamu kelelahan dan jatuh sakit." ujar laki-laki itu melepaskan ciumannya.
"Sudahlah om, Alya nggak apa-apa kok !" ujar Alya kembali mengecup pipi pria itu.
"Ngomong-ngomong, om mau ditemenin lagu apa, nih ?" tanya Alya pada pelanggannya.
"Satu Hati Sampai Mati saja, yang !" jawabnya seraya meraih mikrofon yang berada di atas meja.
🎵🎵🎵
Walau menangis pilu hati ini
Sayangku akan tetap abadi
Sampai akhir masa kau 'ku nanti
Hanya kau yang aku sayangi
Sumpah mati bukan maksud di hati
'Tuk meninggalkan dirimu, oh, kasih
'Ku melangkah pergi karena janji
Usah kasih engkau bersedih
Cintaku suci
Hanya satu untuk dirimu
'Ku percaya padamu
Kasih, 'ku akan menunggumu
Demi cintamu rela 'ku berpisah
Meski sekian lama kita takkan bersua
Pergilah, kasih
Usah risaukan 'ku yang menanti
Sungguh berat hatiku meninggalkan
Dirimu, kekasih, air mata berlinang
'Ku 'kan kembali kepada dirimu
Setiamu takkan 'ku duakan
Hanyalah dirimu, kasih satu yang 'ku sayang
Takkan tergantikan
Semoga kau dan aku satu hati sampai mati
Setia tak terganti
Walau menangis pilu hati ini
Sayangku akan tetap abadi
Sampai akhir masa kau 'ku nanti
Hanya kau yang aku sayangi
Sumpah mati bukan maksud di hati
'Tuk meninggalkan dirimu, oh, kasih
'Ku melangkah pergi karena janji
Usah kasih engkau bersedih
Cintaku suci
Hanya satu untuk dirimu
'Ku percaya padamu
Kasih, 'ku akan menunggumu
Demi cintamu rela 'ku berpisah
Meski sekian lama kita takkan bersua
Pergilah, kasih
Usah risaukan 'ku yang menanti
Sungguh berat hatiku meninggalkan
Dirimu, kekasih, air mata berlinang
'Ku 'kan kembali kepada dirimu
Setiamu takkan 'ku duakan
Hanyalah dirimu, kasih satu yang 'ku sayang
Takkan tergantikan
Semoga kau dan aku satu hati sampai mati
Setia tak terganti
Hanyalah dirimu, kasih satu yang 'ku sayang
Takkan tergantikan
Semoga kau dan aku satu hati sampai mati
Setia tak terganti
Hanyalah dirimu, kasih satu yang 'ku sayang
Takkan tergantikan
Semoga kau dan aku satu hati sampai mati
Setia tak terganti
🎵🎵🎵
Begitulah tingkah pasangan yang berbeda generasi itu. Berbagai macam lagu mereka nyanyikan, hingga akhirnya mereka kelelahan dan mulai terlelap satu sama lain.
Pukul 23.13. Alya mengerjapkan matanya. Dia kemudian membangunkan pria paruh baya itu.
"Om ! Om ! Bangun om !" ujarnya seraya mengguncang pelan bahu pria itu.
"Hooaam...!"
Pria itu menggeliat meregangkan otot-ototnya. "Ada apa sayang ?" ujarnya seraya menggosok kedua matanya yang mulai berair.
"Sudah malam ! Nanti istri om nyariin !" bisik Alya.
Pria itu melirik jam tangannya, benar saja, waktu memang sudah menunjukkan pukul 23.15.
"Ah, ya..! Kau benar sayang, ayo aku antar kau pulang !" ajak pria itu.
"Tidak usah, om ! Alya pulang naik taksi aja !" tolak halus Alya.
Si pria tersenyum. "Baiklah ! Ini untukmu !" ujar pria itu seraya memberikan 20 lembar uang pecahan seratus ribu.
"Banyak banget, om !" ujar Alya saat menerima uang tersebut.
"Bonus untukmu ! Hari ini, om baru memenangkan tender besar ! Ya sudah, om pulang dulu ya !" ucap pria itu seraya mengecup hangat kening Alya.
Alya tersenyum seraya mengangguk-anggukan kepalanya. Setelah bayangan pria itu menghilang dari pandangannya, perlahan Alya pun menyandarkan punggungnya.
"Ya Allah...! Aku tahu aku salah, tapi aku tak punya pilihan lain...!" gumamnya lirih.
Puas menyendiri, akhirnya Alya pun membenahi pakaiannya dan segera keluar dari ruangan itu. Dia berjalan menuju meja bartender. Tampak seorang pria tampan yang tengah duduk di balik meja. Alya segera mendaratkan bokongnya di kursi yang berhadapan dengan laki-laki yang ternyata bos nya.
"Masih aman Al ?" tanya Alex.
"Alhamdulillah, masih bang !" ucap Alya.
"Aku tahu, dia memang orang baik Al."
"Ta... tapi Alya merasa bersalah, bang ! Al takut jika suatu hari nanti, istrinya mengetahui semua ini."
"Sudahlah, tidak usah terlalu dipikirkan. Beliau tahu apa yang harus beliau lakukan. Pulanglah ! Sudah larut malam. Aku sudah panggilkan taksi aman untukmu." ujar Alex.
"Ini bang !" ujar Alya seraya menyerahkan sebagian uang yang tadi dia terima dari laki-laki itu.
"Apa ini Al ?" tanya Alex mengernyitkan dahinya.
"Bonus buat abang. Hari ini om memberiku banyak uang." jawab Alya.
"Ish, tidak usah Al ! Itu rezeki kamu, simpan saja !" ujar Alex menolak pemberian Alya.
"Ta.., tapi bang !"
"Sudah ! Pulanglah !"
"Ya udah, Alya pulang dulu ya bang !"
"Iya, jangan lupa nabung, Al !"
"Siap bang !" ujar Alya seraya pergi meninggalkan tempat kerjanya itu.
☘️☘️☘️
Dinginnya udara subuh membuat Gintani segera terbangun dari mimpi indahnya. Sejenak dia duduk termenung untuk mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya. Setelah itu, Gintani pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. 20 menit kemudian, dia kembali ke kamarnya dan menunaikan solat 2 rakaat.
Selepas solat, Gintani pergi ke dapur untuk membantu mbok Inem memasak dan membereskan rumah. Dengan cekatan, Gintani membereskan pekerjaannya. Hari ini dia hendak mencari pekerjaan kembali. Dia sengaja ingin berangkat pagi karena dia tidak ingin bertemu dengan orang rumah. Kejadian semalam masih membekas di benaknya, dan itu membuat dia enggan untuk berinteraksi dengan keluarganya. Terutama dengan bibinya.
Selesai dengan pekerjaan rumahnya, Gintani pun segera berpamitan kepada mbok Inem.
"Mbok, Gintan pergi dulu, ya !" ucap Gintani seraya mencium punggung tangan orang yang sudah dianggapnya ibu.
"Ambil ini, non !" ujar mbok Inem seraya menyerahkan kotak makan kepada Gintani.
"Buat sarapan nanti di tempat kerja !" ujar mbok Inem yang tidak tahu jika Gintani sudah di pecat dari kantornya.
"Makasih ya mbok !" ujar Gintani seraya mengambil kotak makan itu.
☘️☘️☘️
Kediaman Disastra
(Source by PicsArt)
"Di mana kakakmu ?" tanya tuan Jaya kepada putrinya.
"Mungkin masih di kamarnya, pah !" jawab Nadhifa.
"Tolong panggilkan kakakmu, nak !" perintah tuan Jaya.
"Baik, pah !"
Baru saja Nadhifa hendak beranjak dari kursinya, tiba-tiba...
"Tidak usah repot-repot, dek !" ujar pria bertubuh tegap itu. "Mari semuanya, kita lanjutkan makannya !" ujar Argha seraya duduk di kursi berhadapan dengan ayahnya.
"Ish, tidak sopan sekali !" dengus nyonya Rosma, kesal.
Semua orang pun melanjutkan sarapannya dengan tenang.
"Oh iya Ar, minggu depan Jessica akan berkunjung ke negara kita. Kamu jemput dia, ya !" ujar nyonya Rosma.
Drrkk...
Argha mendorong kursinya ke belakang. Dia pun beranjak dari kursinya dan pergi begitu saja tanpa pamit.
"Lihat kelakuan anak lelakimu ! Apa itu yang dinamakan anak berbakti ? Tidak ada sopan-sopannya terhadap orang tua !" ujar nyonya Rosma ketus.
"Ck...!" tuan Jaya hanya berdecak kesal melihat tingkah istrinya. "Fa, papah berangkat duluan ! Nanti kamu diantar ke kampus sama om Munir saja !" lanjutnya.
"Iya pah." jawab Nadhifa.
"Heh, tidak ayah tidak anak, kelakuannya nggak ada yang benar !"
"Cukup, mah ! Ka Argha tidak akan pergi jika mamah tidak membicarakan kak Jessi !"
"Hei, anak kecil tau apa ! Nggak usah nyalahin mamah ya ! Wajar jika mamah meminta kakakmu menjemput Jessica. Bukankah wanita itu calon tunangannya ?"
"Sudahlah ! Dhifa nggak mau berdebat lagi sama mamah ! Dhifa pergi dulu !" ujar Nadhifa meraih tasnya kemudian mencium punggung tangan ibunya.
Setelah itu, Nadhifa pun keluar untuk mencari sopirnya yang hendak mengantarnya ke kampus.
☘️☘️☘️
Matahari mulai berada di atas kepala. Namun Gintani masih belum juga mendapatkan pekerjaan. Image-nya yang sudah terlanjur buruk, membuat dia semakin kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan di perkantoran.
Gintani kembali merehatkan tubuhnya di pos ronda yang cukup lengang. Dia mulai membuka bekalnya yang tadi diberikan mbok Inem. Rasa lapar sudah benar-benar melandanya. Gintani pun mulai memakan bekal itu dengan lahapnya.
Setelah selesai makan, Gintani memutuskan untuk mencari masjid terdekat. Tiba di sana, dia mulai mendirikan solat dzuhur. Selepas solat, Gintani kembali melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Kemana pun Gintani pergi, dia memang selalu membawa Qur'an kecilnya.
Setelah selesai mengaji. Gintani mulai membereskan mukenanya. Dia keluar masjid dan kembali mencari pekerjaan.
Fokus Gintani kini ke warung-warung nasi yang berjejer di sepanjang jalan. Dia mulai bertanya tentang lowongan kerja di warung-warung itu. Tapi tak ada satu pun yang mau menerima Gintani. Mereka beralasan jika warung kecil milik mereka masih bisa mereka kelola sendiri.
Matahari terus bergulir. Tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul 4 sore. Kembali Gintani mencari masjid untuk menunaikan solat ashar. Setelah itu dia pun memutuskan untuk pulang. Malam ini dia harus menjaga kakeknya. Gintani mulai memesan ojol. Tak lama kemudian, ojol yang dipesannya datang. Gintani segera menaikinya.
Satu jam kemudian, ojol yang ditumpangi Gintani tiba di rumah pamannya. Gintani turun dan segera membayar ongkos ojol-nya. Dengan langkah gontai, Gintani berjalan menuju halaman rumahnya.
Tiba-tiba, pandangan Gintani terkunci pada dua buah koper sedang, yang berada di halaman rumahnya. Mata Gintani membulat sempurna saat menyadari jika kedua koper itu miliknya. Gintani segera berlari menuju kedua benda yang tergeletak begitu saja di tanah. Gintani membuka koper itu. Dia semakin terhenyak mendapati baju-bajunya tertata rapi di dalam koper itu. Kembali Gintani berlari menuju pintu utama rumah pamannya.
Tok...tok... tok...
Gintani mulai mengetuk pintu rumah.
Ceklek...!
Pintu terbuka. Mbok Inem berdiri di ambang pintu dengan raut muka yang sulit diartikan.
"Mbok, kenapa koper-koper Gintan ada di luar ?" tanya Gintani.
Mbok Inem hanya bisa menundukkan wajahnya mendengar pertanyaan Gintani.
"Kenapa, mbok ? Kenapa mbok diam ? Kenapa..., kenapa koper Gintan berada di luar, mbok ?"
"Ma... maaf, non !" hanya itu yang bisa keluar dari mulut mbok Inem.
"Maaf untuk apa, mbok ? Se... sebenarnya ada apa ?" desak Gintani kepada mbok Inem.
"Se... sebenarnya, no...nona Gintan su.. sudah diusir sama nyonya ! Nyo...nyonya menyuruh saya untuk mengemasi pakaian nona ke dalam koper. Nyo..nya, menyuruh sa.. saya menyimpan koper non Gintan di luar. Ma... maafkan saya non...!"
"INEM....! MASUK....!!"
Bersambung...
Hai...hai...hai...., para readers dan othor yang cantik/ganteng dan baik hati....
Terima kasih sudah mampir dan mendukung karya recehan othor ini....
Semoga masih suka dengan ceritanya...
Jika berkenan, ditunggu like vote n komennya 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
Senajudifa
jangan menyerah gintan..kalau kau minta bantuanku untuk menghajar arga maka akan kulakukan dgn senang hati😁😁😊😊
2022-06-15
0
🎤A-HA🎧
simpanan om om
2022-02-06
0
🍒 rizkia Nurul hikmah 🍒
Alya Ama Alex ajh dah
2021-12-08
1