"Bagaimana nona ? Apa kau sudah bisa merasakan pembalasanku ? Tenang saja, ini baru permulaan ! Akan aku pastikan, kau menjadi seorang pengangguran seumur hidupmu ! Hingga suatu hari nanti, kau akan datang mengemis kepadaku."
Gumam lirih seorang pria tepat di telinga Gintani.
Gintani mendongakkan wajahnya. Tampak senyum seringai laki-laki yang sedang berjongkok di hadapannya.
Beberapa menit yang lalu...
Setelah melihat kepergian Gintani. Argha dan Bram pun segera berpamitan kepada tuan Frans. Mereka hendak kembali ke kantor. Namun saat mobil mereka berbelok menuju jalan raya, Argha melihat gadis itu sedang berjongkok menundukkan kepalanya.
"Hentikan mobilnya !" perintah Argha
Ciiiiiitttt...
Bram mengerem mobilnya dengan mendadak. Ish, ada apa lagi ini.
Tiiinnn
Tiiinnn
Suara klakson dari arah belakang saling bersahutan karena mereka pun kaget melihat mobil yang berhenti mendadak di depannya.
Bram segera melambaikan tangan kanannya sebagai permohonan maaf. Sejurus kemudian dia menepikan mobilnya. Saat dia melirik ke arah gedung kosong, barulah dia mengerti kenapa sampai bosnya menghentikan mobilnya.
***
"A.... apa lagi yang kau mau dariku ?" tanya Gintani menatap tajam ke arah Argha.
"Kehancuranmu, nona !" jawab Argha tepat berada di depan wajah Gintani.
Gintani hanya mampu memejamkan matanya mendengar semua kata-kata Argha. Dia sudah tidak punya kekuatan lagi untuk melawan. Gintani sadar, semakin banyak dia melawan, maka semakin banyak pula penderitaan yang akan ia dapatkan dari seorang laki-laki angkuh seperti Argha.
Tak ingin meladeni Argha lebih lanjut, Gintani pun segera bangkit dan pergi meninggalkan laki-laki itu.
Argha semakin menyeringai licik menatap punggung Gintani. Kebenciannya terhadap gadis itu sepertinya sudah sangat mengakar di hatinya. Setelah gadis itu sudah tak nampak lagi dari pandangannya, Argha pun segera menaiki mobilnya dan memerintahkan Bram untuk kembali melajukan mobilnya.
☘️☘️☘️
Pantry APA Architecture
Alya terus berjalan mondar-mandir dengan pikiran yang semakin kacau. Sejak terakhir Gintani pergi ke ruangan asisten bos, Alya tak pernah lagi bertemu dengannya. Berkali-kali Alya menghubungi Gintani, namun jawabannya tetap sama. Nomor yang anda hubungi tidak dapat menerima panggilan. Cobalah beberapa saat lagi !
Alya frustasi, dia kemudian mendaratkan bokongnya di atas kursi.
"Eh, apa kau tahu soal anak pantry yang sebulan kemarin baru masuk ?" tanya office girl A.
"Ah ya, yang masih bocah itu kan ?" office girl B menimpali.
"Memangnya kenapa dia ?" office girl C ikut bertanya.
"Kabarnya kemarin dia telah dipecat sama bos besar." jawab office girl A.
"Benarkah ? Bagaimana bisa ?" office girl C menyahuti seakan tak percaya dengan kabar yang didengarnya.
"Tentu saja bisa, orang bocah itu berani menampar bos di depan umum !" office girl a kembali menjawab.
"Uhuk... uhuk...!"
Alya yang sedang meminum tehnya, langsung tersedak mendengar Gintani menampar bos. Ish yang benar saja, memangnya kenapa dia sampai menampar bos Bram. Alya masih berpikir jika Gintani berurusan dengan asisten Bram.
Ketiga gadis yang sedang berghibah itu seketika menoleh ke arah Alya.
"Eh ada kamu, Al !" ujar office girl A. "Kamu sudah kabar tentang sobat baru kamu itu ?" tanyanya lagi.
"Aku nggak tahu !" jawab Alya tak mau ambil pusing.
"Masak sih kamu nggak tahu, bukannya ada kamu juga kan, waktu si Gintan nampar pipi bos Argha ?"
"Apa...? Yang benar saja, aku mana pernah ketemu sama pak Argha !" jawab Alya.
"Malah ngeles lagi ! Nih, ini buktinya apa ?"
office girl A pun menyodorkan ponselnya. Dia memperlihatkan video yang beradegan Gintani sedang menampar seorang pria di mall.
Astaga...! Jadi pria itu...? Alya hanya bisa menghela napasnya. Sekarang dia mulai mengerti kenapa Gintani dipecat secara tiba-tiba. Tanpa terasa, air bening sudah menggenang di kedua sudut mata Alya. Dia merasa bersalah, karena dirinyalah sehingga Gintani mendapatkan kesulitan.
☘️☘️☘️
Hingga waktu menjelang petang, Gintani masih belum juga mendapatkan pekerjaan. Karena tidak ingin terlambat menjaga kakeknya, akhirnya Gintani pun memutuskan untuk pulang.
Cukup sampai di sini dulu, besok aku lanjutkan lagi untuk mencari pekerjaannya. Ayo semangat Gi....!! Batin Gintani seraya melayangkan tinjunya ke udara.
Gintani mengeluarkan ponselnya. Dia kemudian memesan ojek online via aplikasi yang terdapat dalam ponsel pintarnya. Sengaja Gintani menggunakan ojol untuk lebih menghemat pengeluarannya.
Menjelang magrib, Gintani pun tiba di rumahnya.
"Sudah pulang kamu ?" tanya sinis bibi Shella yang sedang berada di teras depan bersama suaminya.
Gintani hanya mengangguk dan menundukkan kepalanya.
"Dapat pekerjanya ?" kembali bi Shella bertanya.
Deg... deg...deg...
Jantung Gintani berpacu lebih cepat. Bagaimana mungkin bibinya bisa tahu tentang hal ini.
"Ma... maksud bibi apa ? Gintan tidak mengerti." jawab Gintani.
"Sudahlah ! Tidak usah banyak ngeles lagi ! Kamu pikir kami nggak tahu, hah !" bibi Shella mulai meninggikan suaranya.
"Mah..., sudahlah...!" ujar paman Arman.
"Ish, jangan dibela terus dong, pah ! Anak ini harus dikerasin sedikit, biar dia gak tumbuh jadi seorang pembohong !" ujar bibi Shella tambah pedas ucapnya.
"Sudah, Tan ! Pergilah ! Bersihkan dirimu !" perintah paman Arman.
"Ba...baik, paman ! Kalau begitu, Gintan ke belakang dulu, permisi !" pamit Gintani
"Huh, selalu saja dimanjakan, kapan dia bisa bersikap dewasa jika papah terus membelanya." ujar bibi Shella seraya pergi masuk ke kamarnya.
Paman Arman hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat sikap istrinya.
Kumandang azan magrib sayup-sayup mulai terdengar. Gintani pun segera membersihkan dirinya. Setelah itu dia menunaikan kewajibannya solat magrib berjamaah bersama mbok Inem. Selepas solat mbok Inem hanya mampu mengusap pucuk kepala Gintani saat Gintani mencium tangannya.
Bagi Gintani, mbok Inem sudah seperti ibunya. Hanya dia yang menyayangi Gintani dengan tulus semenjak Gintani dibawa kakeknya ke rumah ini.
"Yang sabar ya non ! Orang sabar pasti disayang Gusti Allah !" ujar mbok Inem seraya mengelus rambut Gintani yang tengah berbaring di pangkuannya.
"Iya mbok ! Tenang saja, stok sabar Gintan masih banyak kok !" guraunya seraya memandangi gelang kecil berwarna silver yang memiliki tiruan 2 buah merpati kecil.
Tiba-tiba
BRAKK....
Seseorang yang ternyata sepupunya membuka pintu kamar mbok Inem dengan keras.
"Ah di sini kau rupanya !" ujarnya ketus.
Merasa kaget, mbok Inem dan Gintani seketika berdiri melihat Celine masuk dengan wajah yang tak bersahabat.
"Mbok, disuruh bikin minuman tuh buat tamunya papah !" perintah Celine kepada mbok Inem. "Dan kamu, disuruh mamah sama papah ke depan. Cepetan !" ujar Celine.
"Eh, i...iya...! Sebentar, aku buka mukena dulu !" jawab Gintani.
Gintani segera pergi ke kamarnya. Tiba di kamarnya dia telah melihat bibi Shella sudah berdiri di ambang pintu.
"Kamu darimana saja sih ? Dari tadi bibi cari-cari kamu !" tegur bibi Shella dengan senyum yang menurut Gintani aneh.
"Ma..maaf bi ! Tadi Gintan solat berjamaah sama mbok Inem." jawab Gintani.
"Oh ya sudah. Kemarilah !" ujar bibi Shella seraya mengulurkan tangannya meraih tangan Gintani dan membawanya pergi ke kamarnya.
Tiba di kamarnya, bibi Shella menyuruh Gintani mengganti pakaiannya yang sedari berada di tangannya.
Gintani menurut, dia pun pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Tidak mungkin Gintani berganti pakaian di kamarnya, sedangkan bibi Shella masih berdiri di sana.
Tak lama kemudian, Gintani kembali ke kamarnya dengan mengenakan baju yang membuat dirinya merasa tidak nyaman. Dress berwarna pink yang bagian atasnya sangat terbuka sehingga sedikit menampakkan belahan dadanya. Berkali-kali Gintani membenarkan pakaiannya agar belahan dadanya tidak terekspos.
"Sudah jangan dipegang terus, jadi kusut kan bajunya !" ujar bibi Shella seraya menepiskan tangan Gintani dari dadanya.
Gintani hanya bisa diam. Bibi Shella kemudian menyuruh Gintani duduk di depan meja riasnya. Dia merias wajah Gintani dengan tampilan yang sangat mencolok. Tak lupa dia memakaikan gincu berwarna merah menyala di bibir mungilnya Gintani.
Gintani bergidik melihat bayangannya di cermin, tapi dia tidak mampu berbuat apa-apa.
"Sempurna !" gumam bibi Shella. "Ayo !" ajaknya.
Bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya, Gintani pun menuruti ajakan bibinya.
Tiba di ruang tamu Gintani melihat seorang pria paruh baya bertumbuh pendek, berkepala botak dengan perutnya seperti wanita yang tengah hamil sembilan bulan sedang duduk berhadapan dengan pamannya.
Mata sang pria paruh baya itu langsung melotot begitu melihat bibi Shella yang sedang menggandeng tangan Gintani.
"Kenalkan tuan, ini keponakan saya, namanya Gintani. Bagaimana, dia cantik kan ?" ujar bibi Shella.
"Gintan, ayo salaman sama tuan Broto !" perintah bibi Shella.
Rasanya Gintani enggan melakukan perintah bibinya. Tapi bagaimanapun juga pria paruh baya itu adalah tamu di rumah ini. Sudah selayaknya Gintani menghormati seorang tamu.
Gintani mengulurkan tangannya yang ternyata disambut oleh kecupan pria itu di tangannya. Gintani pun semakin bergidik ketakutan dan merasa jijik dengan tangan yang telah disentuh oleh bibir pria botak itu.
Astaghfirullah hal adzim...! Apa lagi sekarang ? Kenapa bibi mengenalkan aku kepada tamunya ? Batin Gintani.
"Selamat malam, darling ! Apa kau sudah siap ?" tanya tuan Broto.
"Ah ya ! Dia sudah siap sedari tadi, tuan !" ujar bibi Shella dengan senyumnya yang mengembang.
"Baiklah, kalau begitu, mari kita pergi sekarang !" ujar tuan Broto.
"Ayo Gintan, ikut sama mas Broto !" perintah bibi Shella.
"Ta... tapi, bi !"
Gintani benar-benar terkejut saat bibi Shella menyuruhnya pergi bersama laki-laki itu.
"Sudah, ayo sana pergi ! Jangan buat calon suamimu menunggumu !" ujar bibi Shella lagi.
JEDAAAR....
Bagaikan tersambar petir di siang bolong, Gintani benar-benar terkejut mendengar ucapan bibi Shella.
"A... apa maksudnya i..ini, bi ?" tanya Gintani tergagap.
"Laki-laki yang berada di hadapanmu, dia adalah calon suamimu. Ayo, sekarang ikuti kemanapun dia mengajakmu !" perintah bibi Shella seraya mencekal lengan Gintani.
Gintani menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tidak...! Gi... Gintan tidak mau menikah...! Gi.. Gintan belum mau menikah, bi !" ujar Gintani sedikit berteriak.
"Eh, apa-apaan ini ? Jadi dia tidak tahu jika aku calon suaminya ? Atau jangan-jangan, dia memang tidak pernah menerima lamaranku, karena itu dia merasa kaget mengetahui jika aku calon suaminya !" teriak tuan Broto.
"Ma...maaf tuan, ti... tidak seperti itu...,
"Cukup ! Aku ingin mendengar langsung dari mulut bocah ini sendiri ! Katakan ! Bukankah seminggu yang lalu kau telah menerima lamaran yang aku kirimkan melalui asistenku ?" tanya tuan Broto penuh penekanan.
"Ti... tidak tuan ! Sa...saya tidak pernah menerima lamaran siapa pun ! Bahkan saya sendiri tidak tahu jika ada seseorang yang melamar saya." ujar Gintani dengan suara bergetar.
"Lalu uang yang 300 juta ?" tanya tuan Broto lagi.
"Apa ! 300 juta ? Aku tidak tahu apa-apa tentang uang itu !" kembali Gintani menggelengkan kepalanya.
"Brengsek ! Jadi kau menipuku Shella ?" teriak tuan Broto.
Bibi Shella terlihat sangat pucat melihat kemarahan di wajah tuan Broto. Bagaimanapun juga, tuan Broto adalah seseorang yang berkecimpung di dunia bisnis hitam. Sudah barang tentu dengan hanya menjentikkan jarinya, dia bisa melenyapkan siapapun yang tidak dia sukai.
"JAWAB !!" kembali teriakan lebih keras menggema di ruang tamu itu.
"Pah, ayo ngomong !" ujar bibi Shella meminta bantuan suaminya.
Paman Arman yang sedari tadi hanya menjadi penonton setia, akhirnya buka suara.
"Sebelumnya saya meminta maaf atas kecerobohan istri saya. Jujur saja, saya sendiri tidak tahu menahu tentang urusan ini. Tapi jika tuan berkenan, saya akan mengembalikan uang yang telah anda berikan untuk Gintan melalui tangan istri saya." ujar paman Arman mencoba mencari jalan tengah.
Mendengar ucapan sang paman, Gintani pun bisa bernapas dengan lega.
"Ta... tapi, pah !" ujar bibi Shella terlihat panik.
"Kenapa mah ? Ayo diambil ! Uangnya masih ada kan ?" tanya paman Arman.
Bibi Shella hanya menundukkan kepalanya.
"Tunggu ! Jangan bilang jika mamah telah menghabiskan uang tersebut ?"
Bibi Shella mengangguk pelan tanpa berani menatap suaminya.
"Ya ampun, mah ! Kau ini ! Kenapa kau lakukan semua ini ? Apa selama ini uang yang papah berikan masih belum cukup ?" teriak paman Arman geram.
Sedangkan Gintani, seketika tubuhnya terasa lemas melihat pengakuan bibinya. Tanpa sadar, dia pun menjatuhkan dirinya di atas lantai.
Ya Tuhan..., kenapa bibi tega melakukan semua ini padaku ? Batin Kyara perih
"Cukup ! Aku tidak butuh drama kalian !" teriak tuan Broto seraya berdiri. "Jo ! Seret gadis itu !" perintahnya.
"Tidak tuan ! Aku mohon, lepaskan aku !" ujar Gintani menghiba seraya mengatupkan kedua tangannya.
Tuan Broto mendekati Gintani. Dia berjongkok dan mencengkeram rahang Gintani.
"Apa kamu bilang ? Mengampunimu ? Jangan mimpi ! Aku tidak akan pernah rela kehilangan uangku begitu saja. Dengar, anggap saja ini transaksi jual beli. Aku telah memberikan begitu banyak uang untuk bibimu, sebagai gantinya, kau harus menjadi istriku. Apa kau mengerti !" ujar tuan Broto geram.
"Tu...tuan, ma... maafkan saya ! Sa... saya berjanji akan mengganti kerugian anda ! Sa.. saya akan mengembalikan uang anda ! Tapi to...tolong lepaskan saya..!" ujar Gintani.
"Cih ! Apa kau sanggup ? Sudahlah ! Lebih baik kau ikut saja ! Aku akan selalu membahagiakanmu jika kau mau menjadi istriku !" ujar tuan Broto mencoba membujuk Gintani.
Dengan berlinang air mata, Gintani hanya menggelengkan kepalanya.
"Ti... tidak tuan ! Aku lebih baik mati daripada harus menikah denganmu dan merusak rumah tanggamu !" ujar Gintani tegas.
"Cih ! Baiklah, aku beri waktu seminggu ! Dalam seminggu, kau kembalikan uangku sebesar 500 juta, apa kau sanggup ?" tanya tuan Broto.
"Ke... kenapa harus menjadi 500 juta ? Bu.. bukankah yang diambil bibiku hanya 300 juta ?" Gintani malah balik bertanya.
"Hmm, anggap saja itu bunganya karena bibimu tidak mampu menepati janjinya." jawab tuan Broto menyeringai licik. "Jo ! Ayo pergi !" lanjutnya seraya melangkahkan kaki keluar dari kediaman paman Arman.
Hening. Untuk sejenak suasana hening tercipta di ruangan itu.
Dengan sedikit kekuatan yang masih tersisa, Gintani pun bangkit untuk berdiri. Saat dia mulai melangkahkan kakinya, tiba-tiba bibi Shella menarik tangannya.
PLAKK....!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Gintani.
"Dasar anak bodoh ! Anak tidak tahu berterima kasih ! Sudah untung aku menjodohkanmu dengan pria kaya !" teriak bibi Shella.
"Ini namanya bukan menjodohkan, tapi menjual !" teriak Gintani.
"Perjodohan seperti apa yang meminta bayaran, bi ? Benarkah aku hendak dijodohkan, atau justru dijual olehmu ! Kenapa bibi lakukan itu padaku ? Kenapa bibi tega melakukan semua itu padaku ? JAWAB !!"
Bersambung...
Yuk, bantu dukung karya ini dengan cara like vote n komennya...
Krisan yang membangun, ditunggu ya !
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
El_Tien
semangat
2022-02-11
1
🎤A-HA🎧
naaibmu elek gin gin
2022-02-06
0
🎤A-HA🎧
semangat gintan
2022-02-06
0