"Rumah sakit Harapan, ya pak !" ucap Gintani begitu menaiki taksinya.
Sang sopir mengangguk, sejurus kemudian dia mulai melajukan mobilnya membelah jalanan ibukota.
Sepanjang perjalanan Gintani tampak berurai air mata. Dia benar-benar tidak mengerti dengan nasib dirinya yang kembali menghadapi penderitaan.
Ya Tuhan..., apa salahku hingga aku harus menjalani musibah yang bertubi-tubi. Selama ini aku sudah bersabar dengan setiap musibahku. Apa semua ini belum cukup bagiMu, hingga Engkau pun kembali menguji kesabaranku ? batin Gintani.
Sesekali Gintani menyeka air matanya yang mulai meleleh di pipinya. Tanpa Gintani sadari, sang sopir melihat perbuatan Gintani dari kaca spion depannya.
"Apa nona baik-baik saja ?" tanya sang sopir hati-hati karena takut menyinggung perasaan penumpangnya.
"A..aku baik-baik saja, pak !" ujar Gintani yang sejurus kemudian dia mulai menundukkan wajahnya.
Melihat hal itu, sang sopir pun paham jika penumpangnya tak ingin lagi diganggu. Karena itu dia kembali fokus menatap jalanan.
***
APA Architecture
"Bram ! Sebar bad record gadis itu ke setiap perusahaan yang berada di kota ini ! Ingat, MENYELURUH ! Aku ingin setiap perusahaan mendapatkannya, agar gadis itu tidak memiliki kesempatan lagi untuk bekerja !" ucap Argha penuh kemarahan.
"Tapi, apa ini tidak keterlaluan bos ? Lagipula, tak satu pun kita memiliki kesalahan dari gadis itu selama dia bekerja di perusahaan ini." jawab Bram mencoba bernegosiasi dengan Argha.
Sungguh, jika boleh jujur, Bram tidak sanggup untuk melaksanakan titah bos yang satu ini. Kalau sampai itu terjadi, sama saja Bram dengan sengaja memfitnah gadis yang terlihat baik itu.
"Aku nggak peduli !" bentak Argha. "Aku ingin membuat gadis sombong itu hancur, sehancur-hancurnya !" ujar Argha geram.
"Sudahlah, bos ! Anda kan sudah memecatnya, apa itu belum cukup ! Kasihanilah dia ! Ampuni saja !" Bram masih mencoba membujuk bos nya.
"Ampuni katamu ?" ujar Argha menarik kerah jas asistennya. "Dua kali Bram ! Dua kali dia menamparku, dan kamu tahu, tidak pernah ada orang yang berani menyentuhku, apalagi menamparku ! Dan gadis itu ! Gadis itu telah berani menampar seorang Argha Putra Adisastra. Itu adalah penghinaan terbesar bagiku ! Sampai kapan pun, aku nggak akan pernah melepaskannya ! Apa kamu ngerti ?"
Bram hanya bisa diam mendengarkan kemarahan bosnya.
"Sudahlah ! Jika kamu memang tidak mau melakukannya, Aku bisa menyuruh orang untuk melakukannya ! Pergi dari sini !" usir Argha.
Sekali lagi, Bram hanya bisa menghela napasnya.
"Baiklah, nanti aku kerjakan !" jawab Bram seraya pergi dari ruangan bosnya.
☘️☘️☘️
Di rumah sakit Harapan.
Setelah membayar ongkos taksinya, Gintani pun langsung melangkahkan kakinya menuju ruang rawat kakeknya.
Tok...tok...tok...
"Assalamualaikum...!"
Ceklek !
Gintani mengetuk pintu, menyapa kakeknya seraya membuka pintu kamar.
"Waalaikumsalam...!"
Kakek Wira menjawab salam seraya menoleh ke arah sumber suara. Senyumnya seketika mengembang melihat kedatangan cucunya.
"Kamu sudah datang, nak !" ujar kakek Wira seraya mengulurkan tangannya.
Gintani melangkahkan kakinya mendekati kakek Wira. Dia kemudian meraih tangan kanan kakek Wira dan menciumnya.
"Iya kek. Gimana keadaan kakek ?" ujar Gintani seraya menyimpan keranjang buah di atas nakas.
Tadi selama dalam perjalanan menuju rumah sakit, Gintani melihat seorang ibu paruh baya yang sedang menjajakan buah-buahan. Melihat ibu itu kepayahan mendorong gerobak yang masih di penuhi buah-buahan, Gintani pun menyuruh sopir taksinya berhenti. Dengan uang pesangonnya, dia membeli beberapa kg buah-buahan dengan berbagai jenis. Sebagian Gintani berikan untuk sopir taksi itu, dan sebagian lagi dia bawa ke rumah sakit.
"Alhamdulillah, nak ! Sudah agak baikan." jawab kakek Wira, meskipun wajahnya terlihat masih sangat pucat. "Oh iya, kenapa jam segini kamu sudah pulang ?" tanya kakek Wira.
DEG...
Pertanyaan kakek Wira sontak membuat Gintani terkejut dan menghentikan sedikit pergerakannya yang sedang mencuci buah apel untuk sang kakek. Gintani diam sejenak untuk mencari jawaban yang tepat.
"Gi... Gintan..izin kek ! Ta...tadi Gintan izin sehari sama bos Gintan. Gintan ma..mau jagain kakek dulu." jawab Gintani berbohong.
Kakek Wira tersenyum, "Seharusnya kamu tidak usah meminta izin buat jagain kakek. Masih ada paman dan bibi mu yang bisa jagain kakek." ujar kakek Wira merasa bersalah.
"tidak apa-apa, kek ! Lagipula hanya untuk hari ini saja." ujar Gintani mencoba mencari kalimat yang tidak akan memancing kakeknya untuk curiga.
"Ya sudah kalau begitu ! Terima kasih karena sudah mau meluangkan waktunya untuk mengurus kakek." ucap kakek Wira dengan mata berkaca-kaca.
"Apa kakek mau makan buah apel ?" tawar Gintani.
"Boleh !" jawab sang kakek.
Gintani pun mulai mengupas buah apel yang telah dicucinya tadi.
Maafkan Gintan kek ! Gintan terpaksa berbohong. Gintan nggak mau membuat kakek sedih karena Gintan sudah tidak memiliki pekerjaan lagi. Tapi Gintan janji kek, besok Gintan akan berusaha untuk mencari pekerjaan baru, biar Gintan bisa membantu keuangan keluarga kita lagi.., Batin Gintani.
Setelah buah apel itu terkupas sempurna, Gintani pun menyuapi kakeknya sedikit demi sedikit.
Wajah keriput sang kakek terlihat semakin tampan. Namun wajah itu selalu memancarkan kesedihan saat menatap Gintani.
Maafkan kakek nak ! Kakek belum bisa mengatakan siapa sebenarnya kedua orang tuamu. Kakek terlalu takut jika kau tahu yang sebenarnya, kau pasti akan membenci kakek. Bagaimanapun juga, kakek lah yang bersalah sehingga kau terlahir menjadi seorang yatim piatu. Kakek lah yang telah membawa penderitaan terhadap ayahmu, sehingga kamu harus menanggung kepahitan dalam hidupmu.
"Sudah cukup, nak ! Kakek sudah kenyang. Kakek mau istirahat dulu, nak !" ujar kakek Wira yang mencoba mengalihkan perhatian Gintani.
Mata kakek Wira sudah terlihat merah karena menahan rasa sesaknya. Dia pun mulai mengalihkan pandangannya, agar Gintani tidak mengetahuinya.
Gintani tersenyum, "Ya sudah, kakek tidur saja ya ! Biar Gintan temani !" ujarnya seraya membetulkan selimut kakeknya.
☘️☘️☘️
Keesokan harinya di rumah sakit Harapan.
Kicauan suara burung membangunkan Gintani yang setelah solat subuh tertidur kembali. Gintani menggeliatkan tubuhnya untuk meregangkan otot-ototnya. Semalaman tidur di sofa, membuat badan Gintani terasa sakit. Gintani duduk sekejap untuk mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya. Sejurus kemudian dia mulai melangkah menuju kamar mandi.
Gintani mulai menyegarkan tubuhnya di kamar mandi. Tetesan air dingin di kepalanya, membuat kepenatan di otaknya sedikit menghilang. Ya, meskipun hanya 0,01 %. Selesai mengguyur tubuhnya, Gintani kembali mengenakan pakaiannya yang dari kemarin di pakainya. Gintani memang tidak pulang semalaman. Saat bibinya tahu Gintani sedang menjaga kakek Wira, dia melarang Gintani untuk pulang.
Setelah selesai berpakaian, Gintani membuka pintu kamar mandinya. Dia melihat seorang perawat tengah memeriksa kondisi kakeknya. Gintani juga melihat jika kakeknya telah bangun. Gintani pun menghampiri perawat itu.
"Bagaimana keadaannya, sus ?" tanya Gintani.
"Masih tetap sama, mbak. Kondisi kakek Wira belum ada kemajuan. Jika tetap dibiarkan, saya takut kondisi kakek Wira semakin menurun." bisik perawat itu di telinga Gintani.
Gintani mengangguk. Meskipun perasaannya semakin cemas, tapi dia tidak mungkin menampakkan semua kecemasan itu di hadapan kakeknya. Gintani memegang tangan kakeknya.
"Kakek yang sabar ya, insyaallah semuanya akan baik-baik saja !" ujar Gintani.
Kakek Wira hanya bisa tersenyum mendengar cucunya sedang menghibur dirinya.
"Tidak usah khawatir, nak ! Kakek baik-baik saja." jawab kakek Wira.
"Suster, apa bisa titip kakek saya sebentar, sebelum bibi saya datang untuk menjaganya ? Kebetulan hari ini saya sudah harus masuk kerja lagi." pinta Gintani.
Perawat itu tersenyum.
"Tentu saja, mbak. Tidak usah khawatir, itu memang sudah tugas saya." jawab perawat yang bernama Dewi itu.
"Terima kasih !" ujar Gintani seraya menepuk pelan bahu Dewi.
"Kek, Gintan kerja dulu ya ! Kakek baik-baik di sini ! Turuti perintah dokter dan suster ! Jangan lupa obatnya diminum, biar kakek cepat sembuh !" ujar Gintani lembut.
Kakek Wira tersenyum seraya mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah cucunya.
"Hati-hati di jalan, nak !" ucap kakek Wira.
☘️☘️☘️
Kantor CEO APA Architecture.
"Bagaimana Bram, apa kamu sudah lakukan perintahku ?" tanya Argha dingin.
"Sesuai dengan keinginanmu, bos !" jawab Bram.
Argha menyeringai sinis.
"Baguslah ! Hmm, aku penasaran ingin melihat wajah bodohnya yang pasti tampak lebih bodoh saat semua perusahaan menolaknya, ha...ha...!" tawa dingin Argha menggema di ruangannya.
"Ck..!" Bram mendecak kesal melihat ulah bos nya.
"Kenapa Bram ? Sepertinya kamu nggak suka melihat saya bahagia !" ujar Argha ketus.
"Kebahagiaan anda tuh tidak pada tempatnya ! Anda tega banget sih, bahagia di atas penderitaan seorang gadis !" gerutu Bram.
"Cih ! Dia tuh bukan seorang gadis bagiku, tapi dia sudah seperti musuh yang harus aku musnahkan hingga ke akar-akarnya." ujar Argha geram.
"Hati-hati Ar, jangan pernah bermain api ! Batas antara kebencian dan cinta sangatlah tipis. Jatuh cinta padanya, baru kamu tau rasa !"
"Cih ! Sekali pun dia wanita terakhir di dunia, aku pastikan aku tidak akan pernah jatuh cinta padanya !"
"Terserah ! Bersiaplah ! Pagi ini pukul 10.00 kita ada meeting di kantor pemasaran Green Resident." ujar Bram seraya pergi meninggalkan ruangan bosnya.
☘️☘️☘️
Pukul 08.54. Gintani tiba di rumah pamannya.
"Assalamualaikum...!" sapa Gintani.
"Waalaikumsalam...!" Mbok Inem membukakan pintu depan. "Eh, non Gintan sudah pulang ?" tanyanya.
"Siapa mbok ?"
Gintani belum menjawab pertanyaan mbok Inem, tiba-tiba saja teriakan bibinya dari dalam sudah terdengar menggema di telinga Gintani.
"Kamu ? Ngapain kamu pulang ? Kamu nggak kerja ?" pertanyaan bertubi-tubi terlontar dari mulut bibi Shella, sang bibi.
"Itu..., anu..., Gintan...mm, Gintan mau ganti pakaian dulu, bi." jawab Gintani gugup, takut ketahuan jika sekarang dirinya sedang berbohong.
Bibi Shella menjambak kasar rambut Gintani. "Udah pintar bohong ya sekarang ! Pasti kamu bolos kerja lagi kan, seperti kemarin !" tuding bibi Shella.
Gintani hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Gi... Gintan nggak bohong bi !"
"Dengar anak sialan, awas saja jika kau sampai dipecat karena sering terlambat ! Sudah sana cepat ! Ganti bajumu sekarang !" perintah bibi Shella seraya mendorong tubuh Gintani.
Sejurus kemudian Gintani terjerembab jatuh ke lantai. Mbok Inem segera membantu Gintani untuk bangun, setelah itu dia memapahnya menuju kamar Gintani.
"Yang sabar ya non !" ujar mbok Inem seraya mengelus punggung Gintani.
Setelah selesai berganti pakaian, tanpa memikirkan sarapan, Gintani pun segera keluar untuk mencari pekerjaan. Hari ini dia harus mendapatkan pekerjaan, agar orang rumah tidak curiga jika sebenarnya dia telah dipecat dari perusahaan sebelumnya.
Gintani memulai melamar pekerjaan di sebuah kantor percetakan. Namun sayangnya, sebelum dia sempat memasuki kantor tersebut, di kaca lobi depan telah terpampang tulisan : Tidak ada lowongan. Gintani pun keluar dari halaman gedung dan kembali menyusuri jalanan ibukota.
Gedung kedua yang dia datangi adalah sebuah agency model. Dan sama seperti sebelumnya, di depan kantor agency pun terdapat tulisan yang sama seperti gedung yang pertama kali dia datangi.
Gintani mencoba peruntungannya di sebuah kafe. Namun pemilik kafe pun menolaknya dengan alasan tidak membutuhkan pelayan baru.
Kembali Gintani melangkahkan kakinya. Dari satu gedung ke gedung yang lain. Dari satu kafe ke kafe yang lain. Tapi tak ada satu pun perusahaan yang mau menerimanya. Terlebih lagi dengan status pendidikannya dia yang hanya sekedar lulusan SMA.
Hari sudah semakin siang. Gintani tampak merehatkan tubuhnya di salah satu bangunan kosong di sekitar perumahan baru yang hendak di bangun. Di samping bangunan itu terdapat kantor pemasaran Green Resident.
Sejenak Gintani melirik kantor tersebut. Dalam benaknya, timbul keinginan untuk menanyakan apakah kantor itu memerlukan karyawan atau tidak ? Meskipun kakinya telah merasa kram akibat berjalan jauh, namun tekad Gintani begitu kuat untuk bisa mendapatkan pekerjaan hari ini.
Dengan langkah gontai, Gintani pun mendekati kantor pemasaran Green Resident.
"Permisi ! Assalamualaikum !" sapa Gintani begitu tiba di kantor pemasaran Green Resident.
"Waalaikumsalam ! Mari silakan masuk, mbak !" ujar seorang wanita cantik yang tengah duduk di meja resepsionis.
"Mau cari rumah ya, mbak ? Alhamdulillah, mbak sudah datang ke tempat yang benar. Di sini memang tempat yang sangat bagus untuk mendapatkan hunian yang layak dan strategis. Perumahan yang hendak kami bangun..bla....bla...bla...."
Ternyata wanita itu mengira jika Gintani datang untuk memboking unit perumahan. Karena itu, dengan panjang lebar dia menjelaskan tentang sarana prasarana dan pelayanan yang ada di kantor pemasaran itu untuk para konsumennya.
"Ma...maaf, mbak ! Sa..saya datang ke sini, bukan untuk mencari rumah. Ta... tapi sa.. saya ingin melamar pekerjaan." ujar Gintani terbata-bata.
"Huh..! Aku pikir mau cari rumah, tak tahunya cuma nyari kerjaan ! Buang-buang waktu saja !" dengus wanita itu, kesal. "Pergilah ! Di sini tidak ada pekerjaan untukmu !" usir wanita tersebut.
"Ada apa ini ?" tanya pria paruh baya yang baru saja keluar dari salah satu ruangan di kantor itu.
"Ini tuan, ada seorang wanita datang kemari, saya pikir mau boking rumah, tahunya cuma minta kerjaan !" gerutu wanita resepsionis tadi.
"Memangnya apa keahlian anda ?" tanya pria paruh baya itu.
"Sa... saya tidak punya keahlian apa-apa ! Saya hanya lulusan SMU, tuan ! Ta.. tapi saya bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tuan bisa menjadikan saya sebagai office girl di kantor tuan. Saya pastikan, saya bisa bekerja dengan baik." ujar Gintani mencoba meyakinkan pemilik kantor tersebut.
Tanpa Gintani sadari, 2 pasang mata tengah memperhatikannya dari dalam ruangan yang berdindingkan kaca gelap yang tembus pandang jika dilihat dari dalam. Seringai sinis kembali terukir di kedua sudut bibir salah satu pasang mata itu.
"Baiklah, saya bisa mempekerjakan kamu sebagai office girl di sini ! Kebetulan kantor saya belum mempunyai pekerja yang bisa mengerjakan semua itu." ujar pria paruh baya itu.
Tiba-tiba...
"Wah...wah...wah..., Tuan Frans, saya sarankan, berhati-hatilah jika hendak menerima seorang pegawai di perusahaan anda. Di zaman sekarang ini, kita tidak boleh mengambil keputusan menerima pegawai dengan gegabah. Seharusnya tuan menyelidiki dulu bagaimana latar belakangnya." ujar Argha yang tiba-tiba keluar dari ruangan yang sama dengan pak Frans tadi.
"Maksud anda ?" tanya tuan Frans
"Maksud saya, sebelum menerima karyawan, sebaiknya tuan cek dulu tentang cv dan data diri calon karyawan anda. Siapa tahu dia memiliki bad record di perusahaan lain ?" ujar Argha mulai memanasi tuan Frans.
"Siapa nama kamu ?" tanya tuan Frans kepada Gintani.
"Gintani Nur'aini, tuan !"
Tampak tuan Frans mengernyitkan dahinya.
"Tunggu ! Bukankah dia yang pernah bekerja di perusahaan anda ? Yang anda pecat, karena dia seorang kleptomania ?" tanya tuan Frans kepada Argha.
"That's right, sir !" ujar Argha menjentikkan jarinya.
Astaghfirullah hal adzim....! Fitnah apa lagi ini ? Batin Gintani menjerit dalam hati.
"Ta... tapi tuan, semua tuduhan itu tidak benar ! Sa.. saya bukan seorang kleptomania ! Saya tidak pernah mencuri di perusahaan miliknya !" ujar Gintani sedikit berteriak.
"Ha...ha...ha...! Mana ada maling ngaku maling ! Kalau ada, maka penjara bisa penuh, nona !" Argha kembali menekan gadis malang itu.
"Ya sudah, pergilah ! Di sini tidak ada pekerjaan untuk seorang pencuri seperti kamu !" usir tuan Frans.
Gintani beranjak dari kursinya. Setengah berlari, dia kemudian keluar dari kantor pemasaran tersebut. Tiba di gedung kosong, Gintani berhenti sejenak. Dia kemudian berjongkok seraya me****s dadanya yang terasa sesak. Bulir air mata pun mulai berjatuhan di kedua pipinya.
Ya Allah..., dosa apa yang telah aku perbuat di masa lalu, hingga aku harus menjalani nasib seperti ini...? gumam Gintani dalam hati.
Tak sanggup menahan air matanya yang terus mengalir, Gintani pun membenamkan wajahnya di atas kedua lututnya. Bahunya mulai naik turun pertanda dia sedang menangis.
Tiba-tiba...
"Bagaimana nona ? Apa kau sudah bisa merasakan pembalasanku ? Tenang saja, ini baru permulaan ! Akan aku pastikan, kau menjadi seorang pengangguran seumur hidupmu ! Hingga suatu hari nanti, kau akan datang mengemis kepadaku."
Gumam lirih seorang pria tepat di telinga Gintani.
Bersambung...
Mohon dukungannya untuk karya ini dengan cara like vote n komen. Ditunggu ya...
Jangan lupa Krisan yang membangun author tunggu di kolom komentarnya, agar author bisa mempersembahkan karya yang bisa dinikmati readers semua....
Makasih....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
Your name
Jahat banget Argha, karena gengsi jadi segitunya dia
2022-02-13
1
🎤A-HA🎧
jahat bener si argha
2022-02-06
0
Shanty Gebby
Arga sombong banget. Ntar bucin baru tau. Hhehehhe
2021-10-20
1