Sreekk!
Tiba-tiba saja Gintani merobek surat pemecatannya. Pak Sendi pun terkejut dengan ulah anak buahnya.
"Tolong bekerja samalah, Gintan! Aku tidak bisa mempertaruhkan pekerjaanku. Aku mempunyai seorang istri dan dua orang putri yang masih kecil yang harus aku biayai," ujar Pak Sendi memelas
"Tapi ini tidak adil, Pak! Saya juga sama seperti Bapak. Saya masih memiliki seorang kakek yang harus saya biayai. Kakek saya sedang sakit, jadi saya mohon pengertian Bapak. Tolong jangan pecat saya!" ujar Gintani seraya mengatupkan kedua tangannya.
"Gintan, uang pesangon kamu, saya rasa cukup untuk membiayai perawatan kakek kamu."
"Tapi saya tidak butuh uang pesangon! Saya hanya butuh pekerjaan untuk kelangsungan hidup kami. Uang pesangon hanya akan membuat kami bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu. Tapi jika saya memiliki pekerjaan, saya bisa menghidupi keluarga saya untuk jangka waktu yang lebih lama, Pak. Tolong saya Pak, jangan pecat saya!" Kembali Gintani meminta belas kasihan atasannya.
"Maaf, Gintan! Ini sudah keputusan final, jadi aku tidak bisa membantumu. Asisten Bram sendiri yang datang kepadaku untuk memberikan surat itu," ujar Pak Sendi.
Sejenak Gintani diam untuk mencerna ucapan atasannya. Sejurus kemudian...,
"Baiklah! Bisa Bapak tunjukkan di mana ruangan bapak asisten berada?" tanya Gintani.
"Apa yang akan kau lakukan, Gintan?" tanya Pak Sendi.
"Aku akan menanyakan alasan dia memecatku!" jawab Gintani, tenang.
"Ah sudahlah, Gintan! Jangan lebih mempersulit lagi kehidupanmu! Sebaiknya kau terima saja keputusan ini," saran Pak Sendi.
"Aku tidak mempersulit diriku sendiri, justru dia yang mempersulit hidupku!" ujar Gintani geram.
Dengan cepat, Gintani mengambil kertas yang telah dirobeknya beserta amplop pesangonnya. Dia pun segera pergi meninggalkan ruangan atasannya.
Tiba di pantry, Gintani menghentakkan kakinya dengan kesal. Hal itu mengundang tanya sahabatnya yang sedari tadi menunggu kedatangannya.
"Ada apa, Tan? Kenapa Pak Sendi memanggilmu?" tanya Alya, heran.
"Aku dipecat," jawab Gintani.
"Hah! Kok bisa? Kenapa?"
"Aku sendiri tidak tahu. Saat aku tanya alasannya, Pak Sendi sama sekali tak memberitahukan alasannya."
"Kok aneh, ya?" ujar Alya seraya mengetuk-ngetukan jari di dagunya.
Sedangkan Gintani hanya menggigit kecil ujung kuku kelingkingnya. Itulah kebiasaan Gintani sejak kecil jika dia sedang mengalami kecemasan.
"Apa aku tanya langsung sama Pak Bram saja?" Gintani bergumam pelan.
"Apa maksudmu, Tan?"
Gintani menatap Alya. "Pak Sendi bilang, jika Pak Bram sendiri yang memberikan surat pemecetanku beserta pesangon ini. Mungkin sebaiknya aku bertanya langsung kepada Pak Bram tentang alasannya. Aku yakin Pak Bram mengetahuinya. Benar kan, Al?"
Alya hanya menggedikkan bahunya. Aneh..., kenapa orang kepercayaan bos bisa turun tangan sendiri mengurusi karyawan office girl yang tak pernah ada bandingannya dengan karyawan staf? batin Alya.
"Al, apa kau tahu di lantai berapa ruangan Pak Bram?"
Pertanyaan Gintani membuyarkan lamunan Alya.
"Itu, anu! Ruangan Pak Bram ada di lantai 15," jawab Alya tergagap karena rasa kagetnya.
"Oke, thanks ya! Aku ke sana dulu, Al!"
"Tapi, Tan...!"
Alya tak sempat mencegah Gintani yang keburu keluar pantry dan langsung menekan tombol lift hingga bayangannya menghilang.
Di dalam lift Gintani segera menekan angka 15 sesuai dengan arahan temannya.
Ting!
Pintu lift terbuka, Gintani segera menyusuri koridor berlantaikan marmer untuk mencari ruangan Pak Bram. Di lantai itu terdapat 4 ruangan yang semuanya berpintukan kaca gelap. Gintani merutuki kebodohannya yang tak bertanya kepada Alya yang mana sebenarnya ruangan pak asisten.
Tanpa sengaja, Gintani melihat seorang office boy senior yang baru saja keluar dari salah satu ruangan di lantai tersebut. Gintani segera menghampirinya.
"Permisi Kak, boleh saya bertanya?" tanya Gintani.
"Siapa kamu, perasaan saya baru lihat kamu di lantai ini?" Office boy tersebut malah balik bertanya.
"Saya Gintan, Kak! Saya memang bertugas di lantai bawah. Tapi saya di panggil oleh Pak Bram kemari. Apa Kakak tahu di mana ruangan Pak Bram?" tanya Gintani sopan.
Gintani terpaksa berbohong, karena jika dia mengatakan tujuan yang sebenarnya, dia takut office boy tersebut tidak memberitahukannya.
"Itu, ruangan Tuan Bram!" tunjuk office boy tersebut ke sebuah ruangan yang baru di datanginya tadi.
"Oh iya, terima kasih, Kak! Kalau gitu saya ke sana dulu, permisi!" ujar Gintani seraya menundukkan kepalanya.
Sang office boy hanya termangu, baru kali ini dia melihat seseorang yang memanggutkan kepalanya kepada sesama pekerja yang dianggap rendah statusnya.
Gintani segera berlari ke ruangan yang tadi ditunjukkan. Tiba di sana, dia segera mengetuk pintu ruangan itu.
"Masuk!" perintah seseorang dari dalam.
Gintani membuka pintunya.
"Assalamualaikum, permisi Pak! Mohon maaf saya mengganggu waktunya," ucap Gintani sopan.
Bram mengernyitkan dahinya begitu melihat gadis yang baru saja diberi surat pemecatan.
Ada apa dia menemuiku? Apa untuk menanyakan perihal pemecatannya? Jika memang benar seperti itu, apa yang harus aku jawab? gumam Bram dalam hati.
"Ah, ya! Silakan duduk!" perintah Bram.
Gintani mendekati meja Bram. Dia kemudian duduk di kursi yang telah disediakan di depan meja orang kedua perusahaan itu.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Bram.
Gintani menyerahkan surat pemecatan yang telah dirobeknya tadi.
"Saya hanya ingin menanyakan perihal pemecatan saya sebagai office girl di kantor ini. Kalau boleh tahu, apa alasan Bapak memecat saya? Apa kinerja saya kurang bagus? Atau saya melakukan kesalahan fatal yang lainnya?" tanya Gintani bertubi-tubi.
Meskipun gugup, namun Gintani berusaha untuk tetap memiliki keberanian dalam mengungkapkan kebenaran. Selama ini dia merasa tidak memiliki kesalahan apa pun di perusahaan tempat dia bekerja. Dia selalu datang dan pulang tepat waktu. Bahkan tak jarang, dia harus pulang terlambat karena membantu sesama rekannya. Dia juga selalu mengerjakan tugas-tugas yang diperintahkan oleh para karyawan dengan baik. Meskipun terkadang perintah-perintah itu hanya hal sepele yang sebenarnya bisa mereka lakukan sendiri. Tapi Gintani tak pernah merasa keberatan dengan semua itu.
Bram hanya bisa menghela napasnya. Dia sendiri tidak punya alasan yang tepat sebagai jawabannya.
"Dimohon kerja samanya Nona, jangan pernah menyulitkan diri Anda sendiri!" Hanya itu yang keluar dari mulut Bram.
Gintani menarik napasnya panjang, setelah itu dia mengembuskannya secara perlahan.
"Anda tahu, ini bukan jawaban seorang pemimpin. Saya tidak mengharapkan jawaban seperti ini. Bukan saya yang menyulitkan diri saya sendiri, tapi Anda dan kekuasaan Anda! Saya tidak pernah tahu bagaimana caranya Anda bisa duduk dengan jabatan terhormat seperti ini. Tapi bagi saya, jawaban Anda, tidak lebih dari seorang jawaban pengecut yang bersembunyi di bawah kekuasaan," ucap Gintani penuh penekanan.
Tanpa dia sadari seseorang semakin mengepalkan tangannya mendengar ucapan Gintani. Sedangkan Bram, dia benar-benar merasa tertampar dengan semua perkataan Gintani.
"Sudahlah, kau terima saja keputusan bosmu! Harusnya kau sadar diri. Seorang karyawan rendahan seperti kamu itu tak punya hak untuk mempertanyakan setiap keputusan bos di perusahaanmu bekerja!" ujar orang yang tengah rebahan di sofa yang ternyata adalah Argha.
Seketika Gintani menoleh mendengar suara yang tak asing itu.
"KAMU!" pekiknya terkejut.
Ish, kenapa cowok sombong itu bisa berada di sini? batin Gintani.
Gintani menatap tajam ke arah cowok itu, begitu pun sebaliknya. Untuk beberapa detik mereka saling bertatapan penuh kebencian satu sama lain.
"Kenapa? Kamu tidak terima dengan pemecatanmu?" tanya Argha, mengejek
"Bukan urusanmu!" hardik Gintani.
"Cih! Dasar gadis tidak tahu diri! Apa kau tidak tahu malu, pesangon sudah berada di tanganmu, tapi dengan sok bijaknya kamu mempertanyakan alasan pemecatanmu? Dengar gadis bodoh! Mana mungkin seorang atasan memecat bawahannya jika tidak memiliki kesalahan," jawab Argha, pedas.
Sejenak Gintani memejamkan matanya untuk mengendalikan hatinya yang mulai panas karena emosi dengan sikap arogannya laki-laki itu. Gintani kembali mengalihkan pandangannya kepada Bram.
"Lalu katakan di mana letak kesalahanku?" tatapnya penuh harap agar atasannya berbicara jujur.
Namun Bram masih diam seribu bahasa. Sementara itu Argha kembali ke ruangannya.
Brakk!
Argha membanting pintu ruangannya.
"Berani sekali! Berani sekali dia berbicara seperti itu! Meskipun dia mengatakannya kepada Bram, tapi semua kata-kata itu justru untukku. Akulah bosnya! Jadi dia juga mempertanyakan jabatanku? Cih! Dasar gadis rendahan!" umpat Argha di ruangannya.
Tak berapa lama, Argha menekan tombol intercom di ruangannya.
"Suruh gadis itu ke ruanganku!" perintahnya.
Di ruangan Bram.
"Maaf Nona, yang memiliki kewenangan untuk menjawab pertanyaan Anda, adalah bos saya. Mari, sekarang saya antarkan Nona untuk menemui bos!" ajak Bram seraya membuka pintu ruangannya.
Gintani mengikuti asisten Bram menuju ruangan yang berada di depan ruangan Bram tadi.
Bram membuka pintu ruangan itu tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Setelah mereka masuk, tampak seseorang sedang duduk di kursi yang membelakangi mereka.
Orang itu mengangkat tangan kanannya dan sedikit mengibaskannya sebagai tanda agar Bram pergi meninggalkan mereka berdua di ruangan itu.
Bram membungkukkan badannya. "Permisi, Tuan!" ujarnya seraya pergi meninggalkan Gintani bersama sang bos.
Orang itu memutar kursi kebesarannya, sehingga Gintani bisa menatap dengan jelas bos yang sebenarnya.
Deg!
Jantung Gintani seolah berhenti berdetak ketika mendapati orang yang sedang duduk di hadapannya. Seketika kakinya terasa tak bertulang sehingga dia sedikit limbung. Gintani segera berpegangan pada sandaran kursi yang berada di depannya.
Orang itu berdiri dan berjalan mendekati Gintani.
"Kenapa diam, Nona? Apa mulutmu memakan permen karet sehingga terasa lengket untuk bersuara seperti tadi?" tanya Argha sinis.
Gintani mulai sedikit memahami situasinya. Dia pun mulai mengerti alasan di balik pemecatannya.
"Ja-Jadi i-ini semua ka-karena dendam?" tanya Gintani tergagap.
"Dendam katamu? Aish, jangan asal menuduh Nona! Saya bukan orang pendendam seperti apa yang Anda tuduhkan," ejek Argha.
"Jika bukan karena dendam, lalu karena apa Anda memecat saya?"
Gintani mulai memiliki keberanian kembali. Dia masih merasa tidak pernah melakukan kesalahan, karena itu dia berani menghadap bosnya untuk mendapatkan kejelasan.
"Tentu saja itu karena tamparan yang telah kau layangkan padaku. Kau orang pertama dan satu-satunya orang yang berani menamparku, bahkan di tempat umum. Karena itu kau harus mendapatkan ganjaran yang setimpal untuk perbuatanmu!" ujar Argha penuh kemarahan.
Kembali Gintani memejamkan matanya. Dia benar-benar tidak menyangka dengan kepicikan yang ada dalam diri atasannya.
"Tapi ini tidak adil Tuan!" ujar Gintani lirih. "Aku hanya menamparmu sekali, tapi kau membalasnya berkali-kali dalam kehidupanku. Aku sangat berharap untuk bisa menopang kehidupan keluargaku dari pekerjaan ini. Aku mohon, jika ada balasan lain yang bisa membuat Anda senang, lakukanlah! Tapi jangan pecat saya! Tolong jangan ambil pekerjaan saya! Anda boleh menampar saya jika itu bisa menyembuhkan harga diri Anda yang terluka karena sikap saya," ujar Gintani seraya mengatupkan kedua tangannya.
Argha menyeringai sinis.
"Baiklah, aku tidak akan memecatmu, tapi kau harus memenuhi keinginanku sebagai gantinya."
Gintani menyunggingkan senyumnya. "Apa pun yang Anda inginkan, selama saya bisa memberikannya, saya pasti akan melakukannya. Asal saya tidak kehilangan pekerjaan saya."
Argha tersenyum manis. Dia mulai mendekati Gintani, kemudian sedikit mengitarinya, membuat Gintani merasa gugup. Argha kemudian mendekati Gintani dari arah depan. Dia mendekatkan wajahnya di telinga Gintani.
"Aku inginkan tubuhmu!"
Plakk!
Gintani kembali menampar atasannya. Harga dirinya merasa terluka dengan perkataan bosnya.
"Shitt!"
Argha mencengkeram rahang Gintani dengan kuat. Dia kemudian mendorong tubuh Gintani hingga Gintani terjerembab di atas sofa. Argha menindihnya, hingga Gintani dapat merasakan embusan napasnya di wajahnya.
"Ini untuk kedua kalinya kau menamparku. Akan kupastikan kau membayar mahal atas semua tamparanmu, sekalipun kau harus membayarnya dengan tubuhmu!" ujar Argha geram. Gemeletuk giginya terdengar begitu jelas di telinga Gintani.
"Dengar Tuan! Sekali pun di dunia ini hanya tersisa satu lelaki, yaitu Anda. Aku, Gintania Nur'aini tidak akan pernah sudi disentuh oleh tanganmu!"
Bugh!
Gintani menendang kuat kedua pangkal paha Argha, sehingga membuat Argha melepaskan cengkeramannya dan berlutut menahan rasa sakit di benda pusakanya.
Gintani segera berlari keluar dari ruangan bosnya. Air matanya sudah tidak bisa dibendung lagi. Gintani terus berlari menuruni tangga, sesekali dia menyeka air matanya yang turun deras.
Bram hanya bisa mematung melihat gadis itu berlari dari ruangan bosnya. Celah di pintu ruangan bosnya membuat Bram leluasa melihat dan menguping pembicaraan antara Argha dan Gintani. Bram mengepalkan tangannya saat mendengar Gintani mengalami pelecehan secara verbal. Tapi Bram sendiri tak mampu berbuat apa-apa. Tak ada yang bisa melawan sikap arogan seorang Argha Putra Adisastra.
Gintani terus berlari menuruni tangga. Dia sudah tidak peduli lagi berapa jumlah anak tangga yang telah dia langkahi. Satu-satunya keinginannya adalah segera pergi dari perusahaan ini. Bahkan Gintani sudah tidak ingin mempermasalahkan lagi tentang pemecatannya. Mungkin ini memang jalan Tuhan yang terbaik untuk dirinya. Gintani percaya jika Tuhan selalu memiliki rencana yang indah untuk dirinya.
Aku harus kuat...! Aku harus kuat...!
Hanya itu yang dia tanamkan dalam hatinya semenjak Gintani paham tentang hidup dan penderitaan.
"Hah...hah...hah..."
Dengan napas yang masih tersengal, Gintani akhirnya tiba di lantai 3. Dia segera menuju lokernya untuk mengambil barang-barangnya. Tak ingin menunda waktu lebih lama lagi, Gintani segera berganti pakaian begitu tiba di ruang lokernya. Tanpa menemui rekan-rekannya, Gintani pun melangkahkan kakinya untuk segera pergi.
Tiba di jalan raya, Gintani segera menghentikan sebuah taksi.
"Rumah sakit Harapan, ya Pak!" ucap Gintani begitu menaiki taksinya.
Bersambung...
Jangan lupa like vote n komennya ya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞❤️⃟WᵃfAͬyͧuᷤdͧiaͪℛᵉˣ
Alasan sepele aja udah langsung main pecat aja.. Kena tampar lagi kan 🤭🤭
2022-12-05
0
El_Tien
aku mampir
2022-02-11
1
Sarah
Gilaaaaa
2022-02-07
3