"Gintan, kamu jadi, kan temenin aku ke mall, entar sepulang kerja?" tanya Alya, rekan kerja Gintani sesama office girl.
"Memangnya penting banget ya, Al?" Gintani malah balik bertanya seraya mengaduk tehnya.
"Penting, Tan ! Soalnya, ini antara hidup dan matiku. Temenin yaaa, please...!" rengek Alya seraya mengatupkan kedua tangannya, memohon kepada Gintani, sahabatnya.
"Iya-iya, entar aku temenin deh! Tapi traktir aku, ya?" gurau Gintani cengengesan.
"Okeh sistah!" jawab Alya seraya menempelkan ujung jempol dan ujung jari telunjuknya, membentuk bulatan.
"Ha...ha...ha...!" mereka pun tergelak bersama.
"Heh bocil! Pada ketawa aja, udah kerja sono! Diamuk bos, baru tahu rasa noh!" tegur bang Ali, office boy senior di kantor tempat mereka bekerja.
Ya! Sejak memutuskan untuk berhenti kuliah karena tidak ada biaya, Gintani pun bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang arsitektur. Dia bekerja sebagai office girl.
Gintania Nur'aini. Seorang gadis cantik berambut lurus panjang. Memiliki bulu mata yang lentik dengan bola mata berwarna hitam pekat. Kedua bulu alisnya yang tebal bak semut hitam yang sedang rapi berbaris. Hidungnya yang mancung dan bibir tipisnya yang berwarna pink, menambah kecantikan yang semakin sempurna.
Enam bulan yang lalu, Gintani pernah mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Dia berkuliah di salah satu universitas di kotanya dengan mengambil jurusan desainer. Tapi semenjak kakeknya sering sakit-sakitan, sang paman pun memutuskan untuk menghentikan biaya kuliah Gintani dengan alasan sudah terlalu banyak pengeluaran. Gintani pun hanya bisa pasrah menerima semua keputusan sepihak itu.
Kakek Wira sangat marah mendengar Gintani putus kuliah. Namun, kakek Wira tidak bisa berbuat apa-apa. Dia sendiri tidak memiliki biaya yang cukup untuk bisa menyekolahkan Gintani. Kakek Wira hanyalah seorang veteran yang nasibnya terkadang kurang diperhatikan oleh pemerintah.
Gintani termasuk office girl yang paling muda usianya di antara teman-temannya. Umur Gintani baru menginjak 19 tahun. Usia di mana dia seharusnya menikmati waktunya sebagai seorang mahasiswa. Terkadang, Gintani merasa iri dengan orang yang kata kakeknya adalah sepupunya. Namanya Celine Hadikusumah, putri dari pamannya yang sekarang masih menikmati masa-masa muda sebagai seorang mahasiswi.
Celine dan Gintani tumbuh bersama. Mereka sekolah bersama dari mulai Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Sampai akhirnya, Gintani terpaksa mengalah dan putus kuliah demi tercapainya cita-cita sepupunya. Gintani masih ingat saat pamannya berkeluh kesah dengan keadaan ekonomi keluarga.
"Sebenarnya berat bagi paman untuk mengambil keputusan ini. Kamu sendiri tahu, Tan ... kakekmu sering sakit-sakitan, sementara perusahaan Paman sedang colepps. Dan Celine....! Celine adalah satu-satunya putri Paman. Paman sangat besar menaruh harapan padanya untuk bisa melanjutkan perusahaan Paman, kelak. Jadi, dengan amat terpaksa, Paman akan menghentikan biaya kuliah kamu, Tan. Paman tahu ini berat bagimu, tapi Paman tidak punya pilihan lain. Paman harap, kamu bisa memaklumi Paman."
Gintani tersenyum tulus.
"Tidak apa-apa, Paman! Gintan bisa ngerti, kok! Gintan akan berusaha untuk mencari kerja dulu. Bukankah kuliah bisa kapan saja?"
Gintani berusaha untuk bersikap tegar dalam menuturkan kata-katanya. Dia tidak ingin kelihatan bersedih di hadapan pamannya. Gintani tidak mau menambah beban pikiran pamannya.
"Woy...!! Mulai deh bengong lagi!" ujar Alya seraya menepuk pundak temannya. "Kamu mikirin apa sih, Tan?" lanjutnya.
"Nggak! Aku nggak mikirin apa-apa! Tadi, aku denger lagi bang Ali menyebut kita bocil lagi. Emang kita kayak bocah kecil, ya?" tanya Gintani polos.
"Emang kamu nggak nyadar? Usia kita emang masih terlalu kecil untuk bekerja. Harusnya, tugas kita saat ini tuh cuma belajar, kuliah, senang-senang menikmati masa remaja. Tapi kamu kan tau sendiri kondisi aku kayak apa. Jangankan buat kuliah, buat makan emak sama adekku juga pas-pasan. Masih untung ada perusahaan yang mau nerima karyawannya yang cuma lulusan SMU. Yaa.., meskipun cuma jadi office girl doang," jawab Alya panjang lebar.
"He...he...he..., kamu bener, Al! Masih untung kita dapat kerja, ya! Coba kalau lihat di luaran sana, masih banyak yang nganggur, kan?" timpal Gintani.
"Makanya, kalau lihat itu ke bawah, jangan ke atas! Jadi kita bisa mensyukuri apa yang kita miliki sekarang," ujar Alya.
"Salah Al, kalau lihat tuh ke depan, biar nggak kejedot!" gurau Gintani.
"Eit dah ni bocil! Kagak ngarti peribahasa, apa? Lulus SMU nggak, sih kamu...?"
"Yeayy..., sewot...! Udah ah, pantry yuk! Bentar lagi jam kerja udah mau selesai. Kita harus segera beres-beres, biar bisa cepat pulang!" ajak Gintani.
"Ayo!" jawab Alya.
Mereka pun akhirnya saling bergandengan tangan dan berjalan sambil sesekali melompat-lompat seperti seekor kelinci.
🍀🍀🍀
Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00. Para karyawan dan karyawati bergegas membereskan barang-barangnya. Begitu juga dengan Gintani dan Alya. Mereka bergegas menuju bilik-bilik karyawan untuk mengambil gelas-gelas yang kotor.
Pukul 16.30. Tugas mereka pun berakhir.
"Aahh..., akhirnya, selesai juga!" ujar Gintani seraya menggeliat meregangkan otot-ototnya.
"Iya, syukurlah, bisa selesai tepat waktu. Mau berangkat sekarang, Tan?" tanya Alya.
"Solat ashar dulu, ya!" pinta Gintani. "Soalnya aku belum solat!" lanjutnya.
"Ya udah, kamu ke mushola gih ! Aku tunggu di sini?" ujar Alya.
"Emang kamu nggak solat, Al ?" tanya Gintani, heran.
"Enggak, aku lagi datang bulan," jawab Alya enteng
"Ish, perasaan dari minggu lalu, datang bulan mulu!" gerutu Gintani.
"Udah sono. Buruan gih! Keburu sore!" ujar Alya seraya mendorong-dorong tubuh Gintani.
"Iya..., iya...!"
Dengan memasang muka cemberut, Gintani pun pergi meninggalkan Alya di ruang ganti. Gintani berjalan menuju mushola hendak menunaikan solat ashar. Setelah selesai solat, Gintani kembali mencari Alya di ruang ganti. Dia mendapati Alya tengah berbicara serius melalui telepon selulernya.
Menyadari Gintani sudah datang, Alya pun segera menutup sambungan telponnya.
"Sudah siap, Tan?" tanya Alya.
"Ayo!" jawab Gintani.
Akhirnya kedua sahabat yang terpaut beda usia yang hanya setahun itu pun berlalu meninggalkan kantor tempat mereka bekerja.
🍀🍀🍀
Food court mall Matahari
"Bagaimana, Tuan? Apa Anda tertarik dengan hasil rancangan team perusahaan kami?" tanya Argha kepada kliennya.
"Sangat menarik! Oke, kalau begitu silakan Anda buat draft kontrak kerjanya. Setelah selesai, Anda bisa kirim salinannya via email. Bagaimana, Tuan Argha?"
"Baiklah, saya setuju."
"Good! Kalau begitu, saya permisi dulu! Kebetulan anak dan istri saya sudah menunggu di arena bermain, mari!"
Tuan Raymond, yang merupakan seorang pengusaha properti yang hendak membangun perumahan elite, segera undur diri dari meeting yang sangat menyita waktu.
"Ah, ya...! Silakan...! Selamat bersenang-senang bersama istri dan anaknya, Tuan!" ujar Argha.
"Terima kasih!"
Setelah Tuan Raymond pergi, Argha pun menyandarkan punggungnya untuk melepaskan kepenatan.
"Aaahhh....! Baru kali ini aku meeting penuh drama kayak gini," gumam Argha seraya memejamkan matanya.
"Sabar Bos!" sahut Bram seraya membereskan laptop dan berkas-berkas meeting-nya.
"Lagian aku heran sama kamu, nggak bisa nyari tempat yang lebih baik, gitu? Sampai kita harus meeting di food court kayak gini. Jatuh, lah harga diriku sebagai CEO dari perusahaan PT. APA Architecture," ujar Argha dengan sombongnya.
"Sorry, Bos! Ini juga atas permintaan klien. Masalahnya, hari ini adalah quality time-nya beliau sama keluarganya. Bos sendiri yang salah, kenapa juga minta jadwal meeting-nya dimajukan?" gerutu Bram.
"Hey! Di mana-mana juga seorang bos nggak bakalan salah! Lagian ya, rezeki itu harus segera dijemput, bukan di diemin. Udah ah, aku capek! aku mau istirahat, pulang yuk!" ajak Argha.
"Sayang Bos, mumpung lagi di mall, mubazir kalau nggak dimanfaatin buat cuci mata," gurau Bram.
"Dasar mata keranjang! Sana kamu, cuci mata olangan! Aku mah mending nunggu di tempat karaoke sambil rebahan. Di sini terlalu bising!" jawab Argha.
"Ya elah, Bos ! Nggak asyik amat sih hidupmu...!" gerutu Bram, kesal.
Sebenarnya Argha dan Bram adalah sahabat sedari SMU. Karena itu hubungan mereka tidak terkesan formal pada saat mereka sedang menjalani waktu berdua, atau pada saat mereka berkumpul dengan kawan-kawan gengnya. Tapi pada saat di kantor, atau saat meeting menghadapi klien, hubungan mereka pun kembali layaknya hubungan atasan dan bawahan.
Archana Beautique.
Di sebuah butik pakaian mewah dan bermerk, tampak Alya sedang memilih dan memilah deretan gaun yang berjajar rapi.
"Gimana Tan, yang ini cocok nggak?"
Alya menunjukkan sebuah gaun long dress berwarna hijau dengan belahan di kedua samping kiri kanannya sampai ke pangkal paha.
"No! Kamu kayak penyanyi dangdut kalau pakai baju gituan," ujar Gintani.
Alya kembali menggantungkan baju itu di hanger. Dia kemudian mengambil sebuah gaun berwarna merah menyala dengan model rok yang mengembang.
"Kalau ini?" ujar Alya seraya menempelkan gaun tersebut di badannya.
"Ish! Terlalu seksi! Kamu jadinya kayak cabe-cabean kalau pakai baju itu! Ganti ah!"
Gintani masih belum menyetujui pilihan Alya.
"Ish, kamu ini! Yang bener dong! Ini salah, itu nggak cocok ! Terus aku mesti pakai yang model gimana nih? Cepetan, waktunya mepet nih! Bentar lagi Andi mo jemput buat ngajakin dinner," rengek Alya.
"Aaahhh, jadi kamu mau dinner sama babang Andi yaa...! Uuh...co cweet...!" ledek Gintani.
"Ish, kamu mah kok malah ngeledekin sih!" rengut Alya.
Gintani pun mulai mengelilingi dress-dress berwarna soft yang tergantung di hanger depan. Tiba-tiba, matanya terpana melihat sebuah dress selutut tanpa lengan yang memiliki aksen brokat di sekitar dadanya. Dress itu berwarna dusty soft, sangat cocok dengan kulit Alya yang putih mulus. Gintani berjalan ke depan untuk mengambil baju itu.
"Al, sini deh! Kayaknya kamu cocok banget pakai baju ini!" ujar Gintani seraya mengacungkan dress pilihannya kepada Alya.
Mata Alya langsung berbinar melihat model dress tersebut. "Aku coba ya, Tan?" lanjutnya.
Gintani mengangguk.
Alya pun segera mengambil dress itu ke ruang ganti. Tak lama kemudian, Alya keluar dari ruang ganti dengan gaya bak peragawati yang sedang berjalan di atas catwalk. Gintani semakin tergelak melihat ulah sahabatnya.
"Ha....ha....ha....!" tawa Gintani seraya menutup mulutnya dengan kedua tangannya yang tersilang.
"Tawa itu ...," gumam seorang pria yang tengah mencoba beberapa jas di ruang ganti sebelah.
Argha segera keluar untuk mencari sumber tawa yang di dengarnya tadi. Namun sayangnya, Argha sama sekali tak menemukan siapa pun di sana.
"Kenapa Bos?" tanya Bram.
"Nggak! Nggak apa-apa!" jawab Argha.
Kasir Archana Beautique.
"Al, kamu serius mau langsung dipakai nih baju?" tanya Gintani saat mereka hendak melakukan pembayaran di kasir.
"Iya, Tan! Soalnya waktunya dah mepet banget nih! Bentar lagi jam 7 malam," jawab Alya. "Tan, tolong cabutin bandrol harganya dong!" pinta Alya lagi.
Gintani segera mencabut bandrol harga yang tertera di belakang dress tersebut.
"Berapa, Tan?" tanya Alya
"1.499.900. What...! Ish, mahal banget Al! Lebih baik nggak usah dibeli, sayang uangnya!" pekik Gintani sangat terkejut melihat harga yang dipatok untuk sebuah dress yang terlihat simpel itu.
"Ish, kamu ini! Tanggung kalee, udah di buka ntu bandrol harganya!" tukas Alya
"Yaaa, gimana dong?" ujar Gintani sedikit kecewa.
"Ya mau gimana lagi ..., ya udah, kita bayar aja yuk!" jawab Alya seenaknya.
"Ish, aku jadi nggak enak Al, gara-gara aku, kamu jadi kehilangan banyak uang cuma buat beli baju doang," ujar Gintani menyesal.
"Udah nggak apa-apa! Tenang aja, uangku masih banyak, kok!" Alya berusaha menghibur Gintani.
"Ya, tapi kan..., itu mahal banget Al ...," sesal Gintani.
"Ih kamu mah, baperan amat sih! Udah deh nggak usah dipikirin! Lagian, aku suka kok sama baju ini. Yuk ah, cabut! Bukannya, kamu lapar?"
Gintani mengangguk.
"Ya udah! Bentar ya, aku bayar dulu! Ini Mbak, bandrol harga bajunya!" ujar Alya seraya menyerahkan bandrol harga tersebut kepada penjaga kasir.
Si penjaga kasir tersenyum melihat tingkah mereka. "Semuanya jadi 1.499.990 rupiah, Mbak!" ujar si penjaga kasir.
Alya merogoh dompetnya dari dalam tas gendongnya. Dia pun segera mengeluarkan uang 15 lembar pecahan 100 ribuan, kemudian menyerahkannya kepada penjaga kasir itu.
Gintani hanya melongo melihat Alya yang sangat mudah mengeluarkan uang jutaan rupiah hanya untuk sebuah gaun. Ish, bukankah itu pemborosan? batin Gintani.
Setelah mereka membayar barang belanjaannya, mereka pun pergi menuju lantai atas untuk mengisi perutnya yang mulai berkonser ria.
Food court mall Matahari
Mereka mulai memesan makanan yang mereka sukai. Alya sengaja tidak terlalu banyak makan, karena dia memang hendak makan malam bersama kekasihnya. Sedangkan Gintani, karena merasa kelaparan, dia pun melahap semua makanan yang dipesannya.
30 menit telah berlalu. Alya dan Gintani memutuskan untuk pulang. Mereka berjalan dengan sangat riangnya. Sesekali mereka bercanda dan tertawa bersama. Bagi Gintani, Alya adalah sahabatnya. Meskipun pertemuan mereka baru terjadi sebulan yang lalu, tepatnya pada saat Gintani bekerja sebagai office girl di perusahaan PT. APA Architecture.
Saat mereka sedang asyik berjalan, tiba-tiba...
BUGH!
"Aaahh...!"
Seorang pria yang tak lain adalah Argha, tanpa sengaja menabrak Alya dari arah belakang, sehingga minuman bobba yang sedang dipegang Alya pun tumpah di bajunya.
"Yaaa..., bajuku!" pekik Alya.
Gintani melihat ke arah Alya. Ya! Terdapat noda gelap dari minuman bobba rasa coklat yang tadi sedang dipegang Alya.
"Yaaa, gimana dong! Ini, kan mahal banget, mana aku sudah nggak punya tabungan lagi!" ujar Alya bersedih.
Gintani segera membalikkan badannya. Dia menatap tajam ke arah Argha.
"Mas! Kalau jalan, tuh pakai mata! Kamu nggak lihat, badan segede gini ada di depan kamu, buta ya! Tuh lihat, baju teman saya jadi kotor, kan! Ayo minta maaf!" ujar Gintani geram.
"Kalian yang jalan nggak pakai mata! Salah kalian, ngapain berhenti mendadak, kayak angkot naikin penumpang aja!" Argha tak kalah ketusnya menjawab.
"Kamu! Dengar ya, aku nggak mau tahu, ayo cepat ganti rugi! Apa kamu nggak tahu kalau baju temanku ini baru dan mahal. Ayo cepat ganti!"
"Weits...! Santai girl! Cuma baju doang, emang semahal apa baju temen kamu, sampai kamu ngotot kayak gitu?"
"1,5 juta! Ayo cepet bayar! Biar teman saya bisa segera membeli lagi gantinya," ujar Gintani seraya menadahkan tangan kanannya.
"Cuma segitu doang, dengar Nona! Jangankan baju harga segitu, tubuhmu pun bisa aku beli! Cih!"
PLAKK!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Argha.
"Kau!"
Wajah Argha memerah menahan amarah. Bagaimana bisa seorang gadis kecil menamparnya di tempat umum, dan bahkan di antara para pengunjung ada yang sempat mengabadikan kejadian itu.
Argha melangkah maju mendekati Gintani. Matanya terlihat merah, rahangnya pun mengeras. Dia segera mencengkeram tangan Gintani.
"Akan kupastikan kau akan membayar mahal untuk tamparanmu ini, Nona!
Bersambung....
Jangan lupa dukungannya ya....🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞❤️⃟WᵃfAͬyͧuᷤdͧiaͪℛᵉˣ
makanya jadi orang jangan terlalu arogan kena tampar kan Lo.. Gintani kamu hebat
2022-12-05
0
Senajudifa
salken dr kutukan cinta thor ...kuberi like dan favorit biar semangat
2022-06-02
0
Arin
mahal banget bajunya..
2022-04-15
1