Pesta ulangtahun ke tujuh belas Baskara berlangsung meriah. Pesta itu dilangsungkan di belakang kediaman orangtua Baskara, tepatnya di tepi kolam renang. Teman-teman sekelas Baskara hampir semua datang, sebagian juga dari kelas lainnya dan beberapa teman ekskul basketnya.
Beruntung orangtua Baskara tidak ikut campur dalam ulangtahun putranya, mereka memilih untuk pergi menghadiri pertemuan sesama sejarawan di ibukota. Dan, untunglah tanggal lahir Baskara diwaktu yang sama.
Maka perayaan lengkaplah sudah. Ia pasti sudah membayangkan bagaimana merayakan usia tujuh belas tahunnya dengan gegap gempita dan penuh kebebasan.
Setelah acara tiup lilin dan potong kue selesai, semua orang mulai berpencar, sibuk menikmati setiap hidangan lezat yang disajikan pemilik rumah. Beberapa orang memilih menikmati musik EDM dari alat musik synthesizer yang dibawa salah satu siswa.
Suara musik mengentak rumah besar itu. Orangtua Baskara memang orang berada, rumahnya gedongan di perumahan elite Hytte.
Aku yang sudah datang sejak acara belum dimulai, memilih duduk di ayunan besi di pinggir kolam sembari memegang es krim yang aku ambil sejak tadi. Entah kenapa aku tidak berselera menikmati gegap gempita pesta ini. Karena tidak aku pungkiri, meski Baskara adalah sahabatku sejak SMP. Ia sudah memiliki tambatan hati. Asih menemaninya sejak tadi, menghalangi para gadis lain untuk beramah tamah dengan Baskara. Sedangkan Baskara senang-senang saja, pacarnya cantik, bening, dan memberinya kado istimewa. Sebuah ciuman.
"Mbak Lilah capek?" tanya Pandu. Ia menyipitkan matanya lalu duduk di sebelahku. Tangannya membawa banyak makanan.
Bocah SD ini terlihat paling muda disini, tapi polahnya sanggup membuat remaja SMA tertawa.
Aku mengangkat bahu tak peduli.
"Kata Ayahanda kalau Mbak capek kita pulangnya tidak boleh malam-malam." ujar Pandu, satu suapan roti masuk ke mulutnya.
"Buatan Oma ini Mbak, ayo makan!" Pandu menyodorkan roti yang aku tahu itu memang buatan bakery shop milik Oma Laura.
"Mbak gak laper!"
"Mbak Lilah kenapa? Apa karena mas Baskara udah punya pacar? Mbak jadi kehilangan sahabat!"
"Brisik!"
Pandu terkekeh kecil, ia menganggukkan kepalanya seolah memahami pikirannya sendiri.
"Kenapa, Ndu?" tanyaku heran.
"Mbak Lilah nungguin cowok yang kemarin malam dibicarakan Ayahanda dan Ibunda ya? Mas Revi."
Aku menoleh, menatap Pandu penuh minat.
"Emang apa yang dibicarakan Ayahanda dan Ibunda? Kamu nguping?" tanyaku heran, bocah ini kelakuannya emang gak punya sopan santun. Gimana kalau Pandu juga nguping ketika Ibunda dan Ayahanda sedang 'anu', hiii... Pasti pikiran bocah ini sudah terkontaminasi oleh suara-suara aneh dari kamar Ayahanda.
"Mbak Lilah ini gak pernah berpikir positif ya? Aku memang ada diantara mereka waktu orangtua kita membicarakan mas Revi!" jawab Pandu dengan keras kepala.
"Oke, terus apa yang dibicarakan mereka?" tanyaku penasaran.
"Katanya Ibunda, mas Revi lumayan." jawab Pandu serius, "Lumayan?" tanyaku lagi
"Lumayan bikin Ayahanda senewen." lanjut Pandu yang membuatku memiting lehernya. Pandu tergelak sambil meronta-ronta.
"Lepas Mbak. Ibunda bisa sedih kalau aku mati kehabisan nafas karena ulah anak kesayangannya!"
"Huh..." Aku menghela nafas. Senewen? Apa artinya Ayahanda tidak suka dengan Revi.
"Terus apalagi yang mereka bicarakan tentang mas Revi?" tanyaku lagi setelah melepas leher Pandu. Pandu meraba-raba lehernya, ia tersenyum lebar lantas berkata, "Mbak jadi sparring partner taekwondo aku aja gimana? Lumayan rasanya!"
Aku tidak menggubris perkataan Pandu, dia memang ikut dalam ekskul taekwondo. Walaupun masih memegang sabuk putih, tendangan ap chaginya sudah mampu membuat Suryawijaya terhuyung, ambruk. Lalu, demam semalaman.
"Banyak... Aku cuma menyimpulkan hasil pembicaraannya. Kalau mas Revi mau mendekati Mbak Lilah, mas Revi harus bersedia menerimamu, menerimamu sepenuhnya."
Bocah!!! Ia memanyunkan bibirnya, segara saja aku menepis bahunya.
"Tak keplak lho!"
Pandu tertawa terbahak-bahak, "Sebenarnya pacar Mbak siapa saja? Mas Bimo atau mas Revi?"
Pandu menunjuk kepada Bimo yang duduk bersama Suryawijaya. Kedekatan dua musuh bebuyutan itu sekarang terjalin mesra. Mungkin karena Bimo dan aku sekarang juga menjadi teman. Maka Suryawijaya juga menganggunya teman yang sefrekuensi.
Kata Suryawijaya, Bimo banyak bertanya tentang gerakan-gerakan tari dan berbagai macam ilmu kejawen yang Suryawijaya pahami.
"Pacar Mbak cuma satu, mas Revi!"
"Oh..." Pandu mengangguk paham, ia menarik tanganku dengan cepat. Dengan terseok-seoak aku mengikuti langkahnya.
"Mas Bimo! Mbak Lilah udah punya pacar!" ujar Pandu seketika. Bimo yang merasa terpanggil tersentak. Dengan heran ia menatapku dari atas ke bawah. Menilai seperti biasa yang ia lakukan.
"Terus mas harus apa kalau Mbak Lilah sudah punya pacar, Raden Mas Pandu Mahendra?" tanya Bimo tak acuh.
"Mas Bimo gimana to? Aku tahu lho isi hati mas Bimo! Alasan-alasan kenapa mas Bimo belajar menari!" ujar Pandu lantang.
Bocah! Bocah! Meskipun Ayahanda memahami kelebihanmu yang satu itu, tapi gak seharusnya dia memojokkan seseorang atas persepsinya.
"Udah, Ndu! Udah!" sergah Suryawijaya cepat.
Pandu cemberut, ia menatap Bimo penuh sebal sebelum pergi ke lantai hiburan.
Aku mendengus, lalu duduk disela-sela Suryawijaya dan Bimo.
"Kalian mau pesta atau mau rapat?" tanyaku heran. Sejak pesta dimulai, dua laki-laki muda ini tampak mengasingkan diri dari keramaian pesta. Sedangkan yang lainnya sudah hanyut dalam hentakan musik EDM sembari berjoget ria. Beberapa orang yang memiliki pasangan memilih duduk berdua, sesekali mengecup bibir pasangannya lalu tersenyum manis tanpa menanggung beban.
Aku sedikit risi melihatnya, tapi dosa juga ditanggung pelakunya.
"Mbak sendiri juga kenapa menyendiri? Apa karena laki-laki itu tidak menemanimu?" ujar Suryawijaya tanpa ekspresi.
"Karena kalian sudah menemaniku, jadi kenapa laki-laki itu perlu menemaniku! Kamu juga diminta Ayahanda untuk menjagaku." jawabku sambil mengeluarkan ponsel dari dalam sling bag ku.
Aku membuka aplikasi WhatsApp. Tak terlihat satupun pesan dari Revi. Sepercik rasa gelisah mengisi rongga dadaku.
Kemana Revi? Apa dia marah karena aku memilih pergi bersama keluargaku dan mengabaikan tawarannya untuk datang bersama. Lalu bagaimana jika hadiah untuk Baskara nanti diungkit-ungkit kembali dan Revi meminta uangnya kembali. Aku menggeleng tegas. Pasti Revi tidak begitu, ia pasti memahami posisiku sekarang.
"Ayo ke dalam, mas Baskara pasti ingin bertemu dengan kita." ajak Suryawijaya, ia membantuku berdiri.
"Kalian duluan, aku masih butuh satu rokok'an." ujar Bimo.
"Jangan banyak-banyak, nanti mati muda!" ujarku memperingatkan.
Bimo tersenyum kecil. Aku dan Suryawijaya meninggalkannya bersama kepulan asap rokok.
Tiba di dalam ruangan cukup luas Baskara tersenyum saat melihatku. Ia merentangkan kedua tangannya, meninggalkan Asih yang asyik menikmati irama musik yang mengalun merdu.
"Gak ada bonus pelukan buat aku, ndoro putri?" tanya Baskara. Ia menyeringai jail. Asih hanya tersenyum melihat Baskara berkata seperti itu. Tidak cemburu atau cemberut lalu marah-marah tidak jelas.
"Gak mau. Pelukanmu sudah bekas!" ujarku bercanda, bahkan aku tidak menolak saat Baskara memelukku.
"Terimakasih kadonya, tapi aku jijik dengan tulisanmu!" ujar Baskara.
Aku tertawa karena aku menulisnya sesuai permintaan Revi, 'Dalilah dan pacar tersayang' tapi tawaku langsung memudar ketika suara itu menggema seisi ruangan.
...Happy Reading 🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
maytrike risky
Ya ampun😭
2023-10-24
0
maytrike risky
Wkwkwkwk🤣🤣bengek
2023-10-24
0
Eka Suryati
dalilah, kemana cintamu kan berlabuh, semoga tak berlabuh pada hati yg salah
2021-11-14
0