Sepanjang malam aku tidak sabar menunggu datangnya pagi. Aku penasaran setengah mati dengan apa yang di lakukan Revi sepanjang hari Minggu dan tidak menghubungiku!
Ada-ada saja perasaan ini. Padahal dia ini hanyalah masalah besar bagiku. Dan, payahnya lagi aku ini hanya pacarnya dari hasil taruhan. Tapi, aku tidak peduli, aku tetap akan menemuinya di sekolah.
***
Pagi sudah datang, aku sudah siap untuk pergi ke sekolah sebelum waktu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Seperti biasa, aku akan diantar oleh Ayahanda atau Om Nanang.
Dan, kali ini Ayahanda yang mengantarku sekolah. Aku senang karena Ayahanda masih menyempatkan diri meluangkan waktu bersamaku di tengah pekerjaannya yang membludak.
"Gimana sekolahnya? Seru?" tanya Ayahanda.
"Seru banget Ayahanda. Lilah jadi anggota OSIS lagi. Dan... Ayahanda pasti terkejut jika Lilah memilih ekskul basket sebagai kegiatan non pelajaran formal di sekolah."
Ayahanda tertawa kecil, beliau mengangguk sambil tetap fokus mengemudi.
"Jadi apa ada tujuan lain selain memilih basket sebagai kegiatan ekskul Mbak?" tanya Ayahanda.
Aku mengangkat bahu, tidak mungkin kan aku bilang kepada Ayahanda jika aku mempunyai pacar seorang pebasket inti sekolah. Bisa jadi Ayahanda akan mengerahkan seluruh pengawalnya untuk menjagaku.
Tapi Ayahanda cukup realistis. Beliau pasti juga sudah tahu kalau laki-laki kemarin yang dipanggilnya dengan sebutan anak muda memiliki ketertarikan pada putrinya.
"Ayahanda membebaskan Dalilah kan? Lagipula Lilah pasti fokus pada pelajaran inti."
Senyum Ayahanda semakin lebar dengan mata sipit berkerut yang terlihat berbinar-binar.
"Ayahanda slalu membebaskanmu dalam hal apapun, termasuk urusan sekolahmu. Tapi perlu Mbak Lilah ingat, Mbak sudah remaja. Mungkin sebentar lagi Mbak tahu rasanya gimana jatuh cinta."
Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal, "Ehm... Kenapa Ayahanda dan Ibunda kompak membicarakan tentang jatuh cinta? Apa Lilah sudah pantas jatuh cinta?" ujarku skeptis.
Ayahanda terlihat senang, tapi juga terlihat gurat kekhawatiran yang kentara diwajahnya.
"Jatuh cinta adalah hal yang wajar, Mbak. Tidak bisa di sangkal, itu perasaan murni yang tumbuh di hati manusia. Ayahanda pun tidak akan melarang Mbak Lilah jika jatuh cinta nanti. Hanya saja, Mbak harus memahami kalau keluarga kita adalah keluarga terpandang. Yang berarti, ada yang harus Mbak Lilah jaga, yaitu harga diri."
Aku mengangguk patuh. Sampai akhirnya, kami sampai di depan gerbang sekolah.
Aku mencium punggung tangan Ayahanda, "Ayahanda jangan lupa makan tepat waktu, satu lagi, Ayahanda jangan kerja terus nanti tipes." uraiku panjang.
Ayahanda tersenyum dan mengangguk, "Mbak Lilah juga ya. Jangan telat makan. Nanti kalau bukan Ayahanda yang jemput berarti om Nanang yang akan menjadi sopir pribadi Mbak Lilah." ujar Ayahanda berkelakar.
Aku mengangguk dan keluar dari dalam mobil, ku lambaikan tangan saat mobil Ayahanda sudah melaju pergi dari hadapanku.
Pagi ini sudah hampir menunjukkan pukul tujuh, tandanya sebentar lagi bell masuk berbunyi. Maka sudah banyak siswa-siswi yang berjalan menuju ruang kelas masing-masing dengan tergesa-gesa.
Begitu juga aku, tapi sebelum aku masuk ke dalam kelasku. Aku menemui Revi terlebih dahulu. Ia memanggilku dengan panggilan tuan putri seperti biasanya.
"Ada apa?" tanyaku.
"Kangen sama kamu." ujarnya sambil tersenyum, "Nanti ke kantin bareng ya, aku jemput di kelasmu!"
Aku hanya memutar bola mataku jengah melihat sikap pemaksanya. Tapi tidak ku pungkiri, aku senang melihatnya.
"Okelah, lagian ada yang mau aku bicarakan. Tentang kita!"
Revi tertawa kecil, "Serius nih kayaknya. Okelah tuan putri. Aku balik ke kelas dulu udah masuk. Belajar yang rajin biar pinter!" ujar Revi sambil lalu.
Aku berdecih. Kalaupun aku pinter yang patut bangga itu orangtuaku, bukan kamu pacar gadungan!
***
Aku menatap si pengki dengan heran, ia memang menjemputku di kelas saat bel istirahat berbunyi. Tapi, si pengki ini jelas hanya mengacuhkanku di depan teman-temannya yang lain.
"Aku mau bicara! Tapi kenapa kamu sibuk sendiri sih!" ujarku sambil cemberut. Tahu gitu tadi aku memilih istirahat bareng Bimo atau Baskara.
"Sebentar lagi tuan putri, kita lagi bahas latihan band ini. Kamu mau ikut?" tanya Revi melihatku sebentar.
"Latihan band? Dimana?" tanyaku penasaran.
Revi tersenyum, "Di studio musik, di rumah. Kalau kamu mau ikut, kita bisa bicara nanti sekalian."
Aku mendengus kesal. Latihan band di rumah bersama satu Genk si pengki. Sudah jelas, yang ada aku cuma dicuekin lagi dan ia sibuk sendiri dengan alat musiknya.
Aku menggeleng keras kepala lalu berdiri, "Gak mau, disini aja udah di cuekin, apalagi dirumah nanti. Lagipula aku mau bicara soal kita, mas!"
"Oke kita bicara, tapi gak disini. Ayo ikut aku."
Revi menarik tanganku, entah mau dibawa kemana, aku hanya menurutinya. Ini penting, karena aku ingin meluruskan kembali lagi siapa aku dan Revi. Kita pacaran karena taruhan, dan aku mempunyai ide untuk menyudahi taruhan ini dengan taruhan lagi.
Revi merogoh kantong celananya, ia mengambil kunci dan membuka ruang OSIS yang terletak di ujung ruangan. Ruangan yang jarang di pakai kecuali jika memang ada rapat OSIS atau kegiatan yang berhubungan dengan ke-OSIS-an.
"Kenapa disini? Ini terlalu sepi! Aku gak mau dianggap macam-macam jika ada yang melihat kejadian ini!" ujarku galak. Aku khawatir, karena ruangan ini benar-benar sepi dan jauh dari jangkauan siswa lain.
Revi menarik kursi kayu, ia menyuruhku untuk duduk dan menutup pintunya.
"Gak ada yang ganggu, lagian kita akan membicarakan tentang kita bukan. Aku rasa kita butuh ruang privasi biar tidak ada yang mengganggu kita!" ujar Revi santai.
"Kamu gila ya! Kalau butuh ruang privasi itu ya di luar sekolah. Lagian aku cuma mau bilang sudahi taruhan ini! Aku gak suka sama kamu dan ini buang-buang waktu!" ucapku langsung.
"Terus kamu sukanya sama siapa? Bimo? Laki-laki yang kemarin datang ke rumahmu? Laki-laki yang membuatmu salah tingkah karena tersenyum kepadamu saat kamu menari?"
Mataku membulat sempurna. Jadi Revi tahu semuanya? Revi tahu bahwa Bimo kemarin bersama ku dan keluarga ku, makanya ia memilih untuk tidak menghubungiku.
Aku memejamkan mataku, berusaha menelusuri perasaanku sendiri. Hasilnya nihil, aku tidak mencintai keduanya. Bimo ataupun Revi belum menyentuh hatiku saat ini. Aku masih mencintai diriku sendiri dan Revi seketika membuang nafas panjang.
"Gak bisa jawab kan? Itu artinya aku masih ada kesempatan untuk membuatmu jatuh cinta. Aku dan kamu hanya perlu mencobanya. Paling tidak jangan menjauhiku atau menghindariku. Kamu hanya perlu bersikap biasa-biasa saja. Dan, aku akan merebut hatimu, Dalilah."
Dan, aku mendelik, sedangkan seringai Revi berubah menjadi keseriusan.
"Ini gak akan berhasil, mas. Kamu tahu itu!"
"Pelan-pelan, Lilah. Bahkan kita sudah berkencan untuk pertama kalinya. Tidakkah itu sudah langkah yang tepat untuk memulai sebuah hubungan?"
Duh, Gusti. Ribet banget sih. Kalau aku benar-benar cinta sama si pengki gimana nanti? Aku bakal menjadi si bodoh yang mencintainya.
"Jadi ayo... buat semuanya mudah. Ayo saling jatuh cinta." ujar Revi sambil tersenyum.
"Jatuh cinta itu perasaan murni, orang gak bisa memilih dengan siapa akan jatuh cinta. Apalagi kamu memaksanya! Itu jelas gak berhasil!" sahutku kesal.
"Kamu lupa ya, witing tresno jalaran soko kulino. Makanya kasih aku kesempatan. Akan aku buat kamu jatuh cinta sama aku."
"Terserah!"
...Happy Reading 🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
anonim
si Pengki datang ke rumah Lilah tahu ada Bimo jadi urung niatnya ketemu Lilah ya...
2024-02-07
0
maytrike risky
Eh? Ada yg cemburu ternyata
2023-10-24
1
Y
awas perasaan jangan buat coba coba ya nak anak
2022-08-02
0