Kami bertatapan dalam sunyi yang menegangkan. Hanya desir angin yang terdengar, dan senja yang mulai merangkak naik ke peraduan.
Kami, sepasang orang asing yang mendadak menjadi sepasang kekasih karena taruhan konyol yang kami lakukan beberapa hari yang lalu, sedang duduk sembari memakan waktu.
Aku berat mengatakan jika Revi adalah pacar pertamaku. Bahkan, menyebutkan namanya saja tidak menggetarkan hatiku.
Ini dusta, dan aku mengakuinya.
"Tidak apa-apa, aku tahu tuan putri. Tapi aku pastikan, aku cinta pertamamu yang akan sulit kamu lupakan. Percayalah." kata Revi percaya diri.
"Gak usah menyombongkan diri!" sanggahku cepat.
Revi tersenyum jail, "Jadi tanggal berapa kita jadian? Biar bisa kamu tulis di buku diary mu."
"Gak penting banget. Sudah pergi sana."
"Kamu gak mau kencan? Jalan-jalan gitu? Ini Sabtu sore, lagipula kita kan sepasang kekasih." Revi menaik-turunkan alisnya. Sifat jailnya sama sekali tidak pernah ia tanggalkan, meskipun kita bertemu di rumah, rumah! Karena hanya rumahlah yang membuatku aman dari serangan rayuan gombal laki-laki bernama Revi.
"Berkencan lah dengan khayalan!" sahutku.
Revi tertawa kecil, lalu menutup mulutnya saat abdi dalem membungkuk hormat di hadapanku.
"Maaf ndoro ayu, Gusti pangeran haryo Nanang ingin bertemu dengan ndoro putri dan teman di ruang keluarga."
Aku mengangguk sambil tersenyum senang. Maka ide untuk membalas perlakuan Revi lengkaplah sudah.
Om Nanang pasti tidak akan membiarkan aku, keponakan kesayangannya berada di pacar yang salah.
"Ayo... Kemarin Om Nanang bilang dia pengen ketemu sama kamu."
Revi menatapku, ragu.
"Kita gak gigit kok. Cuma... Ya itu, kamu harus sopan, gak pecicilan!"
Revi menghela nafas panjang, ia slalu bertanya kepada ku. Siapa Om Nanang, siapa dia. Laki-laki tua dengan ketampanan maksimal yang tempo hari lalu berkata, "Kamu pacar, Dalilah? Punya apa? Bisa apa? Jangan genggam tangan Dalilah jika hanya menyakitinya."
Tertohoklah hati Revi saat itu juga. Padahal, kami hanya main-main dengan hubungan ini. Sepertinya. Toh
aku tidak terlalu menganggap serius hubungan ini. Entah bagaimana dengan Revi.
"Oke. Demi kamu tuan putri." Revi tersenyum samar.
"Yakin gak? Jangan salah tingkah!" godaku sambil menahan senyum. Ia mengangguk mantap.
"Berani memacari anak raja, itu artinya harus berani juga mengambil keputusan. Jangan hanya berani taruhan!" ledekku sembari menyikut lengan Revi.
"Itu beda tuan putri. Itu namanya permainan. Kita bisa membatalkan taruhan ini jika kamu mau!"
Aku tergelak mendengar pernyataan Revi, lalu menggeleng cepat dihadapannya. Mataku menatap tajam ke manik matanya. Terlihat ketakutan yang begitu kentara di netranya.
"Kamu bilang ini permainan? Coba tersenyum?" kataku.
Revi ragu untuk melakukannya, "Maaf." katanya lirih.
"Aku akan menikmati permainan ini, katakan saja jika kamu ingin menyerah. Ayo, masuk."
Revi terlihat gusar sekaligus ragu mengikutiku masuk ke ruang keluarga untuk menemui Om Nanang.
"Kamu tahu gak? Hanya laki-laki pemberani yang berani mendekati anak Raja. Dan, kamu dari awal sudah berani mendekatiku. Sekarang terimalah akibatnya."
Revi tersenyum getir, "Niatku hanya menggodamu tuan putri. Habis, dari semua siswa baru hanya kamu yang kelihatan tengil."
"Seperti kamu kan tengilnya?"
Revi mengangguk, ia mengedarkan pandangannya sambil berjalan. Ia meneliti semua pernak-pernik yang ada di rumah ini
"Klasik, tua, dan berharga. Semua barang-barang disini gak ada yang mewah. Tapi berarti! Jadi kalau kamu jadi aku, kamu milih yang mana, mas? Mewah atau berarti?"
"Yang berarti akan slalu terlihat mewah." jawabnya. Dan, aku tersenyum.
Memasuki ruang keluarga, Om Nanang tersenyum menyambutku. Dia melipat kertas koran lalu menepuk bangku disebelahnya.
"Udah makan?" tanyanya.
Aku duduk setelah meminta Revi untuk duduk di depan kami.
"Belum, Om. Lilah gak diajak pacar Lilah untuk makan malam. Pacar Lilah sepertinya ngirit." ujarku bohong, padahal Revi sedaritadi menawariku untuk kencan. Entah ke cafe atau pusat perbelanjaan. Tapi pasti dia punya dompet yang tebal. Gak mungkin kan, ngapel ke rumah anak Raja gak bawa uang banyak.
Aku menahan senyum, saat Revi hampir saja keceplosan ngomong.
"Beneran kamu ngirit? Coba lihat dompet kamu?" ujar Om Nanang.
Revi gelagapan. Bukan hanya itu saja, aku pastikan jantungnya sedang berdetak kencang.
"Mana tunjukkan! Om juga perlu memastikan apakah kamu sudah punya SIM atau belum? Om gak mau, Lilah dibawa kebut-kebutan lalu nabrak trotoar dan jatuh di jalanan. Kasian kulitnya yang sudah di lulur setiap tiga hari sekali harus lecet karena ulahmu."
Demi Tuhan! Kasian sekali wajah Revi yang begitu tidak nyaman. Tapi aku juga terhibur dengan ekspresinya yang tidak bisa pecicilan.
"Ini, Om." Revi mengulurkan tangannya berserta dompet berwarna hitam bermerek distro lokal yang masih berjaya hingga sekarang.
Om Nanang tersenyum senang, "Beli disana?" tanyanya sambil menunjuk logo distro yang aku tahu itu adalah clothing store miliknya.
Revi mengangguk sopan.
"Kenapa beli disana? Apa karena setiap weekend ada diskonan? Atau karena harga pelajar? Katakan?" tanya Om Nanang panjang sembari memeriksa isi dompet Revi.
Revi mengangguk berulang kali. Pasrah dengan apa yang Om Nanang katakan.
"Lain kali kalau belanja kesana bilang sama yang punya, minta diskon khusus!"
Revi ternganga, sama sekali tidak memahami perkataan Om Nanang.
"Ehm... Ehm... Saya tidak tahu siapa yang punya." ujar Revi kikuk.
Aku dan Om Nanang saling melempar pandang dan tersenyum.
"Simpan baik-baik dompetnya, siapa tahu dari dompet itu kamu bisa mendapat restu." ujar Om Nanang sembari mengangsurkan dompet Revi.
Revi tersenyum, mungkin batinnya menggerutu manakala ia harus menjaga dompetnya daripada isinya. Dan, kami berdua menyadari itu.
"Om Nanang pemilik clothing store itu. Tapi yang ngurus temannya." jelasku.
Revi mengangguk paham, "Saya suka desainnya dan pemilihan bahan bakunya. Apa Om Nanang lulusan desain grafis?" tanya Revi.
Om Nanang menggeleng, "Mau tahu banget atau mau tahu aja?" goda Om Nanang.
Aku menahan diri untuk tidak tertawa, Revi... Kamu ini lagi masuk jebakan Betmen buatan om Nanang. Please..., Akan ku kenang wajahmu yang terlihat pucat tak berdaya.
"Saya jurusan bahasa Jerman. S1 di universitas negeri, S2 di Jerman. Mau denger saya ngomong pakai bahasa Jerman?"
Revi menggeleng cepat, "Maaf saya tidak paham bahasa Jerman. Bahasa Jawa saja tidak begitu memahami."
Om Nanang tertawa, "Willst du die Freundin eines Adligen sein, warum verstehst du kein Javanisch." Om Nanang menggeleng, dengan salah tingkah Revi mengangkat bahu dan bertanya padaku lewat sorot matanya.
"Emang aku translator bahasa!" sergahku cepat.
"Hehehe..."
"Karena kalian masih SMA, dan baru memasuki masa pubertas. Om rasa kalian harus mengerti ini. Perlu diingat baik-baik mas Revi Bramasta..." Om Nanang mencondongkan tubuhnya sedikit ke arah Revi, "Dalilah bukan orang sembarang yang bisa dipermainkan oleh siapapun, tak terkecuali oleh cinta pertamanya. Karena yang pertama memang slalu memiliki tempat tersendiri dan istimewa. Tapi cinta kedua..." Om Nanang menghela nafas tanpa melanjutkan kalimatnya.
"Sekarang ikut Om jalan-jalan ke clothing store, kalian bisa pilih kaos couple jika kalian mau. Om juga suntuk jika harus melihat kalian berdua seperti patung Pancoran!"
...Happy Reading 💚...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
anonim
Revi pria tengil takberkutik dihadapan om Nanang
2024-02-07
0
maytrike risky
Mas nanang yg ikhlas yaa😔
2023-10-24
0
maytrike risky
Jangan galak galak ya om🤭
2023-10-24
0