Bab 4

Dari awal... terhitung tujuh tahun yang lalu saat usiaku baru delapan tahun. Keraton ini resmi menjadi rumahku. 

Rumah dimana aku akan tumbuh, belajar dan memahami semua yang terlihat sakral, klenik, dan bermartabat. 

Bangunan ini berdiri di pusat kota. Titik nadir yang sudah tidak perlu lagi ditanyakan sejarahnya. Bisa di katakan bangunan ini terlihat angkuh meneriaki bangunan-bangunan modern di sekelilingnya. OLD BUT GOLD, istilah yang cocok untuk bangunan ini.

Segala macam renovasi sudah sering dilakukan, namun sama sekali tidak mengurangi entitas kuno dan klasik yang menonjol dari bangunan ini. Setiap ukiran kayu yang menghiasi pilar-pilar penyangga istana dan patung-patung gupolo yang bertengger di setiap pintu masuk bangunan ini menambah kesan yang tak terbantahkan. Tak termakan oleh waktu. 

Aku duduk termangu di depan kamarku, suasana pagi ini seperti biasa. Sunyi, sepi, hanya ada semilir angin yang berhembus, karena peraturan di keraton tidak memperbolehkan orang berteriak. Kami harus sopan dan disini memang ada unggah ungguh. Pepatah mengatakan "kamu sopan saya segan", kalimat klasik yang sudah jarang digaungkan di zaman sekarang. 

Tinggal di keraton memang berat, lahir dan batin aku mengatakan jika ini yang aku rasakan. Kalau aku gak kuat itu wajar, karena ada sesuatu dalam diriku yang terkurung, aku jinakkan dengan sengaja.

***

Aku masih termangu menatap rumput yang bergoyang. Aku bosan disini, aku bosan menunggu sampai waktunya masuk SMA. Aku pasti hanya akan menikmati rutinitas sehari-hari seperti biasanya. Jalan-jalan di sekeliling keraton, ikut menjadi abdi dalem, dan kegiatan apa saja di istana.

Bagiku sekolah adalah pelarian. Pelarian yang membebaskan ku dari segala macam peraturan yang berlaku di keraton. Tapi kata Ayahanda, hidup memang harus ada aturan agar semua tertib dan aman. Tapi pepatah klasik mengatakan, peraturan dibuat untuk dilanggar. 

Hidup memang penuh perdebatan. Dan, perdebatan-perbedatan itu sering menjadi polemik di istana. 

Aku berdiri, merapikan kebaya dan jarik yang aku kenakan. Rambutku sudah biasa di sanggul. Beginilah aku, jika harus memulai beraktivitas di dalam tembok istana. 

Ku langkahkan kakiku menuju ke bangsal kencana dan museum yang di buka untuk umum. Disana aku bisa melihat wisatawan yang datang berkunjung untuk menikmati wisata edukasi sejarah. 

Keraton, tidak hanya menjadi bukti nyata dari peradaban budaya Jawa atau sebagai mercusuar tertinggi budaya Jawa. Disinilah akhir dari perjalanan Mataram Islam.

Maka, sedari kecil aku sudah di cekoki dengan berbagi paugeran atau patokan dan peraturan yang harus aku taati, di luar istana ataupun di dalam istana. Agar aku menjadi seorang putri Raja yang benar-benar mumpuni. Tapi, aku kadang-kadang jenuh melakukannya. Aku butuh sesuatu yang lekstrem dan penuh adrenalin. 

"Ndoro putri, tidak sekolah?" Aku menoleh dan tersenyum, seorang abdi dalem estri menyapaku. 

Aku menggeleng. "Tidak, Mbah. Belum... Sekarang Lilah lagi liburan!"  

Abdi dalem tersebut tersenyum penuh arti. "Liburan di rumah ya." 

Aku mengangguk mantap. "Betul banget, Mbah. Betapa bahagianya Lilah mempunyai rumah sekaligus menjadi tempat wisata." Aku menyengir, lalu ikut duduk bersimpuh menemani abdi dalem tersebut. 

"Jangan duduk di bawah, nanti Kanjeng Sultan marah!" Mulut senja yang sudah berkerut itu mengingatkanku dengan cepat. 

Aku menggeleng. "Duduk sama rendah berdiri sama tinggi." kataku lalu tersenyum manis. 

"Jangan begitu ndoro putri. Jangan..." 

Aku menghela nafas, ku naiki anak tangga yang lebih atas dan tersenyum lagi. "Sudah ya Mbah, jangan minta Lilah untuk berdiri atau jongkok. Lilah mau duduk santai." 

Sang abdi dalem menggeleng pasrah. Ia tersenyum, lalu kembali berdiam diri.

"Mbah sudah sarapan?" 

"Sudah ndoro putri..." 

"Mbah masih betah menjadi abdi dalem?" 

"Masih ndoro putri..."

"Mbah punya cucu?"

"Punya ndoro putri..."

"Berapa?

"Lima ndoro putri..." 

Fix... Aku butuh teman bicara yang bisa mendebat semua ocehanku. Dan, hanya Baskara yang mampu.

Aku merogoh ponselku yang terselip di dalam stagen. Ku cari nama Baskara di daftar kontakku dan melakukan sambungan telepon. 

"Mbah... Lilah tinggal ya. Mbah kalau capek istirahat saja. Biar Lilah yang menyapa wisatawan." Abdi dalem estri tadi tersenyum saja dan mengangguk. 

[ Hallo... ndoro putri. Ada apa? ]

[ Hallo, Bas. Dateng ke rumah sekarang. Aku butuh teman! ]

[ Aku sibuk ndoro putri, saudaraku dari luar kota baru datang! ]

[ Ajak aja saudaramu ke rumah, sekalian piknik! ]

Aku mematikan sambungan telepon secara sepihak sebelum Baskara membuat alasan untuk tidak menurutiku. 

Sambil berjalan-jalan, aku mengamati baik-baik pengunjung. Siapa sangka, mataku justru terfokus pada punggung laki-laki yang membungkuk, punggung itu sangat aku kenali, punggung remaja laki-laki dari keluarga Sastrowijoyo yang sedang membidik objek dengan sebuah kamera profesional.

Hei... Dia memang tidak salah datang ke sini, tapi dia kan juga tahu aku tinggal di sini meski tinggal di tempat yang tidak boleh di datangi oleh pengunjung. 

Aku berbalik secepat cahaya, dengan langkah pelan-pelan aku menjauhkan diri darinya jangkauannya, matanya atau bidikan kameranya. Aku malas jika harus bertemu dengannya. 

Sekarang, aku berada di tempat pameran sekaligus penyimpanan lukisan-lukisan dari raja-raja terdahulu. 

Beberapa pengunjung seolah menyadari kedatanganku, aku tersenyum dan membungkuk hormat. 

"Raden ayu Dalilah... Boleh kami meminta foto bersama?" tanya salah satu pengunjung dengan sopan. Mereka menatapku penuh binar. 

Kata ibunda, aku gak boleh sombong. Kalau hanya foto saja ibunda harus mengizinkan, kecuali tanda tangan!

Aku berjajar rapi dan berada di paling depan, karena peraturan di keraton tidak membolehkan wisatawan membelakangi abdi dalem atau putri keraton. 

Satu, dua, tiga jepretan berhasil diabadikan dengan kamera salah satu pengunjung. Aku tersenyum dan mengangguk saat wisatawan tadi mengucapkan terimakasih sebelum melanjutkan melihat-lihat lukisan yang lain. 

"Dalilah..." 

Panggilan itu... Aku berbalik dan menghela nafas, Bimo Asmoro Sastrowijoyo tersenyum lebar ketika menatapku yang berwajah masam. 

Inikah rasanya mimpi buruk di siang hari. Melelahkan dan aku pun tak berdaya. Aku harus beramah-tamah dengan siapa saja. Termasuk laki-laki muda di depanku. 

"Liburan?" tanyaku basa-basi sambil menatap wajahnya dengan lekat. Ibunda mengajariku sopan santun dalam bicara, jadi sekarang aku bisa melihatnya, melihat seluruh wajahnya dengan jelas. Dia lumayan seperti otaknya yang pintar.

"Membuang waktu saja!" jawabnya sambil melihat-lihat lukisan. 

"Okelah, kalau gitu selamat menikmati." ujarku lalu menoleh. Aku tidak nyaman berlama-lama di dekatnya. Bimo tersenyum miring. "Foto bersama dulu karena aku disini juga pengunjung!"

Mataku membulat sempurna. "Foto!?" tanyaku memastikan.

Bimo mengangguk, ia lantas mengatur kameranya lalu menaruhnya di tempat yang datar. "Pakai self timer, jadi siap-siaplah!" ujarnya.

Aku mendengus, ku tautkan kedua tanganku di depan perut lalu menyunggingkan senyum terpaksa. 

"Jika kamu bersedia, yang ikhlas dong!" ujarnya sebelum berdiri di belakangku. 

Dasar... wisatawan banyak maunya! Kenapa harus Bimo, lalu mana Baskara?

                     HAPPY Reading 💗

 

Terpopuler

Comments

ᴄᵏ☯︎

ᴄᵏ☯︎

apakah baskara akan mewarisi nasib mas Nanang ,yang hanya menjaga calon istri orang

2022-08-02

2

ᴄᵏ☯︎

ᴄᵏ☯︎

aih jadi pengen baca ulang mbk Jani sama mas kaysang

2022-08-02

0

aurel chantika

aurel chantika

sepertinya akan ada persaingan antara Bimo & bagaskara

2022-06-19

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21.
22 Bab 22.
23 Bab 23.
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30.
31 Bab 31.
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34.
35 Bab 35.
36 Bab 36.
37 Bab 37.
38 Bab 38.
39 Bab 39.
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42.
43 Bab 43.
44 Bab 44.
45 Bab 45.
46 Bab 46.
47 Bab 47.
48 Bab 48.
49 Bab 49.
50 Bab 50.
51 Bab 51.
52 Bab 52.
53 Bab 53.
54 Bab 54
55 Bab 55.
56 Bab 56.
57 Bab 57.
58 Bab 58
59 Bab 59.
60 Bab 60.
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65.
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74.
75 Bab 75
76 Bab 76.
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84.
85 Bab 85.
86 Bab 86.
87 Bab 87.
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92.
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95.
96 Bab 96.
97 Bab 97.
98 Bab 98.
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104.
105 Bab 105.
106 Bab 106.
107 Bab 107
108 Season 2. Bab 1
109 Season 2. Bab 2
110 Season 2. Bab 3
111 Season 2. Bab 4
112 Season 2. Bab 5
113 Season 2. Bab 6
114 Season 2. Bab 7
115 Season 2. Bab 8
116 Season 2. Bab 9
117 Season 2. Bab 10
118 Season 2. Bab 11
119 Season 2. Bab 12
120 Season 2. Bab 13
121 Season 2. Bab 14
122 Season 2. Bab 15.
123 Season 2. Bab 16
124 Season 2. Bab 17
125 Season 2. Bab 18
126 Season 2. Bab 19
127 Season 2. Bab 20
128 Season 2. Bab 21
129 Season 2. Bab 22
130 Season 2. Bab 23
131 Season 2. Bab 24
132 Season 2. Bab 25
133 Season 2. Bab 26
134 Season 2. Bab 27
135 Season 2. Bab 28
136 Season 2. Bab 29
137 Season 2. Bab 30
138 Season 2. Bab 31
139 Season 2. Bab 32
140 Season 2. Bab 33
141 Season 2. Bab 34
142 Season 2. Bab 35
143 Season 2. Bab 36
144 Season 2. Bab 37
145 Season 2. Bab 38.
146 Season 2. Bab 39
147 Season 2. Bab 40
148 Season 2. Bab 41
149 Season 2. Bab 42
Episodes

Updated 149 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21.
22
Bab 22.
23
Bab 23.
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30.
31
Bab 31.
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34.
35
Bab 35.
36
Bab 36.
37
Bab 37.
38
Bab 38.
39
Bab 39.
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42.
43
Bab 43.
44
Bab 44.
45
Bab 45.
46
Bab 46.
47
Bab 47.
48
Bab 48.
49
Bab 49.
50
Bab 50.
51
Bab 51.
52
Bab 52.
53
Bab 53.
54
Bab 54
55
Bab 55.
56
Bab 56.
57
Bab 57.
58
Bab 58
59
Bab 59.
60
Bab 60.
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65.
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74.
75
Bab 75
76
Bab 76.
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84.
85
Bab 85.
86
Bab 86.
87
Bab 87.
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92.
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95.
96
Bab 96.
97
Bab 97.
98
Bab 98.
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104.
105
Bab 105.
106
Bab 106.
107
Bab 107
108
Season 2. Bab 1
109
Season 2. Bab 2
110
Season 2. Bab 3
111
Season 2. Bab 4
112
Season 2. Bab 5
113
Season 2. Bab 6
114
Season 2. Bab 7
115
Season 2. Bab 8
116
Season 2. Bab 9
117
Season 2. Bab 10
118
Season 2. Bab 11
119
Season 2. Bab 12
120
Season 2. Bab 13
121
Season 2. Bab 14
122
Season 2. Bab 15.
123
Season 2. Bab 16
124
Season 2. Bab 17
125
Season 2. Bab 18
126
Season 2. Bab 19
127
Season 2. Bab 20
128
Season 2. Bab 21
129
Season 2. Bab 22
130
Season 2. Bab 23
131
Season 2. Bab 24
132
Season 2. Bab 25
133
Season 2. Bab 26
134
Season 2. Bab 27
135
Season 2. Bab 28
136
Season 2. Bab 29
137
Season 2. Bab 30
138
Season 2. Bab 31
139
Season 2. Bab 32
140
Season 2. Bab 33
141
Season 2. Bab 34
142
Season 2. Bab 35
143
Season 2. Bab 36
144
Season 2. Bab 37
145
Season 2. Bab 38.
146
Season 2. Bab 39
147
Season 2. Bab 40
148
Season 2. Bab 41
149
Season 2. Bab 42

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!