Di dalam mobil...
Aku duduk di samping kirinya sambil diam membisu. Aku takut jika dia akan marah lagi padaku. Apalagi aku baru saja menggigit lehernya, pastinya dia tidak akan terima begitu saja tanpa melakukan sesuatu.
"Jack, naikkan penutup tengah dan buka penutup atas," pinta tuanku kepada Jack.
"Baik, Tuan."
Tak lama kulihat sebuah sekat muncul dari tengah-tengah mobil ini. Bersamaan dengan itu penutup mobil di bagian atas terbuka sebagian. Entah apa yang akan dia lakukan, aku gelisah sendiri dengan sikapnya.
"Kau tahu apa kesalahanmu, Ara?" tanyanya lalu mengeluarkan pistol dari balik celana olahraganya.
Astaga! Astaga! Apa dia akan membunuhku?!!!
Sontak jantungku berdetak kencang tak terkendali saat melihatnya memegang pistol. Dan kini pistol itu dibersihkan olehnya di depan mataku.
"Tu-tuan." Aku takut sejadi-jadinya.
Dia segera melihat ke arahku. "Kau main-main denganku, Ara," katanya lagi.
"Tuan, maafkan aku. Tolong jangan bunuh aku. Aku benar-benar takut tadi. Tubuhku kehilangan keseimbangan. Sungguh!" Aku gemetaran mengucapkannya, seperti ingin menangis.
Dia menyimpan pistolnya kembali. Mungkin dia kasihan karena melihat wajahku yang mau menangis. Dia kemudian mendekat ke arahku.
"Kau tahu, aku tidak akan membiarkan satu orangpun menyakitiku. Jika dia membuatku terluka, aku juga akan membuatnya terluka. Jika dia menyakitiku, maka aku juga akan menyakitinya. Apa kau mengerti maksudku, Ara?" tanyanya yang berbicara amat dekat dengan wajahku.
"Tu-tuan..." Aku takut mendengar ucapannya.
"Kau telah menggigit leherku, maka aku akan melakukan hal yang sama," katanya lagi.
"Apa?!!"
Dadaku naik-turun mendengar perkataannya. Tak kusangka jika dia akan membalas perbuatanku.
"Tuan..."
Aku menelan ludah, mencoba menormalkan detak jantung dari rasa takut. Aku tidak dapat membayangkan jika dia benar-benar menggigit leherku. Tapi, apalah dayaku yang hanya seorang pembantu ini.
"Kau ingin aku memaksa?" tanyanya yang sontak membuatku tersadar jika dia memang tidak akan melepaskanku begitu saja.
"Ba-baik."
Aku mengangguk, mulai pasrah dengan sikapnya. Kupalingkan wajahku lalu menarik kaus yang kupakai ini sampai ke ujung bahu. Aku tidak dapat berbuat apa-apa selain membiarkannya melakukan pembalasan dengan menggigit leherku.
Ya Tuhan ....
Rasanya ingin menangis saja. Kupejamkan kedua mata sambil terus berharap agar dia tidak jadi menggigitku. Dan kurasakan jika wajahnya mulai mendekati leherku ini. Embusan napasnya amat terasa di permukaan kulit bahuku.
"Tuan, jangan terlalu kuat ya," pintaku sambil tetap memejamkan kedua mata.
Tak ada suaranya kudengar, hanya sebatas embusan napasnya. Entah apa yang terjadi, dia diam dan tidak bersuara sama sekali. Sampai akhirnya aku merasakan ada sesuatu yang menyentuh leherku. Sesuatu yang amat lembut dan membuat tubuhku bergetar kecil karenanya. Aku pun memegang tangannya tanpa sadar.
Tuan?!
Lambat laun aku menyadari sesuatu. Seketika mataku terbelalak kaget. Kurasakan jika dia tidak jadi menggigitku, melainkan ... mencium leherku ini dengan tiga kali kecupan yang lembut, hingga membuat detak jantungku tidak beraturan karenanya.
"Tu-tuan ...?"
Aku membuka kedua mata dan kulihat tubuhnya masih berada di dekatku. Segera kulepas pegangan tangan ini lalu mendorongnya. Tak lama kemudian dia terkekeh sendiri.
"Astaga ...."
Tak tahu apa yang sedang dia pikirkan, aku jadi bingung dengan sikapnya. Kupegang bekas ciumannya pada leherku dan kurasakan hangat bibirnya masih terasa. Aku tidak mengerti mengapa dia bersikap seperti ini. Tapi rasanya, dia mulai menyukaiku. Ya semoga saja dia benar-benar menyukaiku.
Tuan, kau membuatku berharap kembali.
Aku tersipu malu. Segera kurapikan kausku lalu kembali duduk menghadap ke depan. Sedangkan dia ... dia masih tertawa sambil memijat keningnya. Aku tidak tahu harus bagaimana, tapi rasa-rasanya aku tahu di mana posisiku saat tangannya mulai meraih tangan ini.
Dia ....
Tak tahu sadar atau tidak, dia memegang tanganku sekarang. Dia bersikap seolah-olah tidak terjadi sesuatu apapun pada kami. Dan tak lama sebuah dering ponsel menyadarkanku dari angan yang baru saja kubangun.
"Ya, baik." Lagi-lagi dia menjawab singkat percakapan teleponnya.
Entah bagaimana perasaan tuanku yang sesungguhnya, aku mulai merasa nyaman dengan sikapnya. Ya anggap saja jika ini mimpi, mimpi indah yang tak akan pernah terlupakan. Tuanku seperti kekasihku sendiri.
Satu jam kemudian...
Kami sudah sampai di apartemen dengan membawa banyak makanan. Tuanku ini selain tampan dia juga begitu loyal. Saat tiba di parkiran apartemen, dia mampir sebentar ke restoran untuk membeli junk food. Katanya sih sekali-kali tidak apa-apa. Dia juga bahkan membelikan beberapa loyang pizza untuk Jack dan keluarganya. Entah apa pekerjaannya, sepertinya tuanku ini memang anak raja.
Duh, seperti Dua Pangeran Satu Cinta saja.
"Ara, makanlah dulu. Aku ingin tidur siang. Ingat! Jangan membangunkanku!" Dia mengingatkanku.
"Baik, Tuan."
Kebetulan hari ini aku memang belum sempat memasak untuk makan siang. Jadi ya sudah, aku makan saja yang ada. Tuanku membelikan tiga loyang pizza super besar. Beef burger raksasa dan juga lima gelas minuman bersoda ukuran jumbo. Rasanya jika aku makan sendiri tiga hari tak makan pun tak apa.
Sebentar lagi kita akan bersantap enak, perut.
Kuletakkan semuanya di atas meja makan. Setelahnya bergegas mandi karena sedari pagi belum mandi. Ya, aku memang belum sempat mandi pagi. Tapi anehnya, tuanku kok biasa saja saat mencium leherku tadi? Apa dia tidak mencium aroma keringat pada tubuhku?
"Aku berendam di bathtub saja."
Kamar mandi apartemen ini ukurannya memanjang, di mana bathtub berada di pojokannya. Di sini juga ada wastafel ganda yang bisa digunakan jika sama-sama ingin menggosok gigi. Tapi aku sih tidak pernah berbarengan dengannya. Aku selalu menunggu dia selesai terlebih dahulu.
"Ah ... segarnya!"
Kini aku berendam di bathtub. Rasanya nyaman sekali. Air apartemen ini begitu sejuk seperti melepas dahaga tubuh yang kepanasan. Dubai memang begitu berbeda dengan negara-negara di Timur Tengah lainnya. Di sini bahkan tidak kutemui padang pasir yang tandus. Amat maju dan menggunakan peralatan serba canggih. Rasanya aku ingin menetap di sini, tapi tidak sendiri melainkan bersama tuanku.
"Ara?!"
Seseorang tiba-tiba menyadarkanku dari destinasi imaji, dan kutahu persis suara siapa itu. Ternyata tuanku masuk ke dalam kamar mandi yang sebelumnya sudah kukunci. Sontak aku terperanjat kaget melihat kehadirannya di sini.
"Tu-tuan?!"
Kulihat dia hanya mengenakan handuk putihnya sebatas lutut. Dia juga melihatku berendam di bathtub dengan hanya mengenakan kain pendek saja. Bukannya keluar dari kamar mandi, tuanku malah berjalan mendekatiku. Tatapan berubah seketika, seperti ingin memburuku. Langkah kakinya pun terasa menghentak jantungku ini.
Di-dia mau apa?!
Tak tahu apa yang akan dia lakukan, tapi sepertinya aku serba salah sekarang. Jika aku pergi, dia melihatku. Jika tidak pergi, aku yang melihatnya. Lalu sebaiknya aku harus bagaimana?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 363 Episodes
Comments
Syifa
leher ni ya besok apa?
2021-08-15
1
Syifa
ara udah deg"
2021-08-15
1
Syifa
uwuu
2021-08-15
1