Sesampainya di apartemen...
Aku dan tuanku naik ke lantai lima puluh apartemen ini. Ternyata hanya membutuhkan waktu tidak sampai satu menit. Elevator negeri ini mungkin memang didesain cepat dan nyaman. Sehingga tahu-tahu sudah sampai saja.
"Kau lelah Ara?" tanyanya saat membuka pintu apartemen.
"Em, tidak, Tuan," jawabku, padahal ngantuknya minta ampun.
Sepanjang perjalanan dari lift ke pintu apartemen aku hanya diam karena mengantuk. Untung saja tidak sampai tidur di jalan.
Astaga! Sudah jam sebelas malam lebih?!
Kulihat jam di dinding apartemennya sudah menunjukkan pukul sebelas malam lewat. Pantas saja aku merasa mengantuk sekali.
"Tuan, apakah Anda lapar?" tanyaku yang ingin menyediakan makanan untuknya sebelum tidur.
"Tidak. Kau beristirahat saja," jawabnya.
"Baik, Tuan."
Kami akhirnya berpisah. Dia menuju kamarnya sedang aku menuju sofa. Rasanya aku harus beristirahat sebentar sebelum mengganti pakaian ini.
"Ara!"
"Ya, Tuan?" Tiba-tiba dia memanggilku. Aku pun segera mendekatinya. "Ada apa, Tuan?" tanyaku santun.
"Ara, kenapa meletakkan pakaian ini di luar kamar?" tanyanya, pakaiannya yang sudah kusetrika memang kugantung di samping pintu kamarnya.
"Maaf, Tuan. Aku tidak berani masuk ke dalam," jawabku seraya menundukkan kepala.
"Kenapa?" tanyanya heran.
"Menurutku kamar itu privasi. Jadi rasanya tidak sopan jika masuk tanpa izin," jawabku lagi.
"Astaga ...." Kulihat dia mengusap kepalanya.
"Maaf, Tuan." Aku tertunduk, merasa bersalah.
Dia berjalan mendekat, seketika jantungku berdegup kencang sekali. "Ara." Suaranya melembut.
"Ya, Tuan?" Aku masih menundukkan pandangan.
"Masuk saja ke kamarku. Jika kau tidak masuk, bagaimana membersihkan kamarku?" tanyanya dengan suara yang lembut, seraya menatapku.
"Baik, Tuan." Aku mengangguk, mengiyakan tanpa melihat ke arahnya.
"Sekarang bawa semua pakaiannya ke dalam dan letakkan di lemari," pintanya.
"Baik, Tuan."
Segera aku berjalan melewatinya, masuk ke dalam kamar sambil membawa semua pakaiannya yang sudah kusetrika. Kubuka lemari lalu kuletakkan satu per satu pakaiannya. Sepertinya pekerjaanku masih belum selesai malam ini.
Akhirnya ....
Setelah meletakkan semua pakaiannya, segera kututup pintu lemari. Tetapi tiba-tiba...
"Tu-tuan?!!" Kedua mataku terbelalak melihat dia melepas pakaiannya di hadapanku.
Astaga jantungku!!
Jantungku terasa mau copot saat melihat tubuhnya yang atletis. Otot-otot lengannya terlihat kekar dan kuat. Tak bisa kubayangkan jika aku digendong olehnya.
Dia memakai kalung?
Kulihat dia juga mengenakan kalung rantai bersimbol huruf u terbalik.
"Sudah selesai?" tanyanya yang kini hanya mengenakan celana pendeknya saja.
Segera kuambil pakaian kotornya lalu kubawa keluar. Cepat-cepat aku keluar dari kamar karena tidak ingin melihat pemandangan yang begitu meresahkan. Aku tidak ingin terjebak dalam permainannya.
"Ara?"
"Maaf, Tuan. Aku keluar dulu."
Tak peduli apa yang ada di pikirannya, kubawa saja pakaian ini menuju keranjang mesin cuci lalu mengganti pakaian di sana. Kebetulan lorong antara dapur dan kamar mandi cukup luas untuk dijadikan tempat berganti pakaian, jadi kubuat tirai saja untuk menutupinya.
Dia berani sekali melepas pakaian di depanku.
Kukenakan sweter krim dan celana dasar hitam. Di lorong mesin cuci ini ada lemari dorong yang bisa kupergunakan untuk meletakkan pakaianku. Jadi pakaianku bisa tetap bersih karena digantung di lemari ini. Tidak mungkin kan pakaianku satu lemari dengannya?
"Ara?" Lagi-lagi kudengar dia memanggil.
"Ya, Tuan?" Segera aku keluar setelah berganti pakaian.
"Ara, bisa buatkan aku kopi?" tanyanya yang kini sudah berganti pakaian juga, entah mengapa kami sama-sama menggunakan sweter panjang berwarna krim.
"Kopi? Tapi Tuan ini sudah malam, nanti Anda tidak bisa tidur." Aku menolak demi kebaikannya.
"Em, baiklah. Kalau begitu susu saja," katanya lagi.
"Baik, Tuan."
Segera aku ke dapur lalu membuatkan susu untuknya. Dan tak lama kubawakan segelas susu hangat untuknya. Namun ternyata, dia malah duduk di sofa tamu bukan di depan meja makan.
Bagaimana aku bisa tidur jika dia ada di sana?
Aku bingung dengan sikapnya. Jelas-jelas aku tidur di sofa, tapi dia malah berada di sana.
"Silakan Tuan." Aku meletakkan segelas susu ke atas meja.
"Duduklah Ara." Dia menepuk sofa agar aku duduk di dekatnya.
"Baik, Tuan." Aku pun menurut.
Dia membuka ponselnya lalu menunjukkan sesuatu padaku. "Lihat ini!" pintanya, agar aku lebih mendekat kepadanya.
Kulihat foto-foto yang dia tunjukkan kepadaku. Dan ternyata ada foto dimana aku dan dia sedang bergandengan tangan dengan mesra.
Apa maksudnya, ya? Aku melirik ke arahnya.
"Ada seseorang yang memfoto kita saat di pesta tadi. Aku tidak tahu siapa. Tapi rasa-rasanya, dia masih kerabat dekat denganku." Dia menceritakan.
"Oh." Aku hanya bisa berkata oh.
"Ara."
"Ya, Tuan?" Aku melihatnya, dia juga melihatku.
"Kau cantik sekali tadi," katanya yang seketika membuatku terdiam seribu bahasa.
Tuan ...?!
Tak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasa sangat gembira dengan ucapannya. Sampai-sampai tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun. Dia juga seperti menyadarinya. Entah mengapa tangannya mulai bergerak, seolah ingin meraih wajahku. Aku jadi grogi tak karuan seketika. Semakin lama dia pun semakin mendekat.
"Tuan?"
Aku mencoba menegurnya. Namun, dia hanya tersenyum. Kedua tangannya mulai menyandarkan tubuhku ke sofa. Kali ini dia benar-benar seperti ingin menciumku. Entahlah, aku tidak tahu. Yang kutahu kini sudah bersandar di sofa saja.
"Ara ...."
"Tuan?"
Kedua mata kami saling bertatapan. Mungkin jarak wajah kami hanya sekitar satu jengkal saja. Terlalu dekat sampai aku bisa merasakan embusan napasnya.
"Aku merasa ada sesuatu yang aneh padamu," katanya.
"Aneh?"
"Aku tidak bisa mengatakannya, tapi melihatmu membuatku merasa tenang." Dia seperti berkata jujur padaku.
"Tuan?"
"Aku ingin membuat sebuah kesepakatan."
"Kesepakatan? Kesepakatan apa Tuan?" tanyaku lagi.
"Kau mau jadi istri kontrakku?" tanyanya yang membuat hatiku menggelegar tak karuan.
Istri kontrak?!!
Entah mengapa bukannya senang aku malah merasa sedih. Mungkin karena aku terlalu banyak berharap padanya.
"Tuan, maaf. Aku mau ke toilet dulu."
Segera kudorong tubuhnya lalu beranjak pergi. Aku tidak ingin melihatnya lebih lama lagi. Aku takut benar-benar jatuh hati padanya. Dia juga tidak mengejarku, membiarkanku pergi begitu saja dari hadapannya.
Astaga, sebenarnya apa yang terjadi?
Kututup pintu kamar mandi lalu mengingat kejadian tadi. Pikiranku segera menarik kesimpulan akan sikapnya ini. Sepertinya ada sesuatu yang dirahasiakannya. Tapi haruskah aku bertanya? Aku takut kecewa jika hal ini hanya sebatas kepalsuan belaka. Sedang hatiku sudah penuh untuknya.
Tuan, Anda membuatku bingung.
Rasanya malam ini aku harus menenangkan diri dari perasaanku sendiri. Aku tidak boleh terus-terusan seperti ini. Aku harus bersikap profesional dalam bekerja, tidak boleh mengikutcampurkan permasalahan cinta. Ya, semoga saja aku bisa bersikap biasa saja di depannya tanpa menunjukkan perasaanku yang sesungguhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 363 Episodes
Comments
Nur hikmah
ggp kontrak dulu lma2 juga nnti beneran ara....ayo terima...hihihi
2021-10-20
0
Syifa
disini ara sayang banget sama rain
2021-08-15
1
Syifa
beneran rain! beneran!!
2021-08-15
1