Sesampainya di depan toko selular...
Tuanku menepikan mobilnya di pinggir jalan. Dia keluar dari mobil dan segera membukakan pintu untukku. Rasanya bahagia bercampur haru bisa mendapatkan perlakuan seperti ini. Padahal jam aktingku sudah habis.
"Tuan, Anda tidak perlu repot-repot," kataku seraya keluar dari mobil.
"Tak apa, anggaplah ini bonus karena telah membanggakanku," tanggapnya.
"Bangga?" Aku berdiri tegap di hadapannya.
"Ya, karena lagu tadi mampu menghipnotis hadirin yang ada di sana." Dia mengajak ku berjalan menuju toko dengan tak lupa menutup pintu mobilnya terlebih dahulu.
Sejujurnya aku tidak peduli dengan hadirin yang datang. Aku cuma ingin dia, mau dia, tak ada yang lain. Tapi rasanya aku terlalu banyak berharap padanya.
"Awas Ara!"
Di tengah angan yang melayang jauh, tiba-tiba dia mendekapku ke dalam pelukannya. Sontak aku terkejut dengan sikapnya ini.
Tuan ....
Entah apa yang terjadi, aku tidak tahu. Yang kutahu tubuhku terasa hangat karena pelukannya.
Entah kenapa aku merasa nyaman sekali.
Kedua tangannya melingkar di tubuhku. Detak jantungnya terdengar amat baik di telingaku. Aroma parfumnya pun tercium, memabukkan angan ini. Rasanya aku ingin selalu berada di dalam pelukannya.
"Maaf, Paman! Kami tidak sengaja!"
Tiba-tiba aku mendengar suara anak laki-laki meminta maaf kepada tuanku. Tapi aku tak peduli, aku terus saja berada di dalam pelukannya, tidak ingin melepaskan diri.
"Ara, kau tak apa-apa?" tanyanya, melihatku.
Aku mencoba melihat ke atas, melihat wajahnya yang rupawan. Dan ternyata wajah kami amat berdekatan. Entah mengapa kulihat bibirnya manis sekali. Dia juga menatapku dengan penuh perhatian.
"Tuan, ada apa?" tanyaku yang masih di peluknya.
"Tadi ada anak-anak bermain papan luncur dengan cepat. Maka itu aku menarikmu agar tidak terkena mereka," jawabnya seraya menatapku.
Tuan ... kau tampan sekali.
Aku mengangguk sambil tetap menatap wajahnya. Tak sadar jika kami sedang berada di halaman toko selular. Dan entah mengapa kedua mataku terpejam begitu saja saat melihat tatapan matanya. Aku pasrah jika dia ingin menciumku sekarang.
Tuan ....
Tak tahu apa yang ada di pikirannya, aku mencoba mengintip dari balik kelopak mata. Dan kulihat dia mulai mendekatkan wajahnya ke wajahku. Semakin lama wajah kami semakin berdekatan. Aku pun pasrah jika dia benar-benar akan menciumku.
Tuan ... aku menyukaimu.
Lambat laun hangat napasnya mulai terasa di pipi ini. Semakin lama semakin terasa. Hatiku bagai bunga-bunga mawar yang bermekaran. Rasanya bahagia sekali. Aku pun masih menantikan ciumannya.
"Ara, kau menginjak kakiku," bisiknya.
Apa?!!
Sontak aku terbelalak mendengar bisikannya. Seketika aku menyadari jika dia bukanlah ingin menciumku, melainkan memberi tahu jika kakinya terinjak. Lekas-lekas aku melompat ke belakang dan kulihat sepatunya memang terkena injakan sepatuku.
"Astaga, Tuan!"
Segera kudekati dirinya lalu ingin mengelap sepatunya. Tapi, dia malah menahanku.
"Sudah, tak apa." Dia menahan kedua lenganku agar tidak membersihkan sepatunya.
"Tapi, Tuan..." Aku merasa bersalah.
"Sudah, tak apa," katanya, tersenyum kecil lalu...
"Aw!" Dia kembali menyentil dahiku. Segera kuusap dahi ini karena terkena sentilannya.
Tuan, aku berharap dicium bukan disentil!
Aku menggerutu dalam hati. Aku pikir malam ini akan menjadi malam indah yang tak pernah terlupakan. Tapi ternyata, pupus sudah harapanku karena menginjak kakinya.
Aduh ... kenapa harus pakai acara menginjak kaki segala, sih?!
Aku sudah membayangkan jika ceritaku seperti di film-film Korea itu. Si pria mencium wanitanya. Tapi, kenyataannya malah seperti ini.
Aduh, malunya aku ....
Pipiku terasa panas karena malu, tapi kulihat dia tertawa kecil di hadapanku.
"Ayo, kita beli ponsel," ajaknya sambil menahan tawa.
Dia mengajak ku membeli ponsel. Aku pun hanya bisa berjalan mengekor padanya. Aku tidak enak hati jika berjalan berdampingan setelah kejadian tadi.
"Maaf, Tuan. Toko sudah tutup." Baru saja akan masuk, kulihat karyawan selular ini memberi tahu jika toko sudah tutup.
"Aku hanya ingin membeli satu," kata tuanku kepada karyawan yang sudah siap menutup rolling door tokonya.
"Maaf, Tuan. Tidak bisa. Besok kami baru buka. Besok Tuan kembali saja ke sini."
Aku melihat tuanku seperti kesal dengan sikap si karyawan toko. Dia kemudian mengambil ponselnya lalu menelepon seseorang, entah siapa. Tak lama kemudian keluar seorang pria tua dari dalam toko tersebut.
"Tuan Rain, maafkan kami."
Pria tua itu segera memukul si karyawan, seketika itu juga si karyawan bingung sejadi-jadinya. Sepertinya pria tua itu adalah pemilik toko selular yang ada di hadapanku ini.
"Cepat minta maaf kepada tuan Rain! Kau ini tidak sopan!"
Pria tua itu meminta karyawannya meminta maaf kepada tuanku. Si karyawan pun segera meminta maaf dengan wajah bingung. Seketika aku menyadari jika tuanku amat diperhitungkan di kota ini.
"Tuan Rain, mohon maaf atas ketidaksopanan karyawan saya. Ada yang bisa saya bantu? Mari masuk terlebih dahulu," pinta si pria tua dengan ramah.
"Aku ke sini hanya ingin membeli ponsel keluaran terbaru. Tapi sepertinya toko sudah tutup." Tuanku melihat tokonya.
Sepertinya toko ini amat besar, ya? Hanya saja sudah tertutupi rolling door.
"Em, memang benar kami sudah tutup, Tuan. Tapi jika Tuan membutuhkan sesuatu, kami bisa memberikannya," ucap pria tua itu.
"Apa ada ponsel keluaran terbaru?" tanya tuanku terus terang.
Kulihat pria tua itu gelisah. "Maaf Tuan Rain, untuk saat ini hanya ada versi lama, keluaran terbaru belum ada. Apakah Tuan Rain membutuhkannya cepat?" tanya pria tua itu lagi.
"Ya. Aku membutuhkannya untuk wanitaku." Dia menarikku lalu merangkul pinggang ini.
Tuan?!!
Aku terkejut mendengar penuturannya. Lagi dan lagi dia memberiku udara segar, seolah aku benar-benar kekasihnya. Jujur aku takut sekali jika ini hanya sekedar harapan palsu belaka.
"Oh, baiklah. Saya mengerti, Tuan. Besok akan kami sediakan ponselnya. Malam ini juga saya akan memesannya. Tuan Rain tidak perlu khawatir." Pria tua itu semringah kepada tuanku.
"Baiklah, besok aku kembali. Jangan sampai belum ada." Tuanku lalu menarik tanganku agar mengikutinya.
"Baik, Tuan."
Si pemilik toko membungkukkan badannya ke tuanku. Dia juga meminta si karyawan mengikutinya. Terlihat jelas si karyawan hanya bisa diam membisu tanpa berkata apapun.
"Besok kita kemari lagi, Ara." Kami berjalan menuju mobil yang diparkirkan di tepi jalan.
"Baik, Tuan. Terima kasih," sahutku seraya tersenyum.
Sungguh aku ingin sekali bisa mengetahui isi hatinya. Dia terlalu banyak memberiku udara segar. Tapi sayang, aku tidak bisa mengetahuinya.
Aku harus bagaimana ya? Sebenarnya ada apa dibalik ini semua?
Hatiku masih bertanya-tanya akan sikap baiknya. Tapi mungkin aku tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak mempunyai alasan kuat untuk bertanya. Ya sudahlah, biar waktu saja yang menjawabnya.
Tuan, sebenarnya bagaimana perasaanmu?
Perjalanan kami akhirnya diteruskan menuju apartemen elit yang ada di kota ini. Sepanjang perjalanan aku hanya bisa melihatnya tanpa berkata apapun. Hatiku ingin sekali bertanya tapi pikiranku melarang. Karena tak sinkron akhirnya kuputuskan untuk diam saja. Dan kulihat sesekali dia melihatku sambil terus melajukan mobilnya. Tak tahu apa yang sedang dipikirkannya, aku mencoba rileks saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 363 Episodes
Comments
Syifa
semangat ara!!!
2021-08-15
1
Syifa
ayo rain bales cinta ara
2021-08-15
1
Syifa
semoga rain bales cinta ara😭
2021-08-15
1