Beberapa saat kemudian...
Ada yang aneh dengan tuanku siang ini. Dia sedari tadi memperhatikan penampilanku, atau ini hanya perasaanku saja? Entahlah, mungkin hati ini terlalu berharap banyak padanya.
Sadar diri, Ara. Kamu itu hanya pembantu.
Lagi dan lagi aku harus berpikir ulang jika dia mendekatiku. Rasanya tidak mungkin jika didekati orang sepertinya. Dia sangat terhormat dan juga kaya raya. Terbukti dari saldo kartu kreditnya yang banyak dan tak biasa.
"Kudengar dari Jack jika kau sangat menikmati perbelanjaanmu tadi." Dia duduk di depan meja makan.
"Iya, Tuan. Di sini benar-benar indah," kataku sambil menghidangkan nasi untuknya.
"Jack banyak menceritakan tentangku?" tanyanya lagi.
Seketika aku terdiam dan berpikir cepat. "Ti-tidak, Tuan. Kami hanya berbicara seperlunya saja." Aku berdalih, padahal tadi Jack cukup banyak menceritakan tentangnya.
"Sebentar." Dia menahanku bicara, kulihat dia mengangkat teleponnya. "Ya? Oh, baiklah. Em, aku rasa ... bisa." Dia melirik ke arahku yang masih berdiri di sampingnya. "Oke, sampai bertemu." Dia lalu mematikan teleponnya.
Aku tidak tahu dia ditelepon siapa tadi. Tapi entah mengapa rasa kepoku ini muncul.
"Tadi sampai di mana kita bicara?" Dia meneguk segelas air minum yang telah aku sediakan.
"Pembicaraan saat berbelanja, Tuan," jawabku segera.
"Oh, ya. Jack adalah supir pribadiku selama di sini. Dia sudah tersertifikasi. Jadi kau akan aman bersamanya." Dia mulai mengambil lauk pauk yang kusediakan.
"Baik, Tuan." Aku mengangguk.
"Hei, duduklah. Temani aku makan. Jangan berdiri di situ." Dia memintaku untuk duduk.
Aku menurut, duduk di dekatnya tidak di depannya. Aku khawatir jika dia akan menyemburkan airnya lagi saat minum. Jadi aku menghindarinya saja.
"Tuan, tadi saat berbelanja aku sudah menghabiskan banyak." Aku mulai bercerita.
"Ya, aku sudah tahu. Kau tidak perlu mengatakannya." Dia menyuap nasi ke dalam mulut.
"Maaf Tuan jika terlalu banyak." Aku tidak enak hati sendiri.
"Banyak?" Dia menoleh ke arahku yang duduk di sisi kanannya. "Itu tidaklah seberapa. Aku malah heran padamu," katanya.
"Heran?" Aku menatapnya dengan saksama.
"Iya, heran. Bisa-bisanya kau menyia-nyiakan kesempatan yang kuberikan." Dia mulai menikmati makan siangnya.
Aku pikir dia akan marah karena telah menghabiskan seribu dolar uangnya. Namun nyatanya, dia biasa-biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa.
Mungkin dia benar-benar seorang pangeran yang kuidamkan.
"Ara."
"Ya, Tuan?"
"Aku mendapat undangan makan malam dengan pejabat kota ini dan tidak mempunyai teman untuk datang. Apa kau bisa menemaniku?" tanyanya yang seketika membuatku terkejut.
Astaga!
Aku benar-benar tak percaya saat dia akan mengajak ku ke undangan makan malam. Ini seperti mimpi saja.
"Tuan, apa Anda tidak salah?" Aku menanyakan kembali, memastikan ajakannya.
"Tidak. Aku tidak salah. Apa salahnya mengajakmu? Hanya sekedar mengajak, bukan?" Dia lekas-lekas meminum airnya.
Iya juga sih, dia hanya sekedar mengajak. Tapi rasanya kok ada yang aneh, ya? Kenapa dia begitu cepat percaya padaku? Atau jangan-jangan ... dia sudah mengetahui kedatanganku ini?!
"Ara?" Dia menyapaku lagi.
"Eh, iya, Tuan. Ba-baik ak-aku mau," jawabku terbata.
"Bagus. Nanti pergilah ke salon. Aku akan menjemputmu," katanya.
"Hah? Apa?!"
Lagi dan lagi aku terkejut, seperti sedang bermimpi. Dia amat baik padaku, padahal awalnya hampir saja menembakku.
Sebenarnya apa maksudnya? Kenapa dia dengan mudahnya percaya padaku? Andai saja bisa menanyakan hal ini kepada nenek yang memberiku gelang, tentunya aku tidak akan bertanya-tanya sendiri.
"Kau lucu ya jika sedang terkejut seperti itu." Dia tersenyum lalu melanjutkan makan siangnya.
Ya ampun senyumnya.
Kulihat senyumnya begitu menawan hati ini. Aku jadi resah sendiri berlama-lama dekat dengannya.
Tuan ... jangan tersenyum padaku. Nanti aku bisa jatuh hati padamu.
Mau tak mau aku menuruti permintaannya. Pergi ke salon setelah menyelesaikan pekerjaan rumahku. Aku harus mengangkat jemuran terlebih dulu lalu menyetrikanya, barulah bisa berangkat ke salon dengan tenang. Sepertinya hari ini tidak perlu mengepel dulu karena apartemen juga masih bersih dan rapi. Ya sudah, aku siap-siap saja untuk menemani tuanku makan malam dengan pejabat kota ini.
Sore harinya...
Sehabis mengantarkan tuanku kembali bekerja, aku segera bergegas mengangkat jemuran lalu menyetrikanya. Setelahnya barulah aku berangkat ke salon ditemani oleh Jack. Jack kembali dipercaya untuk mengantarkanku ke salon pilihan tuanku.
Aku tidak tahu ada maksud apa dibalik ini semua. Tapi rasa-rasanya semua berjalan dengan lancar dan tanpa kendala. Tuanku bisa menerima keadaanku yang seperti ini. Dia juga tidak mempermasalahkan bentuk tubuhku yang kata orang di sana kurang proporsional.
Dia memang tipe suami idaman.
Lagi dan lagi anganku mengambil alih saat mengingatnya. Tapi sebisa mungkin aku menutupi hal ini agar tidak ada yang tahu akan perasaanku. Ya anggap saja jika perasaan ini hanya sesaat. Toh, kami juga baru bertemu.
...
Pukul dua siang Jack sudah menjemputku untuk pergi ke salon. Aku pikir di salon hanya sekedar membersihkan wajah. Tapi ternyata, di salon aku diluluri, diuapi sampai direlaksasikan. Alhasil, aku jadi cantik seketika. Kulitku lebih cerah dan mulus dari biasanya.
Inilah kekuatan uang yang sesungguhnya.
Tak dapat kupungkiri jika uang mempunyai andil besar dalam kehidupan ini. Dengan uang segalanya bisa mudah. Uang laksana raja yang memerintah. Tanpanya tidak akan mudah menjalani hidup. Dan uang bisa membutakan apa saja. Namun aku berharap tidak sampai berada di level itu, dimana uang memerintahku dan menjadi raja. Aku ingin biasa-biasa saja.
"Nona, kami pilihkan gaun terbaik untuk Anda."
Setelah semua proses kulalui, kini tiba bagiku untuk mengenakan gaun makan malam. Aku kaget saat melihat gaunnya, ini sangat terbuka sekali. Terlebih bagian atas dadaku terlihat dengan jelas.
"Maaf, apakah ada gaun lain? Aku merasa risih jika mengenakan gaun yang terbuka." Aku jujur saja.
"Oh, baiklah. Tunggu sebentar, Nona." Pelayan salon memintaku menunggu.
Aku mempunyai rambut lurus sedada. Tapi kini dikeriting gantung oleh pelayan salon. Mungkin tuanku sudah berpesan agar mendandaniku secantik mungkin, jadi kuturuti saja. Lambat laun aku juga akan terbiasa.
"Ini Nona."
Tak lama sebuah gaun makan malam dibawakan untukku. Gaunnya berlengan panjang, tapi sayangnya bagian dadanya sedikit terbuka. Tapi tak apalah daripada terlihat semua. Aku kemudian segera mengenakannya.
Entah sudah berapa lama di salon, saat melihat ke arah luar jendela sinar merah telah datang menyelimuti kota. Mungkin sekarang ada sekitar pukul setengah enam sore. Entahlah, lebih baik lekas-lekas mengenakan gaun dan sepatu ini untuk pergi makan malam bersama tuanku.
Segera kukenakan gaun pink berdasar sutera dan tak lupa memakai sepatu hak tinggi berwarna perak. Ternyata tampilanku bak seorang putri kerajaan. Benar-benar hal yang kuimpikan menjadi kenyataan.
"Wah, cantik sekali Nona. Pakai tiara ini juga, ya."
Pelayan salon kemudian memakaikan bando mahkota ke kepalaku. Alhasil aku jadi seperti putri sungguhan. Sepatu hak tinggi ini juga membuat tampilan tubuhku terlihat sempurna. Aku jadi semakin percaya diri untuk menemani makan malam tuanku.
Semoga tidak ada kendala.
Setelah semuanya selesai, kulangkahkan kaki menuju lobi salon. Dan ternyata, tuanku sudah menunggu di sana. Dia masih mengenakan seragam jas hitam lengkapnya.
"Tuan?" Aku menyapanya, tak percaya jika dia sudah datang dan menungguku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 363 Episodes
Comments
Imas Masripah
aku takut nya ini mimpi Ara trs tiba" nanti sadar msh ttp d rmh sederhana Ara🤭
2023-03-19
1
Nur hikmah
bnr2 hnya d dunia novel.....andai sja.....q bnr2 halu
2021-10-20
0
Syifa
apakah akn ada pararel dgn dpsc thor?
2021-08-14
0