Esok harinya...
Aku berlari menuju ruang interview. Berlari bukan karena sedang berolahraga, tapi karena harus berjalan cukup jauh dari tempat turun angkot untuk sampai ke sini. Aku akan melakukan sesi wawancara dengan pihak personalia salah satu supermarket yang ada di kotaku.
Sesampainya di belakang gedung, ada seorang satpam yang berjaga. Aku lalu meminta ditunjukkan di mana ruang interview untuk para pelamar kerja. Satpam itu kemudian menunjukkan kepadaku di mana ruangannya.
"Dari sini ke sini, Neng. Nanti ketemu pertigaan belok kanan. Habis belok kanan ketemu perempatan. Nah, lurus saja sampai ketemu persimpangan ruang. Habis itu ke kiri, nanti ada spanduk besar supermarket. Habis itu..."
Aku tidak mengerti mengapa satpam ini memberi tahu dengan cara yang ribet sekali. Aku pun mengernyitkan dahi mendengarkan penjelasannya. Dan karena tidak betah menunggu, aku langsung masuk saja. Mencari sendiri di mana ruangannya. Kali-kali saja ada yang bisa mengantarkanku ke sana.
...
Entah sudah berapa menit kulalui, akhirnya aku sampai juga di ruangan interview ini. Yang ternyata ada di lantai dua gedung ini. Ruangannya terpencil dan berada paling pojok. Jadi untuk sampai ke sini aku harus meminta bantuan seorang pramuniaga. Untungnya si mas pramuniaga baik, jadi aku tidak perlu memberikan uang sebagai ucapan terima kasih karena telah mengantarkanku.
Saatnya kembali berjuang!
Sesampainya di depan ruangan, aku segera merapikan diri lalu mengetuk pintu. Tak lama terdengar seseorang mempersilakanku untuk masuk. Aku pun membuka pintu lalu tersenyum kepada seseorang yang duduk di depan papan tulis. Ternyata dia seorang pria botak berdasi.
"Maaf, Pak. Saya terlambat," kataku, lalu melihat banyaknya pelamar kerja yang sedang mengerjakan tesnya.
"Ya sudah, cepat isi absen dan ambil soal ini!" katanya padaku.
Dia tidak lagi menanyakan siapa diriku. Mungkin dia tahu jika baju hitam putih adalah ciri khas orang melamar kerja. Jadi dipersilakannya masuk dan mengisi absen. Aku pun segera mengisi absen dan mengambil berkas soalku. Kulangkahkan kaki menuju kursi kosong lalu segera mengerjakan tes soal ini.
Satu jam kemudian...
Waktu mengerjakan soal habis. Kami lalu diminta untuk menyetorkan jawabannya. Untungnya pikiranku masih bisa fokus setelah berlari mencari tempat ini. Jadi semua soal bisa kukerjakan. Ya, paling ada salah satu-dua karena tidak tahu jawabannya. Terkadang aku bingung jika diminta untuk mencocokkan gambar. Aku lebih suka berhitung daripada memikirkan bagian gambar yang hilang.
"Saudari Ara!" Pria botak itu memanggilku.
"Anda mendapat giliran interview pertama, yang lain bisa keluar dulu!" Pria itu meminta teman-teman lain ke luar ruangan.
Teman-teman seperjuangan satu per satu meninggalkan ruangan. Dan kini hanya ada aku dan pria botak ini di dalam. Dia kemudian memintaku untuk duduk.
"Hasil tesmu lumayan. Ternyata bisa mengerjakan soal dengan baik walau di bawah pengaruh tekanan," katanya lagi.
"Terima kasih." Aku tersenyum semringah. Rasa-rasanya bakal diterima kerja hari ini.
"Tapi sayang ...," Seketika aku terdiam. "Penampilan Anda belum layak untuk menjadi kasir supermarket ini. Tubuh Anda kurang proporsional. Jadi mohon maaf, dengan terpaksa kami tidak bisa menerima lamaran pekerjaan Anda." Dia memasang raut wajah amat menyesal di depanku.
Astaga ....
Bagai petir di siang hari. Lagi-lagi aku mendapat penolakan dari pihak personalia. Rasanya aku ingin menangis saja karena putus asa.
"Anda masih bisa bekerja di tempat ini. Tapi, syaratnya cukup berat." Pria botak itu tersenyum tipis padaku.
"Maksud Bapak?" tanyaku sopan.
Dia mendekatkan wajahnya ke arahku. "Jika kamu bisa menemani saya malam ini, kamu bisa bekerja," katanya tanpa merasa berdosa.
Ya Tuhan!
Jantungku berdegup kencang mendengar penawarannya. Serasa aku ini hina sekali. Padahal aku sungguh-sungguh ingin bekerja, bukan menjual diri.
Kuhela napasku dalam-dalam lalu menatap tajam ke arahnya. "Maaf, Pak. Saya ingin bekerja, bukan menjual diri. Terima kasih." Aku segera berdiri.
Dia juga ikut berdiri. "Hah, ya, ya, baiklah. Tapi jika Anda berubah pikiran, bisa menghubungi nomor ini." Dia memasukkan kartu namanya ke dalam map lamaranku.
Aku tidak banyak bicara. Segera saja keluar dari ruangan dan tidak memedulikan tawarannya.
Apakah ini yang dinamakan dengan kerasnya dunia kerja? tanyaku tak habis pikir.
Lagi dan lagi aku harus mendapat penolakan. Kulihat jam di ponsel bututku juga sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Rasanya harus segera membasuh tenggorokan ini, kering sekali. Tapi, uangku tinggal tiga puluh ribu dan masih ada satu tempat lagi untukku melamar.
Mungkin kutahan saja rasa haus ini. Ya, tahan saja sampai tiba di rumah.
Aku mencoba menahan rasa haus. Namun nyatanya, pedagang es kelapa muda di depan supermarket ini terlihat begitu menggoda. Dia seperti melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Dan terpaksa aku pun membeli esnya, lalu berjalan mencari angkot untuk bisa pulang ke rumah.
Uangku tinggal dua puluh lima ribu. Naik angkot lima ribu. Jadi tinggal dua puluh ribu. Tak apalah, semoga besok bisa keterima kerja. Jadi besok naik angkot saja biar lebih murah.
Aku merasa sedih dengan nasibku yang selalu berulang kali ditolak kerja. Dan kini uangku tersisa tak banyak untuk melamar pekerjaan selanjutnya. Tapi semoga saja dua puluh ribu ini cukup untuk melamar kerja besok.
Esok harinya...
Dengan berbekal dua puluh ribu, aku kembali berjuang untuk mendapatkan pekerjaan. Namun, hari ini aku terpaksa menaiki ojek agar tidak terlambat sampai ke kantor pusat. Ternyata tempatnya amat jauh dari jalan turun angkot, sehingga mau tak mau aku harus menaiki ojek.
Harusnya sih aku membayar dua puluh ribu, tapi karena masih saudara cukup membayar setengahnya saja. Lumayan masih ada sisanya, bisa untuk beli uduk di dekat rumahku. Kebetulan hari ini aku juga belum sarapan. Semalam terakhir kali makan karena beras sudah habis. Tak apalah beras yang habis, asal hati jangan sampai terkikis.
Semangat Ara!!!
Dengan semangat juang tinggi, segera kulangkahkan kaki masuk ke dalam ruang interview. Berharap kali ini akan berhasil.
Ya Tuhan, aku tidak punya uang lagi. Tolong aku ....
Tidak henti-hentinya aku berdoa agar kali ini bisa diterima bekerja. Ya, kepada siapa lagi aku meminta selain kepada Sang Pencipta. Manusia ada batasnya dan terkadang perhitungan dengan harta. Jadi kuminta saja langsung kepada Yang Maha Kaya.
Beberapa jam kemudian...
Setelah melalui berbagai macam tes dari psikotes sampai cek kesehatan, akhirnya aku mendapat giliran interview empat mata dengan pihak HRD perusahan ini. Kupasang wajahku semanis mungkin, ya walau tanpa polesan make-up sedikitpun. Dan akhirnya...
"Mohon maaf Saudari Ara, kami belum bisa menerima lamaran pekerjaan Anda. Lain kali datanglah ke sini jika Anda sudah merasa lebih menarik," katanya terus terang.
Lagi dan lagi, betapa hancur hatiku dibilang seperti itu. Andai saja mempunyai modal lebih, tentunya aku bisa mempercantik tampilanku. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Tinggal mencari abon dan kerupuknya saja agar bisa segera disantap.
Ya Tuhan, kenapa aku harus selalu ditolak?
Sudah pupus sudah. Aku berjalan keluar ruangan dengan wajah sendu dan terluka. Entah mengapa aku merasa kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Entahlah, aku juga tidak mengerti ada maksud apa di balik semua ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 363 Episodes
Comments
rama
katanya tidak menarik tapi mau ngajak bobo, hmm......, modus
2022-08-21
1
🐝𝓢𝓐𝓓🌷 rindu ғᶻ⁺🕸️♋
nanti saat ny tiba tinggal panggil aq aj tak permak
2022-05-11
0
Lestary
kasian banget ya selalu ditolak gara2 penampilan,sabar Ara othor gak akan mungkin kasih cobaan di atas kemampuanmu😁😁😁
2021-09-12
1