Bab 2

Happy reading 📖📖 guys

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Aku bergegas merapihkan barang-barangku. Deon, rekan kerjaku, yang melihat gerakanku, sambil tersenyum mengejek, berkata, “Dijemput sama yayang lo, La? Enaknya yang punya Doi. Lo kalau punya teman cewek yang lagi single, kenalin ke gue, dong.”

“Sorry. Gue tidak punya banyak waktu dengerin teman gue nangis karena sakit hati sama lo. Lebih baik gue gunakan waktu untuk lembur bikin laporan atau audit sampai tengah malam. Dapat uang lemburan. Lebih bermanfaat,” jawabku.

Deon tertawa. “Nakal sebelum nikah itu kan wajar, La. Gue lihat, lo juga tidak beda jauh sama gue. Sejak lo kerja disini, sudah berapa kali lo ganti pacar?”

Aku menjinjing tas ke bahu lalu berjalan mendekati meja Deon. Kuletakkan kedua tangan di mejanya.

“Seenggaknya gue sedang dalam status single, saat gue melanjutkan hubungan yang baru. Sedangkan lo? Yang satu saja belum lo kelarin, sudah ada yang kedua, ketiga … bisa gue tebak, lo pasti keseringan salah manggil nama mereka,” ucapku sambil memasang senyum termanis padanya.

Deon tertawa terbahak-bahak. “Lo memang paling mengerti gue, deh, La. Kenapa bukan lo sih, yang jadi kekasih terakhir gue?”

“Masih banyak pria lain di luar sana. Gue tidak se-hopeless itu sampai milih lo, Deon. Kalo pun tinggal lo satu satunya pria di dunia ini, gue lebih memilih jadi perawan tua, deh!” Aku tertawa mengejek lalu melambai tangan padanya dan berjalan keluar meninggalkan ruangan.

“Kita mau dinner ke mana?” tanyaku begitu sudah masuk kedalam mobil Erik.

“Bogor. Ada tempat dinner romantis di sana. Dijamin, Say pasti suka, deh!” Erik tersenyum lebar. Dia menggenggam tanganku dengan satu tangannya. Sedangkan satu tangannya yang lain memegang setir.

Aku menatapnya sejenak lalu menoleh ke arah jalanan. Aku kembali teringat ketika aku bertemu dengannya pertama kali.

Saat itu, aku mengantar mama ke tempat acara kumpul-kumpul dengan temannya. Kebetulan salah satu teman mama adalah tantenya Erik.

Biasanya mama tidak pernah memintaku untuk mengantarnya. Tapi, entah mengapa hari itu mama memaksaku. Bahkan kami hampir bertengkar kalau bukan tante Fifi yang segera menjadi penengah kami.

Akhirnya, dengan berat hati aku mengantar mama. Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan apa pun di antara kami.

Ternyata, saat itu mama sengaja meminta salah satu dari temannya untuk mengenalkan keponakannya padaku. Di situlah aku bertemu dengan Erik. Kami bertukar nomor dan mulai berhubungan.

Hampir setiap hari, Erik terlebih dahulu menghubungiku dan mengajakku kencan. Setelah beberapa kali berkencan, Erik pun menyatakan keinginannya untuk melanjutkan hubungan kami lebih dari sekadar teman.

Dia tidak bertanya apakah aku bersedia atau tidak. Dia hanya mengungkapkan keinginannya lalu statusku telah berubah menjadi kekasihnya.

Itulah Erik. Segala sesuatu dia yang memutuskan. Dari tempat berkencan, jam kencan, bahkan barang-barang yang dia belikan untukku. Dia tidak pernah bertanya padaku, apakah aku menyukainya atau tidak? Apakah aku setuju atau tidak?

Sebenarnya, menjalani hubungan dengan pria yang bersifat lebih dominan seperti Erik ini adalah hal yang pertama bagiku. Namun, anehnya aku tidak ambil pusing dengan sikapnya itu. Aku malah cenderung menuruti semua kemauannya.

Pernah disuatu Sabtu, pukul dua belas siang, dia masih nekat menyetir ke Bandung untuk sekadar jalan-jalan ke Paskal Shopping Centre, lalu berakhir dinner di The Valley Bistro. Akhirnya, jam dua belas tengah malam kami baru sampai rumah.

Tante Fifi menungguku di ruang tamu saat itu. Untuk pertama kalinya tante menegurku dan aku merasa sangat bersalah padanya. “Lain kali kalau pulang selarut ini kabari dulu, La. Tidak baik seorang gadis pulang terlalu larut malam.”

Hal itu tidak terjadi hanya sekali, tetapi beberapa kali. Tidak peduli apakah esok hari masih harus bekerja atau tidak, apakah aku letih atau tidak, jika Erik ingin pergi kesuatu tempat, sejauh apapun tempat tersebut dia tetap meluncurkan mobilnya ke tempat tujuan. Karena itu, kami keseringan sampai tengah malam dirumah.

Tante Fifi dan Maylin terlihat tidak menyukai Erik, tetapi mereka tidak mengucapkannya karena mereka menghargai keputusanku.

Yang paling bersemangat hanyalah mama. Setiap mama menemukanku ada di rumah, maka yang ditanyakan adalah bagaimana hubunganku dengan Erik? Dan aku hanya menjawab dengan singkat “Baik”.

Erik adalah seorang anak tunggal dari pengusaha kaya raya. Hartanya tidak akan habis tujuh turunan. Tempat Erik bekerja pun adalah salah satu dari anak perusahaan papanya yang kelak akan diwariskan padanya.

So, orang tua mana yang tidak akan menolak anaknya dijodohkan dengan pria tajir? Toh, orang tua itu juga akan terciprat keuntungan dari calon menantunya yang kaya raya. Bahkan, tidak peduli apakah anaknya pantas bersanding atau tidak dengan pria yang terpaut tiga belas tahun itu.

Happiness is about collecting material things - Kebahagiaan diukur dari materi yang terkumpul. Hal Itulah yang ada di dalam otak mama.

Aku menoleh ke arah Erik. Alisnya berkerut. Memandangku dengan tatapan bertanya. “What?”

Aku kembali menatap ke jalanan. “Nothing!”

Baru kusadari mengapa aku masih terus menjalani hubungan ini. Ternyata alasan dibaliknya karena aku ingin mengecewakan mama. Ya, Tuhan, jiwa pembangkangku benar-benar tidak terselamatkan.

I’m sorry, mom. But you forced me to be like this. (Maafkan aku, Ma. Kamulah yang membuatku menjadi seperti ini.)

*****

Akhirnya kami sudah sampai di restoran dan waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Perutku sudah sangat lapar. Jadi, saat aku melihat buku menu, aku sudah akan menyebutkan pesananku, tetapi Erik terlebih dulu menyuarakan.

“Satu tenderloin steak, Satu sirloin steak, Satu caesar salad, dan Dua avocado coffee latte.” Kemudian dia menutup buku menunya dan mengembalikan kepada waitress.

“Tolong siapkan air mineral satu gelas. Dengan es batu yang banyak. Thank’s!” Aku memaksakan senyum kepada waitress dan mengembalikan buku menu padanya. Ya, semoga air dingin dapat mendinginkan otakku yang sedang mulai mendidih.

Butuh waktu menunggu dua puluh menit ketika akhirnya pesanan kami datang. Perutku sudah berjoget ria sejak tadi. Kalau saja Erik tidak memesan steak, aku tidak perlu menunggu selama ini.

“Enak, kan, makanannya?“ tanya Erik, ketika melihatku segera mengiris daging dengan cepat dan langsung memasukkannya ke dalam mulutku. Aku hanya balas mengangguk.

“Besok malam ada acara dinner karena aku mau ke Aussie. Mama memintamu ikut hadir ke acara itu.”

Mataku mendelik ke arahnya saking terkejutnya. “Acara itu tidak hanya orang tua kamu saja, kan? Masih ada anggota keluarga kamu yang turut hadir? Itu adalah acara keluarga, aku merasa tidak enak. Lebih baik aku tidak perlu hadir.”

Erik tersenyum lebar lalu menjawab, “Kamu adalah calon keluarga kami. Setelah aku menyelesaikan studi di sana dan mendapatkan jabatan GM, kita akan menikah.”

Kalimat itu bagaikan petir yang tiba-tiba datang dengan suara menggelegar. Jantungku berdebar sangat cepat. Nafsu makanku hilang entah kemana. Padahal, tadinya aku merasa sepotong daging sapi ini tidak akan cukup mengenyangkan perutku.

Erik sepertinya tidak memperhatikan perubahan raut wajahku karena dia masih melanjutkan ucapannya. “Aku sudah searching penyedia jasa Wedding Organizer dan ketemu tiga WO yang rekomendasinya bagus. Kita akan foto prewed dan acara pernikahannya simple. Kita adakan acara makan-makan di sebuah restoran hanya dengan keluarga dan teman dekat saja.“

Aku memicingkan mata, tidak percaya dengan apa yang barusan dikatakan oleh Erik.

Kudengar dari teman yang akan menikah yaitu dia dilamar dengan romantis, lalu mencari penyedia jasa Wedding Organizer yang dapat diandalkan kemudian menggelar acara pernikahan dengan indah dan berkesan, yang tidak akan pernah dilupakan oleh sepasang pengantin.

Yah, jika pada akhirnya akan berujung dengan perceraian. Aku tidak bermaksud mendoakan mereka bercerai, loh! Aku hanya menyatakan apa yang ada di dalam pemikiranku.

Ada berapa persen suami istri yang tetap hidup bahagia hingga ajal mereka tiba? Ada berapa persen anak-anak yang menjadi korban perceraian dari orang tuanya? Ada berapa persen pria yang menepati janjinya sehidup semati saat mengucapkan janji suci pernikahan di altar?

Nyatanya, setelah berumah tangga, seiring berjalannya waktu mereka pun lupa janji mereka saat itu.

“Kamu pasti bingung ya, Beb? Mengapa pernikahan kita dilakukan secara sederhana? Sebenarnya ini karena umurku. Aku merasa malu di umur segini baru menikah.” Ungkapan Erik membuatku kembali sadar dari pikiranku yang sedang berkecamuk.

“Kita bicarakan lagi setelah kamu balik dari Aussie, ya,“ ucapku sambil mengambil minum dan meneguknya dengan cepat.

Aku berusaha keras mengontrol debaran jantungku dan perasaan tidak nyaman hingga membuat seluruh tubuhku gemetar. Sebisa mungkin aku tidak memperlihatkannya kepada Erik.

“Ok. No problem, tapi kamu harus janji, ya, Beb. Kamu akan setia menungguku sampai aku balik dari Aussie. Deal?” Pertanyaan erik ini terdengar seperti anak kecil yang sedang membuat janji bermain bersama di esok harinya.

“Apa aku terlihat seperti *P*laygirl?” tanyaku.

“Bukan begitu maksudku, Beb. Kamu tahu kalau usia kita terpaut jauh, kan? Aku khawatir saat aku tidak berada di sampingmu, ada pria lain yang umurnya tidak berbeda jauh denganmu, lalu berusaha merayumu dan kamu memilih dia.”

Erik menggenggam kedua tanganku dan kembali berkata, “Selama aku di Aussie, janji padaku, jaga dirimu untukku.”

Aku hanya mengangguk tanpa dapat mengucapkan sepatah kata.

Setelah makan malam berakhir, Erik menyetir mobilnya kembali ke Jakarta. Sepanjang perjalanan dia bercerita mengenai pekerjaannya. Namun, aku tidak menyimak.

Pikiranku melayang kembali percakapan tentang menikah. Menikah? Ya, ampun! Hal ini tidak ada dalam kamus hidupku. Aku harus mencari cara untuk membatalkan keinginan Erik ini.

“Besok aku jemput jam tiga sore. Ingat, make up yang cantik ya, Beb,” tiba-tiba terdengar suara Erik hingga aku tersadar dari pikiran.

Aku menoleh ke kiri. Ternyata sudah sampai di rumah. Segera kulepas seat belt dan memberi kecupan kilat di bibir Erik. “See you tomorrow.”

Kemudian aku turun dari mobil. Aku membalikkan tubuh, menatap Erik yang sedang menurunkan kaca mobil. “Tidak mau mampir sebentar?” tanyaku.

Erik menggeleng. “Sudah larut malam. Aku masih harus menyetir kerumah. Ingat, kan, kalau jarak dari rumahku ke rumahmu butuh empat puluh menit?“

Aku mengangguk lalu melambai tangan padanya dan berjalan masuk kedalam rumah. Erik selalu menggunakan alasan itu untuk menolak mampir.

Jangan lupa tambahkan ke Favorite lalu tinggalkan Komentar, berikan Vote, Like dan Dukungannya ya guys. Terima kasih 🙏🤗 Loph you all 😘

Terpopuler

Comments

Sophia Verheyden✨

Sophia Verheyden✨

gila sih ini, hubungannya gak sehat bgt. ini namanya si cowok terlalu egois.

2022-04-20

1

Sophia Verheyden✨

Sophia Verheyden✨

maaf kayanya ada kata yg kurang, kak
mksdnya disitu karena aku tidak ingin mengecewakan mama. gitu kali ya, aku hanya bantu koreksi, kak maaf ya 🙏🏻

2022-04-20

1

Sophia Verheyden✨

Sophia Verheyden✨

mamanya gak belajar dari pengalaman, apa?

2022-04-20

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Bab 1
3 Bab 2
4 Bab 3
5 Bab 4
6 Bab 5
7 Bab 6
8 Bab 7
9 Bab 8
10 Bab 9
11 Bab 10
12 Bab 11
13 Bab 12
14 Bab 13
15 Bab 14
16 Bab 15
17 Bab 16
18 Bab 17
19 Bab 18
20 Bab 19
21 Bab 20
22 Bab 21
23 Bab 22
24 Bab 23
25 Bab 24
26 Bab 25
27 Bab 26
28 Bab 27
29 Bab 28
30 Bab 29
31 Bab 30
32 Bab 31
33 Bab 32
34 Bab 33
35 Bab 34
36 Bab 35
37 Bab 36
38 Bab 37
39 Bab 38
40 Bab 39
41 Bab 40
42 Bab 41
43 Bab 42
44 Bab 43
45 Bab 44
46 Bab 45
47 Bab 46
48 Bab 47
49 Bab 48
50 Bab 49
51 Bab 50
52 Bab 51
53 Bab 52
54 Bab 53
55 Bab 54
56 Bab 55
57 Bab 56
58 Bab 57
59 Bab 58
60 Bab 59
61 Bab 60
62 Bab 61
63 Bab 62
64 Bab 63
65 Bab 64
66 Bab 65
67 Bab 66
68 Bab 67
69 Bab 68
70 Bab 69
71 Bab 70
72 Bab 71
73 Bab 72
74 Bab 73
75 Bab 74
76 Bab 75
77 Bab 76
78 Bab 77
79 Bab 78
80 Bab 79
81 Bab 80
82 Bab 81
83 Bab 82
84 Bab 83
85 Bab 84
86 Bab 85
87 Bab 86
88 Bab 87
89 Bab 88
90 Bab 89
91 Bab 90
92 Bab 91
93 Bab 92
94 Bab 93
95 Bab 94
96 Bab 95
97 Bab 96
98 Bab 97
99 Bab 98
100 Bab 99
101 Bab 100
102 Extra Part 1 - Boy
103 Extra Part 2 - Arthuray Surbakti
104 Extra Part 3 - Rahasia Masa Lalu
105 Extra Part 4 - Pembuktian Cinta
106 Extra Part 5 - 19 Tahun yang lalu
107 Special Part
Episodes

Updated 107 Episodes

1
Prolog
2
Bab 1
3
Bab 2
4
Bab 3
5
Bab 4
6
Bab 5
7
Bab 6
8
Bab 7
9
Bab 8
10
Bab 9
11
Bab 10
12
Bab 11
13
Bab 12
14
Bab 13
15
Bab 14
16
Bab 15
17
Bab 16
18
Bab 17
19
Bab 18
20
Bab 19
21
Bab 20
22
Bab 21
23
Bab 22
24
Bab 23
25
Bab 24
26
Bab 25
27
Bab 26
28
Bab 27
29
Bab 28
30
Bab 29
31
Bab 30
32
Bab 31
33
Bab 32
34
Bab 33
35
Bab 34
36
Bab 35
37
Bab 36
38
Bab 37
39
Bab 38
40
Bab 39
41
Bab 40
42
Bab 41
43
Bab 42
44
Bab 43
45
Bab 44
46
Bab 45
47
Bab 46
48
Bab 47
49
Bab 48
50
Bab 49
51
Bab 50
52
Bab 51
53
Bab 52
54
Bab 53
55
Bab 54
56
Bab 55
57
Bab 56
58
Bab 57
59
Bab 58
60
Bab 59
61
Bab 60
62
Bab 61
63
Bab 62
64
Bab 63
65
Bab 64
66
Bab 65
67
Bab 66
68
Bab 67
69
Bab 68
70
Bab 69
71
Bab 70
72
Bab 71
73
Bab 72
74
Bab 73
75
Bab 74
76
Bab 75
77
Bab 76
78
Bab 77
79
Bab 78
80
Bab 79
81
Bab 80
82
Bab 81
83
Bab 82
84
Bab 83
85
Bab 84
86
Bab 85
87
Bab 86
88
Bab 87
89
Bab 88
90
Bab 89
91
Bab 90
92
Bab 91
93
Bab 92
94
Bab 93
95
Bab 94
96
Bab 95
97
Bab 96
98
Bab 97
99
Bab 98
100
Bab 99
101
Bab 100
102
Extra Part 1 - Boy
103
Extra Part 2 - Arthuray Surbakti
104
Extra Part 3 - Rahasia Masa Lalu
105
Extra Part 4 - Pembuktian Cinta
106
Extra Part 5 - 19 Tahun yang lalu
107
Special Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!