Happy reading 📖📖 guys
Aku meregangkan otot tangan dan kaki setelah menjalani kesibukan seharian. Kemudian aku mengambil gelas yang berisi kopi, lalu meneguknya hingga habis.
Maylin akan mengoceh kepadaku jika dia tahu kalau aku hari ini sudah menghabiskan tiga gelas kopi.
“Lo akan cepat mengidap penyakit osteoporosis sebelum waktunya, La. Apakah lo tidak bisa berhenti konsumi kafein itu? Atau setidaknya kurangi porsinya sedikit demi sedikit.”
Aku tahu itu. Hanya saja aku sudah kecanduan kopi. Sulit untuk berhenti. Aku pernah mencoba tidak mengopi disuatu pagi. Hasilnya, aku merasa pusing dan lemas seharian sehingga mengganggu pekerjaanku.
"Semua itu hanya alasan yang ada di otak lo," Maylin mendengus sambil menggeleng kepala karena mendengar jawabanku itu suatu kali.
Aku kembali menguap untuk kesekian kalinya. Efek kafein sudah tidak berguna banyak lagi bagi tubuhku.
Aku menatap jam di meja yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Aku bergegas merapikan barang-barang yang ada di meja. Tiba-tiba suara pesan masuk berbunyi ketika aku meraih ponselku.
Erik: Hari ini banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan, jadi aku tidak bisa mengantarmu pulang. Maaf ya, Beb.
Erik: Oh ya, masih ingat perihal tentangaku akan berangkat ke Aussie minggu depan? Besok malam kita harus pergi dinner, ya. Aku jemput jam lima sore. Bye, love you, Beb.
Me: Ok. No prob.
Setelah selesai mengetik balasan untuk Erik, aku pun berjalan dengan cepat meninggalkan ruangan.
Jarak dari kantor-rumah membutuhkan perjalanan kurang lebih sekitar satu jam dengan busway. Aku lebih suka menggunakan kendaraan umum karena kemacetan di Jakarta tidak pernah mengenal waktu.
Ok. Itu hanya alasan saja. Sebenarnya aku malas terlalu awal sampai di rumah. Aku tidak mau mendengar rentetan omelan mama yang tidak pernah ada habisnya.
Aku mulai membangkang saat usiaku mulai menginjak umur dua puluh tahun. Setiap ucapan yang dilontarkan mama, aku selalu membantahnya sehingga wajah mama memerah karena emosi.
Sikapku ini memang terkesan anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya, tapi, ini bukan atas dasar kemauanku. Juga bukan kesalahanku. Aku sudah terlalu letih menjadi anak yang baik, penurut, dan rajin.
Setelah ditinggal papa, sikap mama terhadap kami semakin otoriter. Terutama terhadapku. Mama seola-olah menjadikan kami sebagai tempat pelampiasan dari rasa kekecewaan dan sakit hatinya.
Mama tidak pernah berpikir, bukan hanya dirinya yang tersakiti, aku dan maylin juga sama-sama terluka. Kami berdua adalah korban dari keegoisan mereka.
Saat mama sibuk dengan dunianya sendiri, tante Fifi lah yang lebih banyak berperan dalam hidup kami.
Beliau selalu memperhatikan kami, mengutamakan kami dan mengerti apa yang sedang kami pikirkan tanpa mengutarakannya terlebih dahulu. Tante Fifi menggantikan peran seorang ibu yang seharusnya dilakukan mama untuk kami.
Kakiku berhenti melangkah begitu sudah sampai di gerbang pintu rumah. Aku tidak langsung membukanya. Kutatap bangunan itu dengan pandangan kosong dan sebuah perasaan nyeri di dalam hatiku menyergap masuk.
Bagiku, bangunan di depan mataku ini tidak lebih hanya sebagai tempat untuk menghindari dari hujan dan kelaparan.
Aku membuang napas dengan keras. Perlahan aku membuka pintu dan melangkah masuk. Begitu pintu rumah telah terbuka, tidak ada siapa-siapa di dalam. Tidak terdengar suara apa pun selain suara napasku. Kosong. Sama seperti kondisi dalam hatiku.
Perbedaan antara aku dengan anak yatim piatu yaitu, aku tidak akan di bully teman-teman, karena aku masih memiliki orang tua. Ya, orang tua yang hanya berperan di atas kartu keluarga.
*****
Setelah mandi, aku memutuskan untuk merebus mie instan. Karena terlalu sibuk bekerja, aku sampai-sampai tidak memiliki waktu untuk makan malam.
Aku tidak melihat mama sedari tadi. Entah apakah dia sedang tidur di dalam kamar atau sedang berkumpul besama teman-temannya di luar.
Aku baru saja selesai merebus mie dan siap untuk melahapnya, ketika Maylin tiba-tiba datang menghampiriku. “Sudah jam berapa ini? Tumben lo masih belum makan malam. Memangnya Erik tidak mengajak lo makan?”
“Erik sibuk. Gue juga lembur,” jawabku pendek, tidak memedulikan sindirannya.
Aku segera menyantap mie dengan lahap. Perutku sudah berteriak minta di isi sedari tadi. “Lo tidak pergi kencan?” tanyaku.
Maylin mengambil air dingin dari dalam kulkas dan menuangnya ke dalam gelas, lalu duduk di depanku. “Tidak. Tadi gue pergi menghadiri acara Bridel Shower-nya Aril. Sabtu ini dia nikah.“
Setelah menghabiskan makan malam dan mencuci mangkuk kotor, aku membuka kulkas untuk mengambil air minum. Kemudian aku hendak berjalan menuju kamar, tetapi Maylin masih duduk di sana dengan mata memandangku.
“Ada apa?” Dahiku mengernyit. Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu.
Aku kembali duduk di hadapannya. Sesaat Maylin terlihat ragu. Tidak lama kemudian tubuhku menegang setelah mendengar ucapan yang dia lontarkan.
“Apakah Erik tidak pernah membahas pernikahan dengan lo, La? Sekadar mengingatkan, usianya sudah tiga puluh tujuh tahun. Umur segitu umumnya orang-orang sudah memiliki keluarga. Kalau dia tidak pernah membahas pernikahan, berarti dia hanya main-main. Kalau begitu lebih baik di akhiri saja, La. Hubungan yang tidak memiliki masa depan, hanya buang-buang waktu saja.”
Aku tersenyum sambil berusaha menutupi keteganganku saat ini. “Kami baru pacaran tiga bulan, Lin. Mana ada pacaran dalam waktu sesingkat itu langsung menikah? Kami belum saling memahami kekurangan masing-masing. Lagi pula, Selasa depan Erik akan pergi studi ke Aussie selama enam bulan.”
“Perusahaannya memberikan bea siswa untuk melanjutkan studinya di sana. Setelah lulus, dia akan naik jabatan sebagai General Manager,” imbuhku.
Maylin terkejut mendengar ucapanku. “Jadi kalian akan menjalin hubungan jarak jauh selama enam bulan? Aussie?”
Aku memberinya jawaban dengan anggukan kepala.
Maylin mengedik ngeri. “Lo gila, La! Aussie, loh! Di sana banyak cewek bule yang suka berkeliaran dengan tank top tanpa braa. Mereka bahkan menganggap braa sebagai salah satu jenis pakaian yang layak dipakai untuk bepergian keluar tanpa perlu ditutupi t-shirt. Lo tidak takut Erik selingkuh?”
Aku tertawa mendengar ucapan Maylin. Sepertinya dia terlalu banyak menonton drama.
“Cukup lama Erik pernah tinggal di Belanda, tempat neneknya. Apa bedanya dengan Aussie? Dia sudah terbiasa melihat hal-hal seperti itu. Kalau memang dia selingkuh, gue tidak akan tahu karena gue tidak ada di sana. Cewek bule itu juga tidak mungkin ikut dia pulang ke Indonesia, kan?” jawabku dengan santai.
“Yang ada di otak lo itu apa, sih, La? Hubungan lo dengan para pria sepertinya dari dulu tidak ada yang berjalan mulus, deh! Lo, tuh, cenderung cuek kepada mereka. Lo bahkan lebih suka menghabiskan waktu dengan pekerjaan daripada menghabiskan waktu untuk mereka.” Maylin berdecak-decak.
“Hubungan itu butuh dari kedua belah pihak. Saling memberi dan menerima. Kalau lo hanya fokus pada pekerjaan, lo akan jadi perawan tua!” Dengan amarah yang meluap-luap, Maylin bangun dari kursinya, lalu melangkah pergi. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba dia berhenti.
“Daripada lo menghabiskan waktu dengan memacari pria-pria itu, tapi ujungnya malah putus, kenapa lo tidak menghubungi Jason saja? Mungkin sebenarnya Jason sedang menunggu lo insiatif menghubunginya terlebih dahulu,” tuturnya. Kemudian dia berbalik, lalu pergi ke kamarnya.
Aku menatap lurus di depanku dengan tatapan kosong. Kenangan masa lalu kembali berputar dalam benakku.
Jason adalah sahabat pria pertama yang hadir saat aku masuk SMA. Perhatian dan kebaikan darinya, membuatku ketergantungan akan kehadirannya dalam hidupku.
Setiap ada masalah, aku selalu mencarinya, melampiaskan semua emosi dan keputusasaanku. Dia selalu menjadi pendengar yang baik, juga menghiburku. Namun, sejak kami lulus kuliah dan mulai sibuk dengan pekerjaan masing-masing, hubungan kami mulai renggang.
Rutinitas komunikasi kami yang awalnya setiap hari, perlahan menjadi dua hari sekali, lalu empat hari sekali, kemudian seminggu sekali, dan akhirnya putus kontak. Terakhir kali, dia mengirim pesan berisi perpisahan kepadaku.
Jason: Kalau gue ingin egois, gue pasti menyuruh lo untuk memilih, tetapi, gue tahu seburuk apa pun orang tua, mereka tetaplah orang tua lo yang sudah bersusah payah mengandung lo dalam sembilan bulan, yang sudah berusaha bekerja keras untuk membiayai kalian agar tetap dapat melanjutkan pendidikan.
Jason: Gue sadar, gue bukanlah pilihan yang terbaik. Karena itu, lebih baik untuk sementara waktu kita konsentrasi mengejar impian masing-masing. Walaupun gue tidak ada lagi di samping lo, tetaplah semangat, La. Masih ada maylin yang membutuhkan lo.”
Setelah mendapat pesan terakhir darinya, aku baru sadar bahwa aku sudah lama jatuh cinta kepadanya. Perasaan yang terlalu nyaman selama bersamanya, membuatku tidak menyadari kalau kehadiran Jason bukan lagi sekadar sahabat.
Dia sudah menempati salah satu ruang di hatiku dan terus tinggal di sana tanpa dapat diusir dengan berbagai macam cara sekali pun.
Orang bilang penyesalan selalu datang terlambat. Itu lah yang aku rasakan saat itu. Perasaan kecewa yang kurasakan kepadanya, membuatku memutuskan untuk tidak membalas pesannya dan tidak pernah coba menghubunginya.
Jika itu yang diinginkan Jason, aku merelakannya. Sama halnya seperti papa, mereka berdua tidak menginginkan diriku, lantas untuk apa aku memaksa mereka tetap bersamaku?
Aku segera menyeka air mata yang ternyata telah membasahi pipiku. Kupejamkan mata dan mengambil napas dalam-dalam. Berharap dapat memberiku kekuatan untuk menutup kembali luka di hati yang masih belum kering.
Beberapa menit kemudian, setelah aku merasa sudah lebih tenang, kubuka kedua mataku, lalu beranjak dari tempatku, kemudian mematikan semua lampu di ruangan dan berjalan masuk ke dalam kamar.
Jangan lupa tinggalkan Komentar, berikan Vote, like dan Dukungannya supaya aku makin semangat ya guys. Terima kasih🙏Tambahkan juga ke Favorite ya🤗Loph you all😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
linda sagita
aku kembali mampir
2022-11-19
0
mumu
keren banget ceritanya Thor 😍 sedih Krn sebenarnya banyak yg gak tau bagaimana rasanya anak broken home itu, diluar tampak kuat padahal dalamnya rapuh banget 😢
2022-05-21
3
syafridawati
cerita yg menyedihkan dan nenyentuh
2022-04-22
3